Gadis itu tersenyum, kemudian menuangkan isi botol itu, diterima oleh mulutnya yang terbuka sehingga ia dapat minum anggur itu tanpa menyentuh bibir botol dengan bibirnya. Melihat mulut gadis itu terbuka, melihat rongga mulut yang merah sehat, gigi yang putih berkilau dan lidah yang merah jambu, bibir yang basah kemerahan pula, Hay Hay menelan ludah. Seorang gadis yang sehat dan bersih, dan memiliki daya tarik yang amat kuat justeru oleh kesederhanaannya!
"Hemm, engkau terlalu sopan, Nona." katanya setelah gadis itu mengembalikan botol anggur.
Gadis itu tidak menanggapi, melainkan memuji. "Anggurmu sungguh enak."
"Dan ini untuk mencuci dan menyegarkan mulut!" kata Hay Hay, mengeluarkan empat buah pir dan memberikannya kepada gadis itu dua buah. Wajah itu nampak berseri.
"Heii! Engkau seperti tahu saja akan buah kesukaanku!" teriaknya dan ia pun segera makan buah pir yang banyak airnya itu, segar dan manis rasanya, dan memang merupakan pencuci mulut yang segar untuk menghilangkan amis dan dari daging ikan tadi.
Mereka kini makan buah dan duduk berhadapan di atas rumput. Tiba-tiba Hay Hay tertawa, "Sungguh lucu sekali!"
"Apanya yang lucu?"
Gadis itu bertanya heran lalu memandangi tubuhnya, membereskan rambutnya yang agak awut-awutan karena ia mengira dirinya yang nampak lucu.
"Kita sudah menangkap ikan bersama, makan ikan dan minum anggur, kini makan buah bersama, seperti dua orang sahabat karib yang saling mengenal selama bertahun-tahun. Padahal kita baru saja saling jumpa secara kebetulan, bahkan kita belum mengenal nama masing-masing. Apakah kaukira tidak sepatutnya sudah kalau kita saling memperkenalkan nama? Namaku adalah Hay Hay."
"Dan namaku Ling Ling."
"Heii! Nama kita juga mirip, hanya satu suku kata yang diulang. Ling Ling, nama yang indah dan manis sekali, sesuai dengan orangnya!"
Ling Ling adalah Cia Ling, puteri tunggal dari Cia Sun. Seperti telah kita ketahui, Cia Ling atau panggilannya Ling Ling ini meninggalkan tempat tinggal ayahnya di dusun Ciangsi-bun di sebelah selatan kota raja, berkunjung ke Cin-ling-pai. Kemudian ia meninggalkan Cin-ling-pai untuk melanjutkan perjalanannya merantau dan mencari pengalaman sebelum pulang ke rumah orang tuanya. Dalam perjalanannya inilah ia mendengar akan persekutuan para tokoh dunia hitam yang kabarnya bersarang di dataran tinggi Yunan. Ia merasa tertarik. Persekutuan orang jahat itu tentu akan ditentang oleh para pendekar, pikirnya, mengingat akan cerita ayahnya tentang pengalaman ayahnya dahulu ketika masih muda, di mana para pendekar selalu siap untuk menentang gerakan para penjahat di dunia kang-ouw. Inilah kesempatan baik untuk meluaskan pengetahuan, pikirnya. Demikianlah, gadis gagah perkasa ini tanpa ragu lagi lalu melakukan perjalanan menuju ke selatan, ke Yunan. Dan ketika tiba di Telaga Cou, dara perkasa ini tertarik sekali dan menyewa perahu kecil sampai perjumpaannya yang tak disangka-sangka dengan seorang pemuda yang aneh dan menarik hatinya. Gadis ini mengalami cukup banyak godaan dan halangan di sepanjang perjalanannya, namun berkat ilmu silatnya yang tinggi, ia mampu mengatasi semua halangan, bahkan banyak menghajar orang-orang jahat yang berani mengganggunya, baik untuk merampok perbekalannya atau pun untuk mengganggu dirinya sebagai seorang gadis muda yang cukup menarik dan yang melakukan perjalanan sendirian saja.
Kini, mendengar kata-kata Hay Hay yang mengatakan bahwa namanya indah dan manis sekali sesuai dengan orangnya, gadis ini memandang dengan sinar mata tajam penuh selidik, dan sepasang alisnya berkerut sedikit. Namun, suaranya masih terdengar lembut dan sabar ketika ia bertanya.
"Apa maksudmu?"
Ia mulai merasa curiga, mengira bahwa Hay Hay tiada bedanya dengan para lelaki yang pernah dijumpainya di dalam perjalanan yaitu pada akhirnya lelaki-lelaki itu hanya ingin merayunya dan menjatuhkannya!
Akan tetapi Hay Hay tersenyum lebar dan memandang dengan polos. "Apa maksudku? Sudah jelas. Namamu itu, Ling Ling, terdengar merdu seperti nyayian dan indah manis, seperti pemiliknya. Apakah engkau belum tahu bahwa engkau adalah seorang gadis yang amat menarik, sederhana namun manis dan mengandung daya tarik bagaikan besi sembrani, Adik Ling Ling?"
Kalau tadinya Ling Ling sudah siap untuk menegur atau bahkan menghajar pemuda itu andaikata berani kurang ajar, kini gadis itu bimbang. Pemuda ini memang memujinya, bahkan kata-katanya mirip rayuan akan tetapi pandang matanya dan suaranya sama sekali bukan seperti para pria lain yang hendak berkurang ajar kepadanya. Mata itu demikian polos, dan suaranya juga datar saja seolah-olah bicara tentang kecantikannya merupakan hal yang lumrah dan sewajarnya, seperti seorang memuji keindahan setangkai bunga saja! Karena itu, ia pun tidak dapat marah, melainkan mengamati wajah pemuda itu dengan penuh selidik.
"Hemm, baru sekarang ada orang mengatakan bahwa aku manis menarik. Hay-ko (Kakak Hay ), katakan, apanya sih yang manis menarik?"
Senang hati Hay Hay disebut Hay-ko setelah tadi dia menyebut Ling-moi (Adik Ling), terdengar demikian akrab dan mesra, seperti kakak beradik, atau seperti... pacar saja! "Ha-ha, apamu yang menarik, Ling-moi? Entahlah, sukar untuk menentukan. Mungkin matamu yang lembut itu, atau mulutmu yang selalu tersenyum atau juga hidungmu yang cupingnya dapat kembang kempis lucu, atau rambutmu yang hitam panjang awut-awutan itu. Atau kesemuanya ditambah kesederhanaanmu, kelembutanmu, pakaianmu yang sederhana namun bahkan menonjolkan keindahan bentuk tubuhmu, waah, pendeknya engkau manis menarik!"
Kini Ling Ling tertawa. Bukan, bukan perayu kurang ajar yang mempunyai niat buruk, pikirnya. Pemuda ini lain sama sekali daripada para pria lainnya. Pria lainnya yang dijumpai, selalu memandang kepadanya dengan sinar mata yang jelas membayangkan kebangkitan nafsu berahi, senyum-senyum buatan untuk memikat, kata-kata rayuan yang juga isinya penuh dengan daya pikat, mata dan mulut yang jelas mengandung kekurangajaran. Akan tetapi pemuda ini lain sama sekali. Biarpun rayuannya maut, lebih manis dan menyenangkan dibandingkan semua rayuan yang pernah didengarnya, namun sinar mata pemuda ini polos dan bersih dari nafsu, dan tidak ada nampak bayangan keinginan untuk memikat, apalagi kurang ajar. Maka ia pun tertawa.
"Hi-hik, Hay-ko, engkau sungguh seorang perayu besar! Rayuanmu yang maut itu bisa membuat kepala seorang gadis menjadi tujuh keliling dan membuat ia bertekuk lutut dan taluk kepadamu! Apakah engkau seorang laki-laki mata keranjang yang suka merayu wanita?"
Hay Hay menarik napas panjang. "Sudah mejadi nasibku barangkali, sudah suratan takdir bahwa selama hidupku, aku akan dicap sebagai seorang laki-laki mata keranjang! Hampir semua wanita menganggap aku mata keranjang dan perayu besar!"
"Tapi engkau memang perayu besar, Hay-ko. Selama hidupku, belum pernah aku dipuji laki-laki seperti yang kaulakukan tadi!" Ling Ling berkata, akan tetapi sambil tersenyum.
Kembali Hay Hay menarik napas panjang. "Itulah nasibku! Aku sama sekali tidak pernah merayumu, Ling-moi. Aku hanya jujur dan terus terang saja, mengatakan apa adanya. Memang engkau manis menarik, habis aku harus berkata bagaimana?"
"Apakah engkau selalu memuji setiap orang wanita yang kaujumpai?"
"Iya, sebagian besar. Karena bagiku, setiap orang wanita itu seperti juga bunga. Bunga itu bermacam-macam, baik bentuknya maupun warnanya, akan tetapi adakah bunga yang buruk? Semua indah dan semua cantik, dalam coraknya sendiri, memiliki keistimewaan sendiri. Dan aku memandang wanita seperti memandang bunga, aku selalu kagum akan keindahan seorang wanita seperti kagum kepada keindahan bunga. Salahkah kalau aku memuji keindahan itu?"
"Memuji keindahan bunga lalu ingin memetiknya?"
"Ah, tidak! Aku bukan perayu, Ling-moi! Aku suka akan keindahan, bagaimana mungkin aku ingin merusak keindahan itu? Tidak, aku hanya cukup puas dengan memandangnya, mengamati dan mengagumi kecantikannya."
Ling Ling memandang kagum. "Engkau seorang laki-laki yang aneh, terlalu jujur dan tentu banyak mengalami hal-hal yang menyusahkan karena kejujuranmu itu, Hayko."
Tiba-tiba terdengar suara orang, suara yang parau dan kasar, "Heh-heh, kiranya engkau sudah berada di sini, Nona manis!"
Hay Hay masih duduk dan hanya memutar tubuh untuk memandang saja. Akan tetapi Ling Ling sudah meloncat dan bangkit berdiri. Hay Hay memperhatikan tiga orang yang muncul itu. Mereka itu adalah tiga orang laki-laki yang usianya antara empat puluh dan lima puluh tahun. Ketiganya mengenakan pakaian serba putih! Yang dua orang bertubuh tinggi besar dan nampak kokoh kuat, dengan lengan berotot dan sepasang mata yang liar, muka mereka kehitaman, seorang berjenggot panjang dan seorang lagi tanpa jenggot. Orang ke tiga, yang pakaiannya juga putih seperti dua orang terdahulu, lebih tua beberapa tahun, akan tetapi orang ke tiga ini bertubuh pendek gendut seperti bola. Yang membuat Hay Hay terkejut adalah muka orang ini, karena muka ini agak pucat. Hal ini bukan berarti bahwa orang gendut itu berpenyakitan. Kepucatan mukanya berbeda dengan pucatnya orang yang tidak sehat. Hay Hay mengenal orang itu sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi hanya dengan melihat mukanya. Dia pernah mendengar dari para gurunya bahwa di dunia kang-ouw banyak terdapat ilmu sesat di antaranya latihan hawa sakti yang dapat membuat wajah orang itu menjadi pucat, akan tetapi semakin pucat wajahnya, semakin kuat sin-kang sesat yang dilatihnya.
Dugaan Hay Hay ini memang tepat. Tiga orang itu adalah anggauta perkumpulan Kui-kok-pang (Perkumpulan Lembah Iblis), sebuah perkumpulan di Lembah Iblis yang berada di lereng Gunung Hong-san. Perkumpulan Kui-kok-pang ini dipimpin oleh ketuanya yang bernama Kim San, seorang yang berilmu tinggi dan mukanya sepucat mayat. Seperti juga ketuanya, semua anggauta Kui-kok-pang mengenakan pakaian serba putih, dan ketinggian tingkat mereka dapat dilihat dari keadaan muka mereka. Yang iebih pucat berarti lebih tinggi kedudukannya dan ilmu kepandaiannya. Dua orang tinggi besar yang mukanya kehitaman, dengan kepucatan yang hampir tidak nampak karena kulit muka yang hitam, menunjukkan bahwa mereka berdua adalah anggauta-anggauta biasa saja yang masih rendah tingkatnya, dan mereka lebih mengandalkan tenaga otot daripada tenaga sakti. Akan tetapi orang ke tiga, yang bertubuh pendek gendut seperti bola, mukanya pucat dan ini menunjukkan bahwa tingkatnya lebih tinggi daripada kedua orang temannya yang bermuka hitam.
Ketika mendengar teguran parau dan kasar tadi, Ling Ling cepat menengok. Ketika melihat dua orang laki-laki tinggi besar yang mukanya kehitaman, seketika wajah Ling Ling berubah merah dan ia pun meloncat bangun, berdiri sambil bertolak pinggang, sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi ketika memandang kepada mereka.
"Hemm, kiranya kalian anjing-anjing hitam yang kurang ajar itu berani muncul kembali! Apakah kalian masih belum jera dan minta dihajar lagi?" kata Ling Ling.
Dua orang laki-laki muka hitam itu saling pandang, kemudian mereka menoleh kepada laki-laki perut gendut sambil berkata. "Nah, engkau dengar sendiri, Suheng! Ia memang seorang gadis yang sombong dan memandang rendah kepada kita!" kata Si Hitam yang berjenggot kambing.
Si Pendek perut gendut melangkah maju menghadapi Ling Ling. Sejenak dia tidak bicara apa pun, hanya mengamati wajah gadis itu dengan sinar mata mencorong, kemudian dia berkata, suaranya kecil seperti suara tikus terpencet, sehingga terdengar lucu dan berlawanan dengan tubuhnya yang gendut.
"Nona, agaknya engkau tidak tahu, bahwa kami adalah orang-orang Kui-kok-pang! Agaknya Nona baru saja memasuki dunia kang-ouw, seperti burung yang baru belajar terbang sehingga tidak mengenal kami. Oleh karena itu, kalau Nona mau bersikap manis dan minta maaf, kami pun akan menyudahi urusan ini dan menganggap bahwa Nona masih kanak-kanak yang tidak tahu akan kebesaran Kui-kok-pang."
Mendengar disebutnya nama Kui-kok-pang, diam-diam Hay Hay terkejut karena dia sudah mendengar akan nama besar perkumpulan itu. Akan tetapi dia harus tahu dulu akan duduk perkaranya sebelum berpihak, maka sebelum Ling Ling yang bersikap tenang namun marah itu menjawab, dia sudah mendahului.
"Ling-moi, apakah yang telah terjadi antara engkau dengan dua orang saudara dari Kui-kok-pang ini?"
Ling Ling yang sudah siap menjawab kata-kata Si Gendut pendek itu dengan kata-kata keras, mendengar pertanyaan Hay Hay, lalu menoleh kepada pemuda itu.
"Hay-ko, aku tidak tahu apakah dua orang jahanam ini anggauta Perkumpulan Lembah Iblis, atau perkumpulan apa, akan tetapi kemarin sore, ketika aku memasuki kota, di tengah perjalanan di luar kota itu, mereka menghadangku dan bersikap kurang ajar, hendak mengganggu aku. Tentu saja aku menghajar mereka sampai mereka lari tunggang-langgang seperti dua ekor anjing dipukul. Dan sekarang, mereka muncul lagi bersama seekor anjing gemuk lainnya yang agaknya hendak menggonggong lebih keras daripada mereka."
Hay Hay menahan senyum karena geli hatinya. Kini dia tahu bahwa dua orang Kui-kok-pang yang bertubuh tinggi besar itu, seperti kebanyakan pria yang kasar dan kurang ajar, kemarin mencoba mengganggu Ling Ling yang dianggapnya seorang gadis cantik yang lemah. Mereka tertumbuk batu karang dan dihajar,dan kini mereka datang dengan seorang kawan mereka yang mereka sebut suheng, tentu untuk membalas dendam kepada gadis itu. Hay Hay maklum bahwa kalau dibiarkan saja, tentu Ling Ling akan berkelahi melawan tiga orang Kui-kok-pang itu, maka dia lalu menghadapi laki-laki pendek gendut, menjura dan berkata dengan ramah.
"Sobat, kalau adikku ini telah kesalahan tangan terhadap dua orang saudaramu ini, biarlah aku yang memintakan maaf, harap urusan ini dihabiskan sampai di sini saja."
Si Pendek Gendut itu memandang sejenak kepada Hay Hay, lalu dengan alis berkerut dia pun berkata, nada suaranya penuh ketinggian hati.
"Orang muda, aku tidak tahu siapa engkau dan mengapa pula engkau mencampuri urusan kami. Nona ini yang telah menghina orang-orang kami, maka ialah yang harus minta maaf sendiri dan membuktikan penyesalannya dengan menghibur kami selama sehari semalam. Baru kami mau sudah. Kalau tidak begitu, biar ada seribu orang yang memintakan maaf, kami tidak akan mau menerimanya."
Sikap Si Pendek Gendut itu demikian sombong dan Ling Ling sudah menjadi semakin marah saja. "Hay-ko, jangan mencampuri urusan ini. Biar kuhajar manusia busuk ini!" bentak Ling Ling dan sekali meloncat ia sudah berhadapan dengan Si Pendek Gendut itu. "He, babi gendut, jangan engkau membuka mulut sembarangan saja kalau tidak ingin aku menghancurkan mulutmu yang busuk!"
Muka yang pucat itu mendadak menjadi merah sekali, akan tetapi segera menjadi pucat kembali, dan sepasang mata yang sipit dari Si Pendek Gendut itu seperti mengeluarkan sinar berapi. Mendengar makian gadis itu, dia marah sekali. Tadinya dia mengira bahwa setelah mendengar nama besar Kui-kok-pang, gadis itu akan menjadi ketakutan dan menyerah. Tak tahunya gadis itu malah memakinya babi gendut! Padahal dia adalah seorang tokoh Kui-kok-pang tingkat tiga yang ditakuti orang karena ilmu kepandaiannya sudah tinggi. Di bawah Ketua Kui-kok-pang, hanya ada tiga orang yang bertingkat dua sebagai pembantu-pembantu utama ketua, dan hanya ada lima orang, termasuk dia, yang menduduki tingkat ketiga sebagai orang-orang yang dipercaya ketua dan sering bertindak sebagai utusan atau wakil ketua. Dan kini, gadis manis ini berani menghinanya setelah dia tertarik dan ingin memiliki gadis ini untuk menghibur hatinya.
"Bocah sombong, berani engkau menghina tuanmu? Agaknya engkau sudah bosan hidup!" Nafsu berahinya yang tadi timbul setelah dua orang anak buahnya membawanya menemui gadis yang pernah menghajar mereka itu, kini lenyap sama sekali oleh penghinaan yang dilontarkan Ling Ling, berubah menjadi kemarahan dan kebencian yang berbau darah dan maut. Begitu kata-katanya berhenti, tubuhnya sudah menerjang dengan dahsyatnya ke depan, kedua tangannya membentuk cakar dan menyerang dengan cakaran dan cengkeraman seperti seekor biruang marah. Dari kerongkongannya juga keluar gerengan seperti binatang buas. Akan tetapi, dari kedua tangan yang membentuk cakar itu, menyambar hawa yang amat kuat, didahului uap putih dan bau yang amis seperti darah!
Melihat serangan ini, terkejutlah Hay Hay karena dia mengenal serangan ilmu pukulan yang mengandung racun dan amat jahat, ciri khas pukulan yang biasa dipergunakan para tokoh golongan hitam. Hampir dia berteriak memperingatkan Ling Ling, bahkan semua urat syaraf di tubuhnya sudah menegang karena dia pun siap untuk melindungi gadis itu dari serangan dahsyat lawannya, kalau saja dia tidak melihat gerakan Ling Ling yang membuat dia terbelalak. Dengan amat mudahnya, ringan dan bagaikan bulu tertiup angin, gadis itu menggerakkan kakinya dan terkaman yang dahsyat itu dapat dihindarkan dengan amat mudahnya! Yang membuat Hay Hay terbelalak heran bukan karena melihat kelihaian Ling Ling. Sudah banyak dia bertemu gadis yang berilmu tinggi, maka dia tidak akan heran melihat munculnya gadis-gadis lihai lainnya lagi. Akan tetapi dia terbelalak heran karena dia mengenal gerak langkah kaki yang dipergunakan Ling Ling untuk menghindarkan diri dari serangan dahsyat Si Pendek Gendut tadi. Itulah Ilmu Langkah Ajaib Jiauw-pouw-poan-soan! Tak salah lagi, walaupun belum sempurna benar, namun mudah dikenal langkah-langkah rahasia itu! Padahal, ilmu langkah ajaib itu adalah ciptaan gurunya See-thian Lama atau juga yang disebut Go-bi San-jin! Bagaimana gadis itu mampu memainkan langkah ajaib itu?
Dan kini lenyapnya kekhawatiran dari hati Hay Hay. Bukan saja gadis itu pandai ilmu Jiauw-pouw-poan-soan yang akan membuat gadis itu pandai menyelamatkan diri dari serangan yang betapa hebat pun, juga gadis itu memiliki gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang demikian hebat. Dan ketika gadis itu membalas dengan tamparan-tamparan kedua tangannya yang mengeluarkan angin keras mencicit tanda bahwa telapak tangan itu mengandung tenaga sakti yang amat kuat, Hay Hay menahan seruan kagum. Tadi, ketika gadis itu menangkap ikan dengan dayungnya, dia sudah menduga bahwa Ling Ling adalah seorang gadis yang memiliki kepandaian silat. Akan tetapi, perbuatan menangkap ikan itu mudah saja dan dia tidak mengira bahwa gadis itu ternyata memiliki ilmu silat yang tinggi bahkan dapat memainkan ilmu langkah ajaib Jiauw-pouw-poan-soan!
Kini dia tidak khawatir lagi, bahkan mengkhawatirkan nasib Si Pendek Gendut karena dia pun tahu bahwa Ling Ling jauh lebih lihai dibandingkan lawannya. Si Pendek Cendut juga terkejut ketika melihat tamparan gadis itu mengandung angin pukulan bercuitan mengejutkan. Dia mencoba untuk mengelak, bahkan menangkis untuk kemudian dilanjutkan cengkeraman pada lengan Ling Ling. Akan tetapi, begitu lengannya tersentuh lengan Ling Ling yang mengandung kekuatan Thian-te Sin-kang, tubuh Si Gendut itu terjengkang ke belakang dan di lain saat tubuh itu sudah menggelundung seperti sebuah bola ditendang! Akan tetapi, dia sudah meloncat bangun lagi dengan muka merah dan dia sudah mencabut senjatanya, yaitu sebuah pedang pendek yang berwarna hitam, tanda bahwa pedang itu agaknya sudah sering kali dilumuri racun! Dua orang anggauta Kui-kok-pang yang tinggi besar dan berkulit hitam, ketika melihat betapa suheng mereka dalam beberapa jurus saja sudah terjengkang, segera mencabut golok masing-masing dan mereka pun maju mengepung! Gadis itu dikepung tiga orang lawan yang kesemuanya bersenjata tajam! Namun, Ling Ling berdiri tegak sambil bertolak pinggang dengan kedua tangannya, tenang-tenang saja dan tersenyum, seperti seorang guru melihat tingkah tiga orang anak kecil yang bandel dan nakal! Hay Hay juga memandang dengan tersenyum. Dia masih percaya penuh bahwa gadis itu akan mampu melindungi dirinya. Dengan Jiauw-pouw-poan-soan saja, dia percaya gadis itu akan mampu menghindarkan diri dari kepungan tiga batang senjata tajam itu. Apalagi agaknya gadis itu memiliki lain-lain ilmu yang juga amat hebat.
Dugaan Hay Hay memang tidak meleset. Tingkat kepandaian Si Pendek Gendut bersama dua orang pembantunya itu masih jauh di bawah tingkat Ling Ling yang sejak kecil menerima gemblengan ayah ibunya. Ketika Si Pendek Gendut menyerang dengan pedangnya, dan dua orang pembantunya juga, menerjang dengan golok mereka, tiba-tiba saja mereka bertiga itu terkejut karena melihat gadis itu menyelinap dan hanya nampak bayangan berkelebat dan orangnya sudah lenyap. Ketika Si Gendut membalik, gadis itu sudah berada di belakangnya, berdiri dengan santai dan tersenyum manis! Dia membalik, pedangnya membacok lagi dengan golok mereka.
Menghadapi pengeroyokan dengan senjata ini, Ling Ling kembali menyelamatkan diri dengan langkah-langkah anehnya. Tubuhnya bergeser ke kanan kiri, memutar dan dara itu sudah keluar dari kepungan tiga senjata tajam. Melihat betapa di antara tiga orang lawannya, yang paling kuat adalah Si Pendek Gendut, maka ia lalu menyerang dengan totokan jari telunjuk. Cepat sekali jari telunjuknya mencuat dan menotok ke arah pundak Si Gendut Pendek. Totokan ltu cepat bukan main dan tak mungkin dapat dihindarkan oleh lawan. Itulah Ilmu Thiam-hiat-hoat (menotok jalan darah) yang amat ampuh, yaitu It-sin-ci (Satu Jari Sakti). Begitu pundaknya tersentuh telunjuk kiri gadis itu, seketika Si Pendek Gendut merasa betapa tubuhnya lemas kehilangan tenaga. Pedangnya terlepas dan tubuhnya terkulai jatuh. Akan tetapi, begitu tubuhnya rebah dia bergulingan dan tak lama kemudian dapat meloncat bangkit kembali sambil menyambar pedangnya yang tadi terlepas.
Hal ini mengejutkan hati Ling Ling, juga mengherankan hati Hay Hay. Jelaslah bahwa Si Pendek Gendut itu tadi terkena totokan yang lihai dan melihat dia terkulai, hal itu berarti bahