Yosiko yang semenjak tadi bersembunyi dan mengintai, tentu saja menjadi kaget sekali ketika tadi pemuda buntung itu memanggil nama gadis yang baru tiba. Gadis itu disebut "sukouw Cui Sian"! Jadi inikah Cui Sian, gadis yang menjadi pilihan hati Yo Wan? Hatinya dipenuhi kebencian dan ingin ia melompat ke luar untuk menyerang dan membunuh gadis itu. Memang ia meninggalkan tempatnya dengan satu niat di hatinya, membunuh gadis yang bernama Cui Sian.
Akan tetapi Yosiko bukanlah seorang gadis yang bodoh dan ceroboh. la tadi sudah menyaksikan gerakan gadis yang hendak membunuh diri dan gerakan pemuda buntung yang mencegahnya. Gerakan mereka itu hebat, membayangkan kepandaian ilmu silat yang amat tinggi. Pemuda buntung itu sudah lihai sekali, kalau Cui Sian adalah sukouwnya (bibi gurunya), dapat dibayangkan betapa hebatnya kepandaian Cui Sian! la tidak mau bertindak sembrono menurutkan nafsu amarah kemudian sekali turun tangan dan gagal, apalagi kalau diingat bahwa Cui Sian pada saat itu mempunyai dua orang kawan yang kalau mengeroyoknya tentu akan lebih sukar mencapai kemenangan.
la tertarik sekali ketika menyaksikan dan mendengar percakapan tiga orang muda itu. Keadaan Siu Bi selain menarik perhatiannya, juga mendatangkan sebuah pikiran baik sekali. Oleh karena ini, maka Yosiko mendiamkan saja ketika Cui Sian dan Swan Bu pergi. Untuk beberapa lamanya ia memandang Siu Bi yang sepergi kedua orang itu lalu duduk di atas tanah dan menangis.
Memang hati Siu Bi berduka sekali. la tidak dapat menahan kepergian kekasihnya. la maklum bahwa kalau ia tidak memperbolehkan Swan Bu pulang lebih dulu menemui orang tuanya, selamanya ia tidak akan dapat membereskan urusannya dengan Swan Bu. la percaya penuh akan cinta kasih pemuda yang lengannya ia buntungi itu, akan tetapi ia pun maklum betapa Swan Bu takkan dapat membantah orang tuanya.
la takut sekali kalau-kalau ia akan kehilangan pemuda itu dan andaikata hal ini terjadi, hidup tiada artinya lagi baginya. Kekhawatiran inilah yang mengamuk di hatinya setelah di situ tidak ada siapa-siapa dan ia boleh puas menangis. Di depan Cui Sian tadi, tak sudi ia memperlihatkan kelemahan hatinya.
Yosiko keluar dari tempat sembunyinya menghampiri Siu Bi dengan perlahan.
la melihat gadis itu menangis sedih dan agaknya tidak tahu akan kedatangannya, maka ia pun duduk pula di depan Siu Bi yang menyembunyikan mukanya, di belakang kedua tangan. Air mata bercucuran keluar dari celah-celah jari tangannya.
Yosiko menarik napas panjang, "Dia memang seorang pemuda yang amat tampan dan gagah perkasa....." katanya lirih.
"Tidak ada pemuda lebih tampan dan gagah daripada Swan Bu di dunia ini!" Serta merta Siu Bi menjawab tanpa menurunkan kedua tangan dari depan mukanya.
Kembali Yosiko menarik napas panjang. Kalau bagi Siu Bi ucapan Yosiko tadi cocok benar dengan suara hatinya, adalah jawaban Siu Bi juga tepat dengan perasaan Yosiko. Tentu saja keduanya melamunkan dua macam pemuda!
"Pemuda sehebat itu patut dicinta sampai mati....." kembali Yosiko berkata seperti kepada dirinya sendiri.
Kembali seperti dalam mimpi, tanpa menurunkan kedua tangannya, Siu Bi menyambung.
"Aku cinta kepada Swan Bu dengan sepenuh jiwa ragaku."
Hening pula sejenak. Siu Bi masih terisak-isak, Yosiko duduk termenung. Keduanya duduk di atas tanah berhadapan, akan tetapi seakan-akan tidak tahu akan keadaan masing-masing.
"Perempuan yang bernama Cui Sian itu sungguh amat menjemukan" kembali Yosiko berkata.
"Aku benci kepadanya! Aku benci kepadanya!" Tiba-tiba Siu Bi berseru dan menurunkan kedua tangannya. Tiba-tiba ia berseru keras dan meloncat bangun sambil mencabut pedangnya. Sinar hitam berkelebat ketika Siu Bi menerjang Yosiko dengan pedangnya itu. Akan tetapi Yosiko sudah menangkis dengan pedangnya pula sehingga keduanya terhuyung mundur,
"Siapa kau?" bentak Siu Bi.
Yosiko tersenyum. "Adik yang baik, simpanlah pedangmu. Aku bukan musuh, aku bukan Cui Sian. Kita senasib sependeritaan, kita sama-sama dibikin sengsara oleh perempuan bernama Cui Sian tadi!"
"Apa kau bilang? "
"Namaku Yosiko, dan aku benar-benar suka kepadamu karena nasib kita sama. Kau berpisah dari kekasihmu karena Cui Sian, aku pun..... aku terpaksa berpisah dari dia karena Cui Sian. Adik Siu Bi, sebaiknya kita bersatu untuk menghadapi Cui Sian."
"Kau mengerti namaku?"
Yosiko menyimpan pedangnya. "Mari kita bicara secara sahabat baik. Sudah sejak tadi aku melihat dan mendengar semua."
Siu Bi menjadi merah mukanya, akan tetapi karena melihat bahwa gadis cantik itu tidak bersikap sebagai musuh, ia pun menyimpan pedangnya dan kembali mereka duduk, akan tetapi kali ini mereka saling memandang dan memperhatikan.
"Mengapa sikapmu begini aneh? Apa yang kau kehendaki dari padaku?"
"Begini, adik Siu Bi. Aku tadi tanpa kusengaja sudah mendengar dan melihat semua apa yang terjadi. Kau dan pemuda buntung yang tampan tadi saling mencinta, bersumpah sehidup semati, akan tetapi lalu datang Cui Sian yang mengajaknya pergi, kalau tidak salah..... untuk menjodohkan pemuda kekasihmu itu dengan wanita lain, bukan?"
"Swan Bu takkan mau melupakan aku!" teriak Siu Bi bernafsu.
"Aku percaya, dia amat mencintamu tampaknya. Akan tetapi, jangan pandang rendah perempuan bernama Cui Sian itu. Dia, mendengar tadi, adalah bibi gurunya, tentu akan dapat membujuk dan mengubah pendiriannya."
Pucat wajah Siu Bi. "Hemmm, tidak mungkin..... andaikata begitu, apa kehendakmu?"
"Aku pun benci kepada Cui Sian. Lebih baik kita berdua mencarinya dan membunuhnya!"
"Huh, enak saja kau bicara. Namamu Yosiko, agaknya kau orang asing dan tidak tahu siapa Cui Sian! Kaukira gampang membunuh dia? Kau tahu siapa dia? Dia adalah puteri tunggal dari Raja Pedang, tahukah engkau?"
Yosiko mengangguk dingin. "Tentu saja aku tahu. Kalau tidak tahu bahwa dia lihai, tentu tadi aku sudah muncul dan kubunuh dia. Karena dia lihai itulah, maka aku mengajak kau bersekutu, mari kita berdua mengeroyok dan membunuhnya.
"Hemmm, tidak segampang menggoyang lidah, Yosiko. Eh, nanti dulu, kau ini siapakah dan mengapa tiada hujan tiada angin begini benci kepada Cui Sian? Kalau kau tidak ceritakan persoalanmu lebih dulu, aku tidak sudi bicara lebih lanjut denganmu." Siu Bi memandang curiga."
Yosiko kembali menarik napas panjang. "Baiklah, dan terserah kepadamu apakah kau suka berteman denganku atau tidak setelah kau mendengar keadaanku. Seorang sahabat tidak perlu pura-pura. Aku bernama Yosiko dan aku adalah Hek-san-pangcu, ketua dari bajak laut Kipas Hitam!" la berhenti sebentar untuk melihat reaksi pada wajah cantik itu. Akan tetapi karena Siu Bi tidak pernah mendengar tentang bajak-bajak laut, hanya ayem saja mendengarkan.
"Semenjak kecil aku dan ibu selalu bercita-cita agar aku mendapatkan jodoh seorang pendekar yang tinggi ilmu silatnya, yang tidak saja dapat menangkan aku, akan tetapi bahkan dapat mengalahkan ibu!"
"Baik sekali," Siu Bi segera memberi komentar, "Swan Bu juga tiga kali lebih lihai daripada aku! Akan tetapi bagiku, andaikata Swan Bu tidak lebih lihai daripada aku, aku pun tetap akan cinta padanya!"
"Uh, salah besar! Aku tidak tahu tentang cinta, pendeknya, calon jodohku sudah cukup kalau kepandaiannya jauh melebihi aku!"
Siu Bi mengangkat pundak, tidak peduli. "Lalu bagaimana? Kepandaianmu tinggi, ini dapat kuketahui ketika kau menangkisku tadi. Adakah pria yang dapat menandingimu?"
"Bukan hanya menandingi!" kata Yosiko, wajahnya berseri. "la malah patut menjadi guruku! Ibu sendiri tidak mampu menangkan dia! la hebat, wah, pendeknya di dunia ini tidak akan ada pria yang dapat mengalahkan dia!"
Siu Bi tersenyum mengejek. Belum tentu, pikirnya. Swan Bu memiliki kepandaian yang luar biasa! "Siapa sih namanya laki-laki pilihanmu itu dan mengapa kau membenci Cui Sian? Apa hubungannya dengan laki-laki pilihanmu itu"
Seketika wajah Yosiko menjadi muram. "Laki-laki itu bernama Yo Wan dan celakanya, dia mencinta Cui Sian."
Terbelalak mata Siu Bi memandang ketika ia mendengar disebutnya nama ini. "Yo Wan kaubilang? Yo Wan.....??" Yo Wan murid Pendekar Buta?"
Kini Yosiko yang menjadi tercengang dan kaget. "Apa? Kau kenal dia?""Kenal dia?" Siu Bi tertawa dan lucu-lah melihat gadis yang matanya masih merah bekas menangis ini tertawa geli. "Aku mengenal Yo Wan? Ah, aku mengenalnya baik sekali! Suatu kebetulan yang amat tak tersangka-sangka, sahabatku! Tahukah kau siapa kekasihku, pemuda buntung yang paling tampan dan gagah di seluruh dunia tadi? Dia adalah putera tunggal Pendekar Buta!"
Untuk kedua kalinya Yosiko tercengang. Sesaat ia memandang Siu Bi dengan bengong, kemudiah ia merangkulnya.
"Kebetulan sekali! Kau mencinta putera Pendekar Buta, dan aku memilih muridnya. Bukankah dengan demikian kau dan aku masih ada hubungan dekat? Sudah sepatutnya kita tolong-menolong, sudah selayaknya kita bersatu. Kita sama-sama membenci Cui Sian yang agaknya menjadi perusak kebahagiaan kita!"
Siu Bi memandang ragu dan Yosiko yang cerdik sekali dapat menduga akan hal ini. Maka cepat-cepat Yosiko memutar otaknya dan berkata, "Kaudengar, Siu Bi adikku yang manis. Kaubantulah aku menghalau Cui Sian ini, dan kalau aku sudah berjodoh dengan Yo Wan, aku dapat membujuknya agar dia mau membantumu mendapatkan kekasihmu tanpa diganggu oleh siapapun juga. Sebagai murid Pendekar Buta, tentu dia akan dapat membujuk suhunya untuk meluluskan puteranya menikah dengan engkau seorang. Bukankah ini kerja sama yang baik sekali namanya?" Yosiko terus membujuk dan karena Siu Bi berwatak sederhana, akhirnya ia kena bujuk juga dan menyanggupi. Menghadapi Yosiko, ia kalah bicara dan memang keduanya memiliki watak yang cocok, maka sebentar saja mereka merasa senasib sependeritaan dan menjadi dua orang sahabat baik.
"Mereka takkan pergi jauh!" kata Yosiko, "Aku tahu bahwa Cui Sian itu hendak membantu pembasmian bajak-bajak laut di daerah Po-hai ini, dan kurasa pekerjaan itu tidaklah mudah, tidaklah dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Kaulihat saja, tentu mereka masih berada di sekitar tempat ini, dan aku tahu kemana harus mencari Cui Sian!"
Mereka bercakap-cakap dan sama sekali mereka tidak tahu bahwa semenjak tadi ada seorang laki-laki yang mengintai, melihat dan mendengarkan percakapan mereka. Mendengar bujukan Yosiko, laki-laki ini menggeleng-geleng kepala dan berkali-kali menarik napas panjang, keningnya berkerut dan tak lama kemudian setelah tahu apa yang menjadi rencana dua orang gadis yang diliputi perasaan dendam itu, dia meninggalkan tempat itu dengan diam-diam. Laki-laki ini bukan lain adalah Yo Wan!
* * * * * *
Apa yang dikatakan Yosiko memang betul, Bun Hui dengan dibantu oleh Tan Hwat Ki dan Bu Cui Kim, memimpin orang-orangnya untuk membasmi bajak-bajak laut yang merajalela di daerah Po-hai. Akan tetapi tidaklah mudah membasmi gerombolan penjahat itu, karena selain jumlah mereka banyak, juga mereka itu rata-rata adalah orang-orang yang pandai berkelahi dan dipimpin oleh orang-orang yang tangguh. Apalagi semenjak digempur oleh pasukan kerajaan ini, para bajak laut lalu siap-siap dan bersatu, bahkan mereka lalu mengangkat ketua Kipas Hitam menjadi pemimpin untuk melakukan perlawanan. Semua gerombolan bajak laut sudah tahu belaka akan kelihaian Hek-san-pangcu (ketua dari Kipas Hitam), Yosiko!
Ketika mendengar penuturan Tan Hwat Ki dan sumoinya tentang Yo Wan, Bun Hui merasa menyesal sekali mengapa orang gagah yang aneh itu tidak mau datang menggabungkan diri untuk bersama-sama membasmi bajak laut. Pemuda bangsawan ini ingin sekali dapat menangkap ketua Kipas Hitam yang tersohor, untuk dibawa sebagai tawanan ke kota raja sehingga dengan jasa itu dia akan dapat mengangkat nama besar ayahnya.
Akan tetapi selama beberapa pekan ini, dia hanya dapat mendengar namanya saja yaitu Hek-san-pangcu yang bernama Yosiko, akan tetapi belum pernah dia melihat orangnya. Hampir dia tidak percaya ketika dua orang muda dari Lu-liang-san itu bercerita bahwa ketua Kipas Hitam adalah seorang gadis peranakan yang cantik.
"Itulah sebabnya mengapa saudara Yo Wan melarang kami berdua menyerang Yosiko," demikian penuturan Tan Hwat Ki. "Saudara Yo Wan adalah murid Pendekar Buta, maka dia termasuk orang dalam dan dia tidak menghendaki kalau di antara keluarga terjadi permusuhan. Memang aneh sekali, kenapa segala hal bisa terjadi secara kebetulan sekali. Siapa kira kepala bajak laut itu adalah saudara misanku sendiri."
Bun Hui mengerutkan keningnya. "Kalau memang begitu, mengapa tidak menginsyafkan gadis itu? Kalau dia dapat diinsyafkan dan anak buahnya tidak melakukan perlawanan, bahkan suka menyerah, bukankah tidak akan terjadi ribut-ribut lagi? Kalau memang dia itu masih cucu Raja Pedang dan suka membubarkan perkumpulan bajak laut, aku bersedia untuk mintakan ampun ke kota raja."
Tan Hwat Ki menggelengkan kepala. "Agaknya sukar. Dia itu, biarpun wanita, lihai bukan main dan juga berwatak liar."
"Biarpun ada hubungan keluarga, kalau dia jahat patut dibasmi!" sambung Bu Cui Kim yang masih merasa cemburu.
Demikianlah, setiap hari masih terus Bun Hui melakukan pengejaran terhadap para bajak lautyang melakukan perlawanan secara sembuhyi-sembunyi, dipimpin oleh Yosiko yang amat licin. Banyak di antara anak buah Bun Hui menjadi korban dan selama ini belum pernah dia berhasil mendapatkan sarang bajak laut itu yang selalu berpindah-pindah.
Kedatangan Tan Cui Sian bersama Kwa Swan Bu menggirangkan hati semua orang. Tan Cui Sian merupakan bantuan yang hebat, karena semua maklum bahwa puteri Raja Pedang ini memiliki kepandaian yang luar biasa. Apalagi setelah Bun Hui dan Tan Hwat Ki diperkenalkan kepada si pemuda buntung yang ternyata adalah putera Pendekar Buta, mereka menjadi girang bukan main. Mereka menjadi terharu sekali menyaksikan lengan yang buntung dari pemuda tampan ini, tetapi karena wajah pemuda itu kelihatan muram dan sedih, mereka pun tidak berani banyak bertanya.
Lebih besar lagi kegembiraan hati Bun Hui ketika mendengar dari Cui Sian bahwa gadis perkasa ini tahu akan sarang Yosiko ketua Kipas Hitam. Malah di bawah pimpinan pendekar wanita ini mereka lalu melakukan penggerebekan, yaitu di dalam gua di mana Cui Sian melihat Yosiko bersama Yo Wan. Semenjak saat ia melihat Yo Wan tinggal bersama Yosiko itu, hati Cui Sian serasa ditusuk-tusuk, penuh cemburu. Akan tetapi dasar seorang wanita pendekar, ia dapat menyembunyikan perasaannya ini dengan baik.
Namun mereka kecewa karena ketika mereka menggeropyok tempat itu, burungnya sudah terbang pergi dari kurungan. Yosiko tidak tampak bayangannya, dan di situ hanya tinggal terdapat bekas-bekas ditinggali orang saja. Dan sewaktu Cui Sian bersama Swan Bu, Bun Hui, Hwat Ki, dan Cui Kim melakukan penggeropyokan di situ, ternyata perkemahan mereka yang hanya dijaga oleh pasukan dari tiga puluh orang lebih, diserbu oleh bajak laut yang jumlahnya dua kali lipat! Belasan orang penjaga tewas dan perkemahan itu dibakar!
Hal ini membuat Bun Hui makin gemas dan pusing. Dan hal ini pula yang membuat Cui Sian terpaksa menunda perjalanannya, karena ia melihat para bajak laut itu tidak boleh dipandang ringan, dan sudah sepatutnya kalau ia membantu Bun Hui. Swan Bu juga tidak keberatan, karena sebagai seorang pendekar, dia pun tidak mungkin dapat melihat saja tanpa membantu usaha Bun Hui yang bertugas memulihkan keamanan dan membasmi bajak-bajak laut yang begitu lihai.
Setelah tinggal di situ beberapa hari lamanya, akhirnya Bun Hui dapat mendengar juga penuturan Swan Bu tentang buntungnya lengannya. Swan Bu segera tertarik kepada Hwat Ki dan Bun Hui yang gagah. Mereka segera menjadi sahabat-sahabat baik dan mulai beranilah mereka saling membuka rahasia hati masing-masing. Akan tetapi betapa terkejut hati Bun Hui ketika mendengar bahwa yang membuntungi lengan Swan Bu adalah The Siu Bi, gadis yang pernah mengacau gedung ayahnya, dan pernah pula mengacau hatinya!
"Ah, kalau begitu betullah kekhawatiran ayah," komentar Bun Hui.
"Ayah telah melihat betapa sakit hati nona Siu Bi itu sungguh-sungguh, sehingga dahulu ayah sengaja menyuruh aku pergi menemui ayahmu untuk menyampaikan peringatan agar berhati-hati. Kiranya ekornya begini hebat....."
Swan Bu tersenyum. "Tidak apa, saudara Bun Hui, dan ini agaknya sudah kehendak Thian. Buktinya, dibuntunginya lenganku oleh Siu Bi, malah menjadi perantara ikatan jodoh antara dia dan aku".
"Heee.....???" Bun Hui kaget bukan main, juga Hwat Ki menjadi bingung. Akan tetapi Swan Bu hanya menarik napas panjang, tidak melanjutkan kata-katanya yang tadi tanpa sengaja terloncat dari bibirnya. "Karena kalian adalah sahabat-sahabat baik dan orang sendiri, kelak tentu akan mendengar juga."
Mereka tidak berani mendesak, hanya Bun Hui diam-diam mencatat di dalam hatinya bahwa Siu Bi bukanlah jodohnya, sungguhpun gadis itu dahulu pernah mengaduk-aduk hatinya dan pernah pula menjadi buah mimpinya setiap malam. Kiranya gadis yang hendak memusuhi Pendekar Buta, dan yang sudah berhasil membuntungi lengan Swan Bu, malah akan menjadi jodoh pemuda ini. Apalagi kalau bukan gila namanya ini?
Bun Hui masih termenung, menggeleng-geleng kepala, berkali-kali bibirnya mengeluarkan bunyi "Tsk-tsk-tsk" kalau dia teringat akan Siu Bi dan Swan Bu. Sukar dipercaya memang. Apakah Siu Bi sudah gila? Ataukah Swan Bu yang tolol? Atau juga barangkali dia yang miring otaknya? Gadis itu dahulu bersumpah untuk memusuhi Pendekar Buta sekeluarga. Kemudian gadis itu berhasil dalam balas dendamnya, membuntungi lengan Swan Bu. Akan tetapi sekarang menurut pengakuan Swan Bu, mereka akan berjodoh, berarti mereka saling mencinta! Adakah yang lebih aneh daripada ini?
Betapapun juga, diam-diam dia iri kepada Swan Bu. Ketika pemuda itu bercenta tentang Siu Bi, wajahnya berseri matanya bersinar-sinar. Ah, alangkah senangnya mencinta dan dicinta. Kalau dia? Masih sunyi!" Ah, dunia memang banyak terjadi hal aneh-aneh.....!" la menghela napas dengan kata-kata agak keras. Bun Hui sedang berada seorang diri di pinggir pantai yang sunyi, merenung dan menyepi karena hatinya kesal. Siang hari itu panas sekali dan seorang diri dia pergi ke pantai, sekalian melihat-lihat dan mengintai. Beberapa hari ini dia jengkel karena para penyelidiknya belum juga dapat mencari tempat sembunyi pimpinan bajak laut.
"Dunia memang aneh....." Sekali lagi dia berkata dan kakinya menumbuk-numbuk pasir.
"Lebih aneh lagi pertemuan ini!" tiba-tiba terdengar suara orang dan Bun Hui kaget sekali, cepat dia menengok dengan tangan meraba gagang pedangnya. Akan tetapi seketika tangannya lemas dan kekhawatirannya lenyap terganti kekaguman. Bukan musuh mengerikan atau bajak laut yang kejam liar yang dihadapi, melainkan seorang gadis yang cantik molek dengan pakaian sutera tipis warna putih berkembang merah, berkibar-kibar ujung pakaian dan rambut hitam halus terkena angin laut! Dewi laut agaknya yang datang hendak menggodanya! Kalau memang dewi laut atau siluman, biarlah dia digoda! Pandang mata Bun Hui lekat dan sukar dialihkan dari lesung pipit yang menghias ujung bibir.
"Bun-ciangkun (Perwira Bun), panglima muda dari Tai-goan, bukan?" Gadis jelita itu menegur dan memperlebar senyumnya sehingga berkilatlah deretan gigi kecil-kecil putih yang membuat pandang mata Bun Hui makin silau. Bun Hui terkejut dan heran sekali. Akan tetapi dia adalah seorang pemuda yang cerdas, dalam beberapa detik saja dia sudah dapat menduga siapa adanya nona yang cantik dan tidak pemalu ini. Maka dia pun cepat-cepat menjura dan berkata,
"Dan kalau tidak salah dugaanku, kau adalah Yosiko, Hek-san-pangcu, bukan?"
Yosiko kembali tersenyum, tapi pandang matanya berkilat. "Tak salah dugaanmu. Agaknya kau cukup cerdik untuk menduga pula apa yang harus kita lakukan setelah kita saling berjumpa di tempat ini. Sudah berpekan-pekan kau memimpin orang-orangmu untuk membasmi aku dan teman-temanku. Sekarang kita kebetulan saling bertemu di sini, berdua saja. Nah, orang she Bun, cabutlah pedangmu dan mari kita selesaikan urusan antara kita."
Aneh sekali. Timbul keraguan dan kesangsian di hati Bun Hui. Padahal, sering kali tadinya dia ingin dapat menangkap ketua bajak laut Kipas Hitam dengan tangannya sendiri, atau membunuhnya dengan pedangnya sendiri. Semestinya dia akan menyambut tantangan ini dengan penuh kegembiraan. Akan tetapi entah bagaimana, bertemu dengan Yosiko, dia terpesona dan tidak tega untuk mengangkat senjata menghadapi nona jelita ini! Apalagi ketika dia teringat akan penuturan Tan Hwat Ki bahwa gadis ini masih terhitung cucu keponakan Raja Pedang sendiri, makin tidak tegalah dia untuk memusuhinya.
"Hayo lekas siapkan senjatamu, mau tunggu apa lagi? Menanti kawan-kawanmu agar dapat mengeroyokku?" Yosiko mengejek dan gadis ini sudah berdiri tegak dengan pedang di tangan kanan dan sabuk sutera putih di tangan kiri, sikapnya gagah menantang, juga amat cantik.
"Hek-san-pangcu, dengarlah dulu omonganku," akhirnya Bun Hui dapat berkata setelah dia menenteramkan jantungnya yang berdebaran keras. "Memang suatu kebetulan yang tak tersangka-sangka aku dapat bertemu denganmu di sini dan memang hal ini sudah kuharapkan selalu. Ketahuilah, setelah aku mendengar siapa adanya ketua Kipas Hitam yang memimpin para bajak, sudah lama sekali keinginanku untuk memerangimu lenyap. Aku mendengar bahwa engkau adalah cucu keponakan locianpwe Tan Beng San, Raja Pedang ketua Thai-san-pai. Setelah kini aku berhadapan denganmu, melihat kau seorang gadis muda yang gagah dan pantas menjadi cucu seorang pendekar sakti seperti Raja Pedang, kuharap kau suka mendengar omonganku dan marilah kita berdamai....."
"Apa? Kau perwira tinggi kerajaan mengajak damai bajak laut? Mengajak damai setelah kau mengobrak-abrik orang-orangku, membunuhi banyak anak buahku?"
"Pangcu...... Nona, ingatlah. Kita masih orang sendiri. Aku amat menghormati keluarga Raja Pedang, dan kau adalah cucunya. Aku merasa sayang sekali melihat kau tersesat. Kembalilah ke jalan benar. Kaububarkan para bajak, menyatakan takluk dan bertobat. Percayalah, aku yang akan menanggung, aku yang akan mintakan ampun agar kau tidak akan dituntut...."
"Huh, siapa minta kasihan darimu? Eh, orang muda she Bun, mengapa kau mendadak sontak begini sayang kepadaku?"
Wajah Bun Hui menjadi merah. Gadis jelita ini selain gagah dan liar, juga lidahnya amat tajam!
"Sudah kukatakan tadi, Nona. Karena kau seorang wanita muda, karena kau masih keluarga Raja Pedang."
"Hemmm, karena kau takut! Karena kau seorang diri, tidak dapat mengandalkan bantuan orang-orangmu, maka kau takut melawan aku! Huh, begini sajakah panglima muda dari Tai-goan?"
Wajah pemuda itu sebentar pucat, sebentar merah. Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya meraba gagang pedang dan dengan sinar mata marah dia mencabut pedangnya. "Hek-san-pangcu, aku seorang laki-laki sejati, mengapa harus takut? Aku tadi bicara dengan kesungguhan hati karena sayang melihat engkau tersesat, seberapa dapat hendak menyadarkanmu. Akan tetapi kalau kau menganggap sikapku itu karena takut, silakan maju!"
Yosiko tersenyum lagi. "Nah, ini baru namanya jantan. Orang she Bun, bersiaplah untuk mampus!" Pedangnya berkelebat diikuti gerakan sabuk suteranya ketika gadis ini menyerang dengan hebat.
Terkejut juga hati Bun Hui. Tak disangkanya gadis ini demikian ganas dan serangannya begitu dahsyat. Cepat dia memutar pedang menangkis sambil meloncat ke samping menghindarkan diri daripada sambaran sabuk sutera yang mendatangkan angin pukulan hebat itu.
"Tranggggg.....!" Sepasang pedang bertemu dan keduanya terhuyung mundur. Akan tetapi tiba-tiba Yosiko terguling dan hanya dengan berjungkir balik saja gadis ini dapat menahan diri tidak jatuh. la terheran-heran. Mungkinkah pemuda she Bun ini begitu kuat sehingga sekali benturan senjata membuat dia terguling hampir jatuh? Diam-diam ia kaget dan juga kagum. Yo Wan sendiri yang pernah ia uji kepandaiannya, tak mungkin sekuat ini!
Di lain pihak, Bun Hui juga terkejut dan heran. la tadi merasa betapa pedangnya terbentur membalik oleh pedang gadis itu dan biarpun dia sudah menghindar, hampir saja ujung sabuk sutera putih itu menyentuh lambungnya. Akan tetapi entah mengapa, tiba-tiba sabuk itu berkibar pergi dan dia merasa ada sambaran hawa panas lewat di samping tubuhnya dan melihat gadis itu hampir jatuh. la maklum bahwa nama besar ketua Kipas Hitam ini bukanlah nama kosong belaka, dan bahwa gadis jelita ini benar-benar lihai, maka dengan hati penuh kekaguman dan penyesalan, dia siap menghadapi serangan lawan.
Dengan hati penasaran Yosiko menerjang maju lagi, kini lebih hebat. Pedangnya diputar di atas kepala lalu melayang turun ke arah leher lawan, sedangkan sabuk suteranya meluncur maju menotok ulu hati yang akan mendatangkan maut apabila mengenai sasaran dengan tepat. Kembali Bun Hui menggerakkan pedangnya menangkis, sedangkan tangan kirinya dikebutkan untuk menyambar ujung sabuk yang menyerang dada.
"Tranggg.....!" Kembali keduanya terhuyung dan alangkah kaget hati Yosiko ketika ia merasa tadi betapa sabuknya tiba-tiba hilang kekuatannya dan bahkan membalik ke belakang dan menyerang dirinya sendiri! la membanting tubuh ke belakang dan bergulingan, wajahnya pucat. Hebat pemuda ini! Ilmu siluman apakah yang digunakan pemuda itu sehingga dalam dua gebrakan saja ia hampir celaka, padahal pemuda itu bukannya menyerang, melainkan menghadapi serangannya?
Bukan Yosiko saja yang terheran-heran dan kagum, juga Bun Hui merasa heran sekali. la tadi merasa tangannya kesemutan dan kalau dilanjutkan, tentu serangan ujung sabuk akan mencelakakannya sungguhpun serangan pedang dapat dia tangkis, akan tetapi kembali dia merasa ada angin pukulan menyambar membantunya dan membuat gadis penyerangnya itu terserang sabuk sendiri. la cepat menoleh, akan tetapi tidak melihat apa-apa.
Yosiko kini mengeluarkan sebuah kipas hitam! la benar-benar merasa kagum, akan tetapi di samping kekagumannya ini pun terkandung rasa penasaran. Pemuda bangsawan yang tampan ini tidak kelihatan terlalu sakti, akan tetapi mengapa ia sama sekali tidak berdaya menghadapinya?
Bun Hui sudah mendengar akan jahatnya kipas hitam yang mengandung racun ini, maka dia khawatir sekali. "Nona, aku sungguh-sungguh tidak ingin bertempur mati-matian melawanmu, marilah kita bicara baik-baik!"
"Terima ini!" Yosiko membentak dan sudah melompat maju, pedangnya menyambar, diikuti gerakan kipas yang dikibaskan ke arah Bun Hui. Uap hitam menyambar dan agaknya pemuda itu akan celaka kalau pada saat itu tidak tampak sinar menyilaukan berkelebat dan tahu-tahu Yosiko memekik kesakitan, kipasnya mencelat jauh dan pundaknya terluka ujung pedang Bun Hui. la roboh dan mengerang kesakitan.
Melihat ini, kagetlah Bun Hui. Kini dia merasa yakin, bahwa diam-diam ada orang yang membantunya. Tadi pedangnya bergerak menangkis lagi, akan tetapi entah bagaimana pedangnya itu meleset dan terus menusuk ke arah leher Yosiko, sedangkan sinar yang berkelebat dari belakangnya menghantam kipas. Baiknya dia masih cepat menarik pedangnya sehingga tidak menembus leher yang indah, melainkan menyeleweng; dan melukai pundak.
Mungkin saking kaget, penasaran dan sakit, Yosiko rebah pingsan! Ketika la membuka mata, ia rebah di tanah dan Bun Hui sedang mengobati pundaknya! Bukan main kaget dan herannya hati Yosiko, akah tetapi ia pura-pura masih pingsan. Dari balik bulu matanya yang panjang ia memandang wajah tampan itu yang dengan penuh perhatian memeriksa lukanya dan kemudian mengobatinya dengan obat bubuk yang terasa dingin sekali.
Melihat gadis itu menggerakkan matanya, Bun Hui cepat menyelesaikan pengobatan Hu dan berkata perlahan. "Maaf...... maaf, aku menyesal sekali, bukan maksudku untuk....."
Yosiko sudah melompat bangun. Mukanya merah dan ia memungut pedangnya yang menggeletak di atas tanah. Ketika ia melihat kipas hitamnya yang sudah remuk, ia menendang kipas itu jauh-jauh, lalu menarik napas panjang.
"Maaf, Nona, aku..... aku tidak sengaja."
Yosiko berpaling, dan kembali wajahnya berubah ketika memandang Bun Hui. Pandang matanya masih penuh kekaguman, penuh keheranan, penuh penasaran.
"Kau hebat sekali! Gerakanmu begitu cepat sehingga aku tidak lahu bagaimana caranya kau mengalahkan aku. Agaknya aku kurang hati-hati. Bun-ciangkun, mari kita lanjutkan, aku masih penasaran. Kalau kau dapat mengalahkan aku tanpa menggunakan ilmu siluman itu, aku..... aku bersedia menuruti segala kehendakmu, tanpa syarat!" la tersenyum dan diam-diam Bun Hui morat-marit hatinya.
Senyum dengan lesung pipit itu bukan main manisnya. la juga bingung. la tahu bahwa kepandaiannya hanya dapat mengimbangi gadis ini. Kemenangan-kemenangan aneh yang oleh gadis itu dianggap ilmu siluman tadi adalah kemenangan karena bantuan orang sakti yang dia sendiri tidak tahu siapa adanya.
"Nona Yosiko, sudahlah, aku tidak ingin bertempur denganmu. Aku bahkan minta maaf dan ingin berdamai, kita habisi permusuhan ini....."
"Kalahkan dulu Pedangku! Perlihatkan ilmu silatmu!"
Sambil membentak demikian kembali Yosiko menyerang, kini ia hanya menggunakan pedang saja, tetapi ia mengerahkan seluruh ilmu pedangnya untuk menyerang. Karena ia mendapat kesan bahwa pemuda panglima dari Tai-goan ini memiliki ilmu kesaktian yang hebat, maka timbullah rasa sayangnya dan Yosiko tidak lagi ingin mempergunakan senjata gelap, melainkan hendak menguji dengan ilmu pedangnya.
Melihat gerakan nona ini sungguh-sungguh tentu saja Bun Hui tidak mau tinggal diam. la pun lalu menggerakkan pedangnya dan mainkan ilmu silatnya, yaitu Ilmu Pedang Kun-lun Kiam-hoat yang amat kuat dan lihai. Setelah bergerak beberapa jurus kembali Yosiko menahan pedangnya, meloncat mundur dan berseru,"Pernah aku menyaksikan Ilmu Pedang Kun-lun yang hebat. Apakah kau anak murid Kun-lun-pai?"
Dengan perasaan bangga di hati Bun Hui menjawab tenang, "Ketua Kun-lun-pai adalah kakekku" .
Makin kagumlah hati Yosiko dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu menerjang lagi dengan jurus yang amat berbahaya.
Bun Hui terkejut dan cepat dia mengelak ke kiri. Akan tetapi gulungan sinar pedang lawannya seperti uap menyambanya terus, kini mengancam lambung. Dengan pemutaran pergelangan tangan Bun Hui menangkis. Bunga api berpijar ketika sepasang pedang bertemu, akan tetapi kali ini dengan cerdik sekali Yosiko sengaja mementalkan pedangnya, bukan ditarik ke belakang, melainkan menyeleweng ke depan terus menusuk dada. Inilah gerak tipu yang amat hebat dan tak tersangka-sangka.
Semua ini dibantu dengan langkah-langkah kaki gadis itu yang membuat Bun Hui benar-benar bingung. Jalan satu-satunya hanya menggerakkan pedang membabat kaki lawan yang terdekat, akan tetapi untuk melakukan hal ini dia merasa tidak tega. Pada saat yang berbahaya itu, kembali ada angin menyambar dan..... tubuh Yosiko terhuyung-huyung ke samping, serangan pedangnya kembali menyeleweng.
"Kau gunakan ilmu setan!" bentaknya marah.
Pada saat itu muncullah Siu Bi. Melihat betapa Yosiko bertanding dengan Bun Hui, ia merasa khawatir. Betapapun juga, pemuda putera jenderal di Tai-goan ini pernah bersikap baik sekali kepadanya, dahulu ketika ia menjadi tawanan Jenderal Bun.
"Yosiko, mari pergi! Dia seorang diri di sana, kesempatan baik. Mari!" Yosiko ragu-ragu, akan tetapi mendengar ucapan-ucapan terakhir itu ia segera membalikkan tubuh, lalu lari meninggalkan Bun Hui sambil menoleh dan berkata,"Aku masih belum puas. Lain kali kita lanjutkan!
Bun Hui berdiri bengong. la benar-benar bingung dan kaget melihat nona yang mengajak pergi Yosiko itu. Dia merasa mengenal baik nona itu, nona yang pernah mengobrak-abrik hatinya Siu Bi. Siu Bi bersekutu dengan Kipas Hitam? Ini hebat.
Namun pengalamannya bertanding melawan Yosiko tadi masih meninggalkan ketegangan di hatinya. Apalagi setelah melihat munculnya Siu Bi di samping Yosiko, membuat dia termenung berdiri seperti patung dengan pedang masih di tangan. Dia tidak boleh mengharapkan diri Siu Bi lagi, yang dahulu perhah merampas cintanya. la mendengar pengakuan Swan Bu dan dari mulut pemuda itu sendiri ia tahu bahwa antara Swan Bu dan Siu Bi terjalin kasih sayang yang mendalam.
Kalau Siu Bi mencinta Swan Bu, tentu dia tidak akan mau mengganggunya. Biarlah mereka bahagia dalam cinta kasih mereka. Akan tetapi..... ketika tadi dia berhadapan dengan Yosiko, dia segera merasa bahwa gadis peranakan Jepang, gadis liar ketua bajak laut inilah yang menggantikan Siu Bi di hatinya. la jatuh cinta kepada Yosiko! Bun Hui dapat mengetahui hal ini dengan cepat, karena sebagai putera bangsawan yang terkenal, tampan dan gagah, tentu saja sudah banyak dia bertemu dengan gadis-gadis kota, puteri-puteri bangsawan yang cantik dan yang oleh orang tuanya maupun handai-taulannya seakan-akan ditawarkan kepadanya untuk menjadi jodohnya. Banyak sudah dia bertemu dengan gadis-gadis cantik, akan tetapi tidak pernah dia merasa seperti ketika dia berhadapan dengan Siu Bi dahulu, atau ketika dia berurusan dengan Yosiko tadi! Bukan hanya kecantikan kedua orang gadis itu agaknya yang mengguncangkan jantungnya dan membetot semangatnya, melainkan sikap mereka, agaknya karena keduanya sama lincah, sama liar, dan sama aneh!
Bun Hui menarik napas panjang, bingung memikirkan keadaan hatinya sendiri. Mengapa dia selalu jatuh cinta kepada wanita yang sebenarnya menjadi musuh! Ayahnya tentu takkan setuju. Dan bagaimana dia dapat berjodoh dengan seorang seperti Yosiko? la tahu bahwa hal ini amatlah tidak mungkin, akan tetapi dia tidak dapat menyangkal perasaan hatinya yang benar-benar tertarik sekali oleh lesung pipit di sebelah pipi Yosiko tadi. Dengan murung Bun Hui meninggalkan tempat itu, sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi ada bayangan orang yang kini berkelebat mengejar ke arah larinya Yosiko dan Siu Bi. Bayangan orang yang tadi secara rahasia telah membantunya mengalahkan Yosiko dengan mudah.
Apa kata gadis tadi? "Kalau dapat mengalahkan aku, aku bersedia menuruti segala kehendakmu tanpa syarat!" Ucapan Yosiko ini berdengung-dengung dalam telinga Bun Hui ketika dia berjalan kembali ke perkemahannya. la kembali dalam keadaan jauh berbeda daripada tadi ketika berangkat. la telah menjadi seorang Bun Hui yang lain, seorang pemuda yang linglung terombang-ambing gelora asmara!
Bayangan yang dengan gesit bagaikan setan tadi membantu Bun Hui dan kini melesat secepat terbang mengejar Yosiko dan Siu Bi, kemudian mengikuti dua orang gadis itu secara diam-diam. Ia bukan lain adalah Jaka Lola! Yo Wan selalu mengikuti Yosiko dan karenanya dia tahu akan grak-gerik gadis ini. la tahu pula, bahwa Yosiko dan Siu Bi bersekutu untuk mencelakai Cui Sian! Dan ia menjadi saksi pula akan adegan-adegan aneh dari dua orang muda itu tadi, melihat betapa dengan mesra dan penuh perasaan Bun Hui merawat luka di pundak Yosiko. Dia sengaja membantu Bun Hui karena dia tahu bahwa tanpa dia bantu, biarpun ilmu kepandaian Bun Hui belum tentu kalah oleh Yosiko, namun gadis yang amat Uncah itu mungkin merobohkan Bun Hui dengah senjata rahasianya.
Ketika Yo Wan melihat Siu Bi muncul memanggil Yosiko kemudian dua orang gadis itu berlari cepat, hatinya menjadi khawatir sekali. Dan kekhawatirannya terbukti karena tak lama kemudian dia melihat Cui Sian sedang bertempur mati-matian dikeroyok belasan orang bajak laut anak buah Yosiko! Kiranya Siu Bi memanggil Yosiko untuk melaksanakan kehendak mereka, yaitu mengeroyok dan membunuh Cui Sian.
Seperti juga Bun Hui, siang hari itu Cui Sian berada seorang diri di pinggir laut. la termenung-menung memikirkan Yo Wan, Semenjak ia melihat Yo Wan berada di dalam gua bersama Yosiko, hatinya terasa sakit sekali. la ingin marah, ingin membunuh wanita itu dan juga ingin menantang Yo Wan untuk mengadu kepandaian, ia penasaran dan merasa terhina. Bukankah Yo Wan terang-terangan menyatakan perasaannya ketika perjumpaan mereka dahulu? Kiranya Yo Wan hanya seorang pemuda yang gila perempuan, seorang hidung belang yang menjemukan.
Selagi ia termenung, mukanya sebentar merah sebentar pucat, tiba-tiba ia tersentak kaget dan cepat ia mengelak. Sebatang anak panah menyambar di atas kepalanya, lenyap ke dalam pohon-pohon. Cui Sian cepat mencabut pedangnya dan bermunculanlah lima belas orang laki-laki, dipimpin oleh seorang gadis yang membuat Cui Sian membelalakkan matanya. Gadis itu adalah Siu Bi!
"Bocah jahat! Kau..... kau bersekutu dengan bajak-bajak ini.....?" tegurnya, terheran-heran dan kemarahannya memuncak. Memang ia tidak suka kepada Siu Bi yang membuat Swan Bu tergila-gila, maka dapat dibayangkan kebenciannya melihat Siu Bi muncul bersama para bajak itu.
Akan tetapi Siu Bi tidak mempedulikannya, malah memberi aba-aba, "Kurung dia, jangan boleh lolos!" la sendiri lalu melarikan diri untuk pergi mencari Yosiko!
Demikianlah, dengan kemarahan meluap-luap Cui Sian memutar pedangnya menghadapi pengeroyokan belasan orang itu. Dalam waktu beberapa menit saja pedangnya sudah merobohkan empat orang pengeroyok, sedangkan yang lainnya hanya berani mengurungnya dari jarak yang tidak terlampau dekat. Namun pengurungan mereka ketat, tidak memberi kesempatan gadis ini keluar dari kepungan.
Cui Sian adalah puteri tunggal Raja Pedang. Ilmu silatnya tinggi, akan tetapi sebagai puteri pendekar sakti yang namanya dipuji-puji di mana-mana, tentu saja sifatnya tidaklah ganas. Ilmu pedangnya bersih, mengandung daya Im dan Yang, tidak gentar menghadapi kepungan. Namun, sudah menjadi sifat ilmu pedang keturunan Raja Pedang, selalu menitik-beratkan kepada serangan balasan, yaitu apabila diserang barulah timbul keampuhannya untuk merobohkan si penyerangnya. Oleh karena sifat ini pula, agaknya Cui Sian merasa segan untuk menyerang para bajak laut yang ia anggap bukan lawan sebanding itu.
Ia hanya menanti dan empat orang yang roboh tadi pun adalah karena mereka dengan ganas menyerangnya, maka akibatnya hebat pula. Kini karena para pengeroyoknya hanya mengepung dari jarak agak jauh, Cui Sian hanya berdiri tegak saja. Baru setelah para bajak menerjang maju dari segenap penjuru, ia mainkan pedangnya dan kembali dua orang roboh mandi darah!
Kedatangan Yosiko dan Siu Bi menggembirakan para bajak yang sudah mulai menjadi gentar. Yosiko berseru keras dalam bahasa Jepang, memberi perintah agar anak buahnya siap mengepung dari jarak jauh dengan anak panah disiapkan, memberi kesempatan kepada dia untuk menangkap musuh. Para bajak mundur sambil menyeret enam mayat temannya.
Yosiko dan Siu Bi dengan pedang terhunus sudah melompat maju menghadapi Cui Sian. Gadis dari Thai-san ini menjadi merah mukanya. Dengan pedang menuding ke depan ia memaki, "Sungguh kebetulan Sekali! Memang besar keinginanku membasmi kalian berdua perempuan yang tak tahu malu!"
"Sombong!" bentak Yosiko. "Kaukah yang bernama Cui Sian? Hemmm, kematian sudah di depan mata masih berani berlagak!" Setelah berkata demikian Yosiko menggerakkan pedang dan meloloskan sabuk suteranya. Siu Bi juga sudah melangkah maju dengan sikap mengancam. la membenci Cui Sian yang dianggapnya hendak menjauhkan Swan Bu dari padanya.
Hebat penyerangan Yosiko dan Siu Bi, terdorong oleh kebencian hati mereka. Namun, makin kuat ia diserang, makin kuatlah pertahanan Cui Sian. Liong-cu-kiam di tangannya laksana halilintar menggulung-gulung dan gerak Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut dimainkan dengan indahnya seakan-akan ia menjadi seorang dewi yang menari-nari. Dengan gaya permainannya yang ampuh ini ia sama sekali tidak memberi kesempatan kepada senjata lawan untuk dapat mendekatinya.
Betapapun juga, ketika Cui Sian menyaksikan gerakan pedang Yosiko mainkan jurus-jurus yang serupa, yaitu jurus-jurus campuran dari Sian-li Kiam-sut, tergeraklah hatinya. Teringat ia akan penuturan Tan Hwat Ki, bahwa gadis ini adalah puteri Tan Loan Ki yang masih terhitung saudara misannya sendiri, masih sedarah!
Teringat ia akan penuturan orang tuanya tentang paman tua (uwaknya) Tan Beng Kui, yaitu ayah Tan Loan Ki atau kakek gadis ini! Dengan bentakan keras ia menangkis, sehingga terpentallah pedang kedua orang lawannya, kemudian ia meloncat mundur.
"Tahan dulu!"
"Mau bicara apa lagi?" bentak Yosiko.
"Yosiko, bukankah kau ini puteri enci Tan Loan Ki? Tahukah engkau bahwa aku masih bibimu sendiri? Dan kau, Siu Bi, kau sudah berjanji hendak menanti Swan Bu. Beginikah kesetiaanmu kepadanya?"
"Bibi macam apa engkau ini! Aku tidak peduli, kau adalah musuh Kipas Hitam!" balas Yosiko.
"Tan Cui Sian, kaulah yang memisahkan Swan Bu dari sampingku!" bantah Siu Bi.
"Ah, dua bocah liar! Kalian jahat....."
"Cukup! Apa kau takut menghadapi kami?" ejek Yosiko.
"Hemmm, boleh ditambah sepuluh Orang lagi macam kalian aku takkan mundur. Aku hanya mengingat bahwa kau masih terhitung keponakanku, dan Siu Bi..... ah, aku ingat Swan Bu maka aku mau bicara!"
"Cerewet!" Yosiko membentak dan menerjang lagi, diikuti Siu Bi. Kembali mereka bertanding dengan seru. Sementara itu, dengan tanda suitan Yosiko sudah mengundang anak buahnya sehingga tempat itu kini terkurung oleh kurang lebih lima puluh orang bajak! Namun mereka tidak ada yang turun tangan sebelum mendapat perintah pemimpin mereka.
"Yosiko! Siu Bi! .Mundur.....!!" Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan orang ini bukan lain adalah Yo Wan! Kagetlah kedua orang gadis itu ketika melihat munculnya Yo Wan.
"Kau?" Yosiko berseru. "Kau..... membelanya?"
"Tentu saja! Yosiko, kenapa kau belum juga mau insyaf? Siu Bi, kenapa kau ikut-ikut?"
"Dia membawa pergi Swan Bu. Dia memisahkan kami.....!" Siu Bi bingung menjawab. Gentar hatinya kalau harus menghadapi Yo Wan, apalagi kalau diingat bahwa Yo Wan yang telah menolongnya sehingga ia tidak terbunuh dahulu oleh Lee Si dan Cui Sian.
Tiba-tiba dua orang pimpinan bajak dengan pedang di tangan menerjang Yo Wan. Serangan ini mendadak sekali, dilakukan dari belakang. Namun dengan gerakan ringan Yo Wan menggeser kaki, tanpa menengok tangannya bergerak ke belakang dan kakinya menendang. Akibat gerakan ini, sebatang pedang terampas! dan dua orang pimpinan bajak itu terlempar oleh tamparan dan tendangannya!
Ributlah para bajak laut. Seorang yang bercambang bauk dan bermata lebar melompat maju dengan golok besar di tangannya, diikuti anak buahnya!
"Bong-twako, jangan serang!" bentak Yosiko.
"Tapi....." bantah si cambang bauk.
"Tidak ada tapi, mundur semua!" bentak Yosiko yang segera memimpin anak buahnya pergi dari situ, diikuti oleh Siu Bi yang beberapa kali memandang ragu ke arah Yo Wan. Dalam waktu sebentar saja tempat itu telah menjadi sunyi kembali setelah Yosiko dan anak buahnya menghilang di balik pohon-pohon besar di hutan tepi pantai. Hanya tinggal Yo Wan dan Cui Sian berdua yang masih berdiri di situ.
"Bagus, akhirnya kita bertemu juga. Nah, kebetulan kau sudah mendapatkan pedang. Lihat seranganku!" Setelah ber-kata demikian, Cui Sian lalu menyerang Yo Wan dengan pedangnya!
Bukan main kagetnya hati Yo Wan. "Eh.....! Bagaimana ini.....?" la cepat mengelak ketika melihat betapa gadis itu tidak main-main, serangannya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan amat berbahaya.
"Tak perlu pura-pura kaget! Kau bersekutu dengan kepala bajak laut Kipas Hitam?" kata Cui Sian marah. "Karena itu kau adalah musuh kami!" Kembali ia menyerang dengan gerakan kilat. Kembali Yo Wan mengelak dan mengelebatkan pedang rampasannya untuk menangkis. la maklum bahwa pedang di tangan Cui Sian adalah sebuah pedang pusaka yang ampuh, sedangkan pedang yang di tangannya hanyalah pedang biasa yang tajam, sekali beradu tentu akan patah. Oleh karena itu, dia sengaja mengerahkan sinkangnya dengan tenaga lemas sehingga ketika terbentur, pedangnya hanya membalik dan tidak menjadi rusak. Hal ini bagi Yo Wan adalah merupakan hal yang amat mudah, dan memang di sini terletak kelihaiannya sehingga jangankan sebuah pedang baja, sedangkan sebatang pedang kayu saja merupakan senjata yang dapat menghadapi pusaka-pusaka ampuh jika berada di tangannya.
Ketika kedua pedang bertemu dan pedang di tangan Yo Wan tidak rusak, diam-diam Cui Sian kaget dan kagum sekali. Sebagai seorang ahli silat tinggi, ia pun dapat menduga bahwa pemuda ini sudah mahir dalam memindahkan tenaga sakti ke dalam benda yang dipegangnya. Hal ini membutuhkan Iweekang yang mendalam dan kiranya hanya orang-orang setingkat ayahnya atau Pendekar Buta saja yang mampu melakukan hal itu!
"Eh, nanti dulu...... Sian-moi (adik Sian)..... sejak kapan aku bersekutu dengan kepala Kipas Hitam?"
"Pembohong pandai berpura-pura..... laki-laki mata keranjang! Jai-hoa-cat (penjahat pemetik bunga)!" Cui Sian menusukkan pedangnya ke arah dada Yo Wan.
Yo Wan begitu kaget mendengar tuduhan ini sehingga dia meloncat ke atas, akan tetapi dia segera menangkis pedang Cui Sian, mengerahkan tenaga dan pedangnya berhasil menindas pedang gadis itu ke bawah. Betapapun Cui Sian mengerahkan tenaga, ia tidak mampu mengangkat pedangnya yang tertindas itu!
"Wah, nanti dulu, Sian-moi! Apa artinya tuduhan jai-hoa-cat dan mata keranjang itu?" Yo Wan bertanya gugup.
"Hemmm, apa kau hendak menyangkal bahwa kau tinggal siang malam berdua saja dengan..... dengan..... ketua Kipas Hitam yang cantik itu?"
Yo Wan menarik napas panjang. Hal ini sudah dia khawatirkan. la melepaskan pedangnya dan berkata,
"Aahhh, kau salah duga, Moi-moi. Kaudengarlah penjelasanku, atau kalau kau tidak percaya lagi kepadaku, boleh kaugunakan pedangmu itu menusuk mampus dadaku, aku takkan melawan lagi!" Cui Sian meragu, memandang tajam, pedangnya tidak bergerak, ia menanti. Dengan tenang Yo Wan lalu menuturkan pengalamannya ketika dia mencari Swan Bu, betapa di tengah jalan dia melihat Tan Hwat Ki dan sumoinya menyerang sarang Kipas Hitam, betapa dia menolong Tan Hwat Ki dan Bu Cui Kim, kemudian dia mengejar Yosiko dan terluka, lalu dirawat oleh gadis yang menjadi kepala Kipas Hitam itu.
"Memang kasihan gadis itu, semenjak kecil terdidik liar. Dia dan ibunya beranggapan bahwa pemuda yang dapat mengalahkan mereka adalah calon jodohnya.....," demikian Yo Wan menutup ceritanya sambil menarik napas panjang. "Akan tetapi aku tentu saja menolaknya..... aku bukan mata keranjang atau jai-hoa-cat....."
Cui Sian tersenyum mengejek, akan tetapi wajahnya sudah ditinggalkan kemuramannya.
"Siapa percaya kau akan menolak seorang gadis yang begitu cantik jelita?"
"Sian-moi.....!!"
"Sudahlah, percaya atau tidak, apa bedanya? Kau suka menjadi jodohnya atau tidak, sebetulnya aku pun tidak peduli. Bukan urusanku, kan?"
Hampir Yo Wan tertawa bergelak menyaksikan sikap ini. Tadi gadis ini menyerangnya hebat, hampir membunuhnya karena cemburu, akan tetapi sekarang setelah menerima penjelasan, mengatakan bahwa ia tidak peduli dan bukan urusannya! Memang aneh sekali watak perempuan, pikirnya.
"Sian-moi....," Yo Wan memegang tangan Cui Sian, yang berkulit halus lunak dan yang tidak ditarik ketika dia pegang, "kuharap kau tidak kehilangan kepercayaanmu kepadaku. Sian-moi, tahukah kau mengapa Yosiko tadi hendak mengeroyok dan membunuhmu? Karena aku secara terus terang menolak usul perjodohannya dan mengatakan bahwa di dunia ini hanya seorang gadis yang kucinta dan kuharapkan menjadi calon jodohku, yaitu gadis yang bernama Tan Cui Sian. Dia menjadi marah dan hendak, membunuhmu, bahkan ibunya juga marah lalu pergi hendak menemui suhu agar suka memaksaku.
Akan tetapi ibunya tidak tahu akan pengakuanku tentang kau, hanya mengira aku menolak begitu saja. Sian-moi, apa pun yang terjadi, siapapun yang akan menggodaku, tak mungkin aku mengubah pendirian hatiku yang sudah teguh bagaikan karang di pantai laut. Lihat, benda inilah yang menjadi saksi akan kesetiaanku kepadamu, Moi-moi!"
Cui Sian tidak mengangkat mukanya, yang sejak tadi menunduk, hanya matanya mengerling kepada benda yang dikeluarkan Yo Wan dari sakunya. Ternyata benda itu adalah sehelai saputangan, saputangannya yang ia berikan kepada pemuda itu ketika Yo Wan menghadapi lawan-lawan sakti, di antaranya Bhok Hwesio. Kepala itu makin menunduk.
"Sian-moi...... percayakah kau kepadaku kini?"
Cui Sian tidak menjawab dengan mulut, akan tetapi dua titik air mata yang terjatuh di tangan Yo Wan ketika kepala itu mengangguk perlahan merupakan jawaban yang cukup meyakinkan.
Sampai beberapa lama keduanya hanya berdiri saling berpegang tangan, tidak ada suara keluar dari mulut mereka, namun hati masing-masing dipenuhi kebahagiaan. Akhirnya, setelah agak terlambat karena selalu menolak para pemuda yang merayunya, Cui Sian mendapatkan juga jodohnya.
Akhirnya Cui Sian juga yang memecahkan kesunyian karena terdorong rasa sungkan dan malu di samping rasa bahagianya. la menarik tangannya, mengangkat muka dan sepasang mata bintang bersinar-sinar menentang wajah Yo Wan, bibirnya tersenyum. Yo Wan membalas dengan pandang mata mesra dan tersenyum pula, senyum dan sinar mata itu cukup mewakili hati, menyampaikan seribu satu macam bahasa yang penuh madu asmara.
"Ah, kita melamun sampai melupakan urusan!" kata Cui Sian, wajahnya menjadi merah sampai ke telinganya. la memasukkan pedangnya dan berkata, "Hatiku masih bingung memikirkan keadaan Swan Bu dan Siu Bi si gadis liar itu. Aku berjumpa dengan mereka sedang berdua, dan agaknya Swan Bu merasa berat untuk berpisah dari Siu Bi. Pada-hal ayah bundanya tentu saja mengharapkan agar Swan Bu dapat mencuci segala kesalahpahaman dan noda akibat fitnah jahat dengan jalan mengawini Lee Si....."
Yo Wan mengangguk-angguk dan menarik napas panjang. "Kita tidak mungkin dapat menyalahkan Swan Bu. Moi-moi, kalau hati sudah menyerah kepada kasih, apalagi yang dapat menjadi halangan? Banyak sudah contoh-contohnya kita dapat petik dari cerita lama. Tentu kau tahu akan riwayat ayahmu sendiri yang diombang-ambingkan oleh asmara, kemudian riwayat suhu yang juga menjadi korban kasih tak sampai. Dan aku maklum benar bahwa pada dasarnya, gadis-gadis seperti Siu Bi dan Yosiko bukanlah jahat. Hanya karena mereka sejak kecil terdidik dalam suasana yang kasar dan liar, mereka menjadi orang yang berwatak liar dan keras pula. Soal Swan Bu dan Siu Bi, biarlah kita urus perlahan-lahan dan kita bicarakan bersama dengan orang-orang tua bagaimana baiknya."
Cui Sian mengangguk-angguk. Dia sendiri sedang diamuk cinta, tentu saja ia dapat merasakan keadaan Siu Bi sehingga rasa bencinya berkurang.
"Akan tetapi bagaimana tentang Yosiko? Biarpun dia itu masih keponakanku sendiri, bagaimana aku bisa membenarkannya kalau dia menjadi ketua gerombolan bajak laut? Apakah kita harus mendiamkannya saja? Kurasa hal ini amat tidak sejalan dengan sikap yang harus diambil orang gagah menghadapi kejahatan. Biarpun keluarga sendiri, kalau jahat, harus ditentang!"
Yo Wan memandang kekasihnya dengan bangga. "Kau seorang pendekar wanita sejati, Moi-moi. Memang seharusnya demikianlah. Akan tetapi, sebelum mengambil jalan kekerasan, marilah kita mencari jalan yang lebih halus dan agaknya aku melihat jalan yang baik sekali untuk mengatasi hal ini. Kalau kita bisa mengaturnya....." la lalu bercerita tentang pertemuan dan pertandingan antara Bun Hui dan Yosiko, menyatakan dugaannya bahwa Bun Hui tertarik dan suka kepada ketua Kipas Hitam yang cantik itu.
Sambil berjalan perlahan kembali ke perkemahan bersama Yo Wan, Cui Sian mendengarkan cerita kekasihnya. Pertemuan antara Yo Wan dan orang-orang gagah di situ amatlah menggembirakan, terutama Swan Bu dan Tan Hwat Ki. Mereka bercakap-cakap sampai jauh malam, akan tetapi tidak sepatah kata pun Yo Wan atau Cui Sian bicara tentang diri Siu Bi.
"Apakah kalian tidak percaya lagi kepadaku?" terdengar Yosiko membentak marah dan meloncat turun dari atas batu yang tadi ia duduki. Di depannya, puluhan bajak laut yang dipimpin oleh empat orang laki-laki tampak bersungut-sungut.
Empat orang ini adalah empat orang kepala bajak yang kini menggabungkan diri dengan Kipas Hitam untuk bersama-sama menghadapi dan melawan pasukan kota raja yang dipimpin Bun Hui dan teman-temannya. Orang pertama adalah si cambang bauk yang bernama Bong Ji Kiu yang berjuluk Kim-bwee-liong (Naga Berekor Emas). Mungkin julukan ini dia dapatkan karena dia bersenjatakan sebatang golok besar yang bergagang emas, golok yang terukir dengan gambar naga dan ekornya tiba di gagang yang terbuat dari emas. la tadinya seorang kepala bajak Sungai Kuning dan terkenal akan kelihaian dan kekejamannya.
Tiga orang yang lain adalah kepala-kepala bajak laut yang selama ini mengganas di pantai selatan. Seorang di antara mereka, yang kurus pucat adalah adik kandung Bong Ji Kiu bernama Bong Kwan, sedangkan yang dua lagi adalah teman-teman yang sudah mengangkat saudara. Mereka ini juga bukan orang-orang lemah. Kalau Bong Kwan, seperti kakaknya, pandai pula bermain golok, adalah dua orang temannya yang bernama Tio Khong dan Yauw Leng merupakan ahli-ahli bermain pedang.
Empat orang pimpinan bajak itu, kini menghadapi Yosiko yang kelihatan marah-marah. Mula-mula adalah Bhong Ji Kiu si cambang bauk yang menyatakan rasa tidak puasnya terhadap pimpinan ini karena Yosiko melarang Bong Ji Kiu dan anak buahnya mengeroyok Yo Wan dan Cui Sian.
"Mengapa Pangcu (Ketua) kelihatan memihak musuh? Terang bahwa mereka adalah sahabat-sahabat pimpinan pasukan musuh, kenapa tidak menangkap atau membunuh mereka?" Bong Ji Kiu yang mewakili tiga orang temannya dan juga puluhan orang anak buahnya mengajukan tuntutan ini dengan suara menantang, sehingga Yosiko menjadi marah dan membentak apakah mereka tidak percaya lagi kepadanya.
"Kalau tidak percaya lagi kepada Pangcu, kiranya kita tidak akan berkumpul di sini," jawab Bhong Ji Kiu. "Sayang toanio (nyonya besar) tidak berada di Ssini, kalau ada tentu dapat kami mintai pertimbangan. Hendaknya Pangcu ingat bahwa anak buah Pangcu kini tinggal sedikit, sudah banyak yang tewas, tinggal dua puluh orang lebih saja. Apakah Pangcu tidak merasa sakit hati? Jika tidak ada kami yang membantu dengan orang-orang kami yang semua mendekati seratus orang jumlahnya, bagaimana kita dapat melawan pasukan pemerintah?"
"Hemmm, Bong-twako! Apa perlunya kau bersikap mengancam? Habis, apa yang kalian kehendaki? Apa yang kalian ingin lakukan?"
"Kami hanya menghendaki supaya Pangcu sungguh-sungguh berdaya upaya untuk menghancurkan mereka, bukan melindungi mereka. Buktikan bahwa Pangcu tidak miring hatinya terhadap pimpinan pasukan pemerintah atau kalau tidak demikian, kami terpaksa akan meninggalkan Pangcu dan tidak mau lagi bekerja sama menghadapi musuh."
"Boleh! Kalian boleh tinggalkan aku, aku masih mempunyai anak buah yang setia!" bentak Yosiko marah.
Tiba-tiba Kamatari, jagoan Kipas Hitam, bangsa Jepang yang terkenal dengan samurai Cakar Naga, maju dan memberi hormat kepada Yosiko, sikapnya tenang dan tegas, kata-katanya nyaring.
"Pangcu, terus terang saja kami melihat gejala-gejala tidak baik terhadap diri Pangcu. Agaknya Pangcu memilih musuh menjadi sahabat, bahkan Pangcu hendak memilih jodoh dari golongan musuh. Hal ini mengecewakan hati kami dan kami membenarkan ucapan Bong-twako bahkan kami pun akan berpihak kepadanya kalau terjadi perpecahan."
Pucatlah wajah Yosiko. Baru kali ini semenjak ia kecil, anak buahnya berani mencelanya. Kalau tidak ingat akan jasa-jasa Kamatari, tentu ia sudah turun tangan membunuhnya di saat itu juga. Melihat keadaan Yosiko ini, Siu Bi maju menghampiri dan berkata perlahan,
"Sudahlah, Yosiko, biarkan mereka itu semua pergi. Apa sih enaknya menjadi kepala bajak?"
Ucapan ini membuat para bajak menjadi marah. Mereka sudah berdiri dan sikap mereka mengancam, seakan-akan mereka siap untuk mengeroyok dua orang nona cantik itu. Melihat gelagat tidak baik ini, Yosiko lalu mengangkat tangannya dan berkata nyaring,
"Baiklah, kalian orang-orang tiada guna! Kalian berani menghinaku, berani mengira bahwa Yosiko memihak musuh? Biar kubuktikan bahwa aku tidak takut terhadap musuh. Kamatari, kausampaikan surat tantanganku kepada panglima pasukan musuh. Biar kutantang dia maju dan bertanding satu lawan satu denganku, sampai dia atau aku yang mampus. Selama dia bertanding denganku, karena tidak ada pimpinan, tentu pasukannya juga lengah. Nah, pada saat itu boleh Bong-twako memimpin orang-orangnya mengadakan serbuan besar-besaran. Bagaimana?"
Wajah orang-orang di situ menegang. Kamatari yang diam-diam menaruh rasa sayang kepada Yosiko berkata, "Tapi..... tapi..... bukankah itu berbahaya sekali? Pemimpin mereka, panglima muda itu, kabarnya lihai bukan main."
"Siapa takut dia? Lakukah perintahku, habis perkara!" Yosiko lalu menyuruh anak buahnya menyediakan alat tulis, kemudian dengan huruf-huruf tebal ia menulis surat tantangan yang ditujukan kepada "Panglima muda she Bun" dari Tai-goan! Panglima muda itu ditantang untuk mengadakan "duel" di tepi laut untuk menentukan siapa lebih unggul antara pemimpin bajak laut dan pemimpin pasukan kota raja.
Malam hari yang gelap gulita itu menyembunyikan gerak-gerik Kamatari yang menancapkan surat tantangan itu dengan sebatang anak panah di batang pohon besar yang tumbuh di luar perkemahan pasukan pemerintah. Keesokan harinya, ributlah para pasukan pemerintah ketika melihat surat ini dan cepat-cepat mereka menyampaikan kepada Bun Hui. Bukan main bingungnya hati panglima niuda ini ketika membaca surat tantangan Yosiko. la ingin mencari jalan damai dengan gadis kepala bajak yang telah merebut hatinya itu, siapa kira si gadis malah menantangnya untuk melakukan pertandingan secaia terbuka!
la maklum bahwa gadis itu kepandaiannya tinggi, dan bahwa belum tentu dia dapat menang. Hal ini bukan merupakan hal yang mengecilkan hatinya, akan tetapi dengan adanya surat tantangan ini, habislah jalan untuk dapat mengadakan perdamaian, untuk dapat menginsyafkan Yosiko.
Kalau surat tantangan macam itu tidak dia terima, tentu dia akan menjadi bahan ejekan orang. Kalau dia terima dan mereka bertanding, tentu seorang di antara mereka akan tewas! Selagi Bun Hui kebingungan dan termenung di dalam kamarnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk orang dan ternyata orang ini adalah Yo Wan. Bun Hui cepat mempersilakan pendekar ini dengan ramah.
"Saudara Bun, mengapa bingung memikirkan pertandingan melawan Yosiko?" Ragu? Yo Wan sambil tersenyum. Muka Bun Hui menjadi merah ketika dia menjawab dengan pertanyaan pula.
"Yo-twako bagaimana tahu bahwa aku bingung memikirkan pertandingan itu?"
"Ah, aku tahu semua, saudara Bun. Jangan khawatir, aku mendapat akal agar kau dapat mengalahkan Yosiko dengan mudah seperti yang terjadi kemarin dulu."
Sejenak Bun Hui melongo, kemudian dia tersenyum maklum dan meloncat dari tempat duduknya, memegang tangan Yo Wan. "Wah, kiranya kau yang telah membantuku, Yo-twako? Ah, pantas saja begitu mudah aku mendapat kemenangan! Mengapa kaulakukan itu, Yo-twako?"
"Bun-lote, ada sebabnya mengapa aku membantumu. Seperti juga engkau, aku merasa sayang melihat Yosiko dan tidak ingin melihat dia tersesat lebih jauh. Dia sebetulnya adalah seorang gadis baik, keturunan keluarga Raja Pedang, berdarah pendekar. Sayang dia terdidik dalam lingkungan liar. Oleh karena itu, aku akan merasa girang sekali kalau kau berhasil menundukkan dia, Bun-lote, membujuknya kembali ke jalan benar dan membubarkan anak buahnya. Kauhadapilah dia dan kau akan menang!"
"Tapi..... aku belum yakin bahwa aku akan bisa menang, Yo-twako. Ilmu pedangnya hebat dan karenanya aku tahu bahwa yang menjatuhkannya kemarin dulu bukanlah aku. Tanpa bantuanmu, belum tentu aku menang, atau andaikata dapat mencapai kemenangan juga, kiranya harus melalui pertandingan mati-matian dan seorang di antara kami harus tewas di ujung pedang!" Keperihan hati Bun Hui terbayang pada wajahnya yang tampan dan diam-diam Yo Wan merasa geli. Cinta kasih memang tidak memilih bulu, tidak memandang pangkat, kedudukan, atau pun keadaan orang yang dicinta. Melihat kedudukannya, semestinya Bun Hui menganggap Yosiko sebagai musuh besar yang harus dibasminya, akan tetapi bahkan rintangan berat ini dapat dilalui dengan mudah oleh cinta kasih.
"Bun-lote, kau cinta kepada Yosiko, bukan?"
Ditanya begini langsung Bun Hui rasa seakan-akan diserang tusukan pedang yang langsung menembus jantungnya. Wajahnya menjadi merah sampai ke telinganya, dan dengan gagap dia menjawab, "Aku..... aku tertarik kepadanya....."
"Kau cinta padanya?"
"Aku..... aku suka....."
"..... dan cinta padanya?" Akhirnya Bun Hui mengangguk. "Nah, karena itu kau harus menangkan dia, Lote. Yosiko seorang gadis yang cukup pantas dilindungi. la memang berwatak aneh dan akan tunduk jika kau dapat memenangkannya. Karena itu, kau harus menang."
"Bagaimana caranya? Aku belum tentu dapat....."
"Waktu yang ia tentukan untuk bertanding masih tiga hari lagi. Biarlah aku menurunkan beberapa jurus ilmu pukulan pedang kepadamu. Aku sudah hafal akan ilmu pedang Yosiko, pernah aku bertanding melawan dia dan aku tahu di mana letak kelemahan-kelemahannya. Memang dia pandai, ilmu pedangnya adalah Sian-li Kiam-sut yang sudah tercampur ilmu lain, juga ia pandai Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te. Akan tetapi dengan ilmu pedangmu Kun-lun Kiam-sut, kau tentu dapat menghadapnya dan mempertahankan diri.
Jika kau melihat kesempatan baik, nah, kaugunakan jurus-jurus yang kuajarkan, tentu ia akan roboh. Kau perlihatkan baik-baik, Lote. Kalau kau melihat dia berada dalam kedudukan langkah seperti ini, nah, kau lalu pergunakan jurus ini sebagai pancingan, dan tentu dia akan bergerak begini, maka kau cepat-cepat menekan pedangnya dan menyapu kakinya dengan jurus ini." Sambil bicara Yo Wah memberi contoh gerakan yang diperhatikan baik-baik oleh Bun Hui.
Yo Wan menurunkan lima jurus serangan, disesuaikan dengan keadaan atau posisi yang akan dilakukan Yosiko. Dengan tekun Bun Hui mempelajarinye selama tiga hari sehingga dia hafal betul.
"Kau pasti akan berhasil, Bun-lote. Andaikata tidak, percayalah, aku takkan berada jauh dan akan menggunakan akal lain. Kalau dia sudah mengaku kalah, kaubujuk dia supaya membubarkan anak buahnya dan mengusir mereka dari wilayah ini, kemudian kauajak dia pergi ke Thai-goan menghadap ayahmu untuk kaumintakan ampun. Tentang bagaimana kau membujuk ayahmu supaya mengambilnya sebagai mantu, terserah....." Yo Wan tertawa melihat Bun Hui menjadi merah mukanya.
"Terima kasih, Yo-twako. Baru satu kali aku bertemu denganmu, akan tetapi kau sudah begini baik kepadaku....."
"Bukan satu kali, Bun-lote. Pernah aku mengunjungi gedung ayahmu beberapa bulan yang lalu, mengunjungi tempat tahanan untuk membebaskan adik Siu Bi.
"Ahhh.....!" Bun Hui berseru kagum. "Kiranya kau yang melakukan hal itu, Yo-twako? Kau benar-benar lihai! Akan tetapi..... mengapa kau menolong nona Siu Bi?" Bun Hui mengerutkan kening lalu menyambung, "Kau adalah murid Pendekar Buta, sedangkan nona Siu Bi bermaksud membalas dendam kepada Pendekar Buta sekeluarga, bahkan kini berhasil membuntungi lengan Swan Bu."
Yo Wan menarik napas panjang. "Dia hidup sebatangkara, seperti aku, patut dikasihani. Tentang dendam dan balas membalas itu, ahhh...... bukan salah Siu Bi. la hanya menjadi korbah pendidikan keliru seperti..... Yosiko. Kasihan Siu Bi, dan kasihan Swan Bu....."
Bun Hui mengerti apa yang dimaksudkan Yo Wan, maka keduanya berdiam sejenak, tenggelam dalam keharuan hati masing-masing. Kemudian Bun Hui kembali berlatih jurus-jurus yang dia terima dari Yo Wan sampai Yo Wan merasa puas karena gerakan Bun Hui sudah boleh dibilang cukup memenuhi syarat.
Saat pertandingan antara pimpinan bajak dan pimpinan pasukan pemerintah tiba, seperti yang diajukan dalam surat tantangan Yosiko. Tempatnya di tepi laut, di mana tiga hari yang lalu Bun Hui sudah mengadu ilmu melawan Yosiko.
Pagi hari itu, Bun Hui dengan ditemani Tan Hwat Ki, Kwa Swan Bu, Tan Cui Sian, dan Bu Cui Kim, mendatangi tempat itu dengan langkah kaki tenang. Tentu saja Bun Hui besar hati dan tabah karena di sebelahnya berjalan empat orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, sehingga andaikata terjadi pengeroyokan, dia tidak usah merasa khawatir.
Sesungguhnya, andaikata para bajak laut itu melakukan pertempuran secara terbuka, dia dengan bantuan empat orang muda perkasa ini, apalagi ditambah dengan Yo Wan sudah cukup untuk membasmi para bajak laut. Akan tetapi celakanya, para bajak laut itu tidak pernah meiakukan pertempuran terbuka, melainkan melakukan penyerangan tiba-tiba dan di waktu malam secara diam-diam dan curang! Ini yang menyebabkan sukarnya usaha pembasmian para bajak itu.
Di lain pihak, Yosiko sudah muncul pula dengan pakaian serba putih yang ringkas, sikapnya gagah dan wajahnya cantik sekali, membuat jantung Bun Hui makin berdebar kencang, seakan-akan dia merasa bahwa pertemuannya dengan Yosiko ini bukan pertemuan untuk bertanding, melainkan pertemuan sebagai pengantin! Yosiko diiringkan oleh empat orang pula, yaitu empat orang kepala bajak, sedangkan belasan orang anggota bajak pilihan kelihatan agak jauh di belakang, merupakan pasukan pengawal.
Swan Bu sudah mendengar bahwa Siu Bi berada bersama Yosiko, kini tidak melihat kekasihnya itu muncul bersama Yosiko, dia tidak dapat menahan kesabaran hatinya lagi lalu melangkah maju dan bertanya,
"Kaukah pangcu dari Hek-san-pang?
Aku mendengar bahwa Siu Bi bersamamu. Di mana kau menahan dia? Lekas bebaskan dia dan jangan bawa-bawa dia dalam kejahatanmu!"
Yosiko hanya memandang tajam dan sebelum ia sempat menjawab, dari sebelah kirinya, terdengar Bong Kwan si kepala bajak pucat kurus membentak marah, agaknya menunjukkan wibawa.
"Bocah buntung mengapa banyak mulut? Tutup mulutmu, atau aku akan membuntungi lenganmu yang sebelah lagi!"
Penghinaan yang tak tersangka-sangka ini membuat Yosiko dan pihak Bun Hui terkejut sekali sehingga mereka tak dapat berkata-kata.
Swan Bu dengan muka tenang seperti biasa, akan tetapi sepasang matanya memancarkan api, bertanya,
"Kau siapakah, orang gagah?"
Bong Kwan yang pucat kurus membusungkan dada, karena ucapan Swan Bu yang merendah itu dia anggap sebagai tanda gentar terhadap dirinya. "Aku Bhong Kwan berjuluk Si Ular Terbang!"
"Dengan apa kau hendak membuntungi lenganku yang sebelah ini?" Swan Bu bertanya lagi, wajahnya masih tenang seperti biasa, hanya suaranya agak gemetar, tanda bahwa dia menahan kemarahan yang meluap-luap.
"Dengan apa? Hah, dengan golokku ini!" kembali Bong Kwan menyombong sambil mencabut goloknya.
Inilah agaknya yang dikehendaki Swan Bu. Terdengar ucapannya, "Bersiaplah!" dan tubuhnya berkelebat lenyap, yang tampak hanya gulungan sinar pedang berkelebat bagaikan halilintar menyambar ke depan, ke arah Bong Kwan.
Kejadian ini begitu cepatnya sehingga tidak ada yang dapat mencegah. Bong Kwan sendiri segera menggerakkan goloknya membacok sinar berkeredepan yang menyambarnya itu. Terdengar bunyi Tranggg!" diiringi pekik kesakitan dan ketika semua orang memandang, ternyata Swan Bu sudah melesat kembali dan berdiri seperti biasa, pedangnya masih tergantung di dalam sarung pedang, wajahnya biasa seperti tadi. Akan tetapi di pihak sana, Bong Kwan berkelojotan dan mengerang-erang kesakitan, golok berikut lengan kanannya telah terbabat buntung!
Kejadian ini terjadi amat cepatnya sehingga semua orang melongo dan kaget. Pasukan bajak laut lalu berlarian datang, dan atas perintah Bong Ji Kiu si cambang bauk yang marah sekali melihat adiknya menjadi buntung, mereka menggotong pergi Bong Kwan dari tempat itu. Diam-diam Yosiko kagum bukan main. Ilmu pedang si pemuda buntung kekasih Siu Bi itu hebat bukan main, membuat ia merasa gentar juga. Dia sendiri merasa yakin bahwa dia bukanlah lawan pemuda buntung putera Pendekar Buta yang luar biasa itu, dan bergidiklah ia kalau mengingat betapa Bun Hui didampingi orang-orang yang begitu lihai. Alangkah banyaknya orang lihai di dunia ini dan ia teringat akan ucapan Yo Wan betapa kelirunya kalau ia memilih jodoh orang yang terlihai kepandaiannya. Di dunia ini kiranya sukar dicari orang yang paling pandai, karena tentu ada saja yang melebihinya.
"Ah, tidak keliru Siu Bi memilih!" Ucapan ini tak terasa keluar dari mulut Yosiko. "Kau putera Pendekar Buta yang bernama Swan Bu? Jangan khawatir, Siu Bi tidak ditahan, ia tidak ikut muncul karena takut kepada dia ini!" la menudingkan telunjuknya ke arah Cui Sian sambil mengerling nakal. "Dia galak benar sih! Akan tetapi Siu Bi titip pesan bahwa dia selalu menantimu dengan setia."
Wajah Swan Bu berseri mendengar ini, akan tetapi dia hanya mengangguk, merasa agak malu untuk menjawab.
"He, Bun-ciangkun, kau datang bersama begini banyak orang lihai, apakah kau merasa jerih terhadap aku dan hendak mengandalkan pengeroyokan mereka ini untuk mengalahkan aku?"
"Ihhh, sombongnya!" Cui Sian membentak. "Aku sendiri pun cukup untuk membereskan orang seperti kau ini, masa harus mengeroyok?"
Yosiko tersenyum kepadanya. "Aku bicara dengan Bun-ciangkun, siapa minta kau turut campur? Eh, Bun-ciangkun, bagaimana jawabmu?"
"Mereka hanya menemaniku sebagai saksi," jawab Bun Hui. "Kulihat kau juga membawa teman, apa bedanya?"
"Kalau begitu biar kita suruh mereka menyingkir mundur yang jauh. Aku hanya ingin bicara dan bertanding denganmu, yang lain-lain tak boleh mencampuri!"
Tanpa diminta Cui Sian lalu mengajak Swan Bu, Hwat Ki, dan Cui Kim untuk mengundurkan diri dan berdiri dari jauh, hanya untuk menjaga kalau-kalau musuh mempergunakan tipu curang. Dari tempat mereka berdiri, mereka hanya dapat melihat, akan tetapi tidak dapat mendengar kata-kata mereka berdua. Juga Bong Ji Kiu dan dua orang temannya lalu mengundurkan diri di tempat pasukan anak buah mereka, juga cukup jauh dari tempat pertandingan.
"Nah, sekarang kita hanya berdua bebas untuk bicara. Nona Yosiko, sebetulnya apakah maksudmu mengadakan tantangan seperti ini? Sudah kukatakan dahulu bahwa aku tidak ingin bermusuhan denganmu, malah ingin menawarkan perdamaian."
"Hemmm, pertandingan antara kita tempo hari belum selesai. Sekarang kita selesaikan dengan perjanjian, kalau kau kalah, kau harus menarik pulang pasukanmu dan jangan mengganggu kami lagi."
"Kalau kau yang kalah?"
"Kalau aku yang kalah, aku tetap memegang janjiku lima hari yang lalu, aku menyerah dan menurut segala kehendakmu."
"Nona...., betulkah itu? Kau takkan melanggar janji?"
"Janji lebih berharga daripada nyawa."
Gemetar suara Bun Hui ketika dia berkata, "Nona, kalau Thian mengabulkan dan aku berhasil menangkan engkau, aku hanya minta agar kau membubarkan semua bajak, melarang mereka melakukan perbuatan jahat lagi, kemudian kau ikut bersamaku ke Thai-goan, kuhadapkan ayah, kumintakan ampun..... bagaimana, setujukah engkau?"
Yosiko mengangguk. "Aku sudah berjanji, dan aku menurut segala kehendakmu."
"Bagus! Mari kita mulai, mudah-mudahan aku akan menang," kata Bun Hui gembira. Mereka mencabut pedang masing-masing dan memasang kuda-kuda.
"Akan tetapi kau harus mempergunakan ilmu pedang, jangan menggunakan ilmu sihir seperti dahulu," kata Yosiko sebelum mulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar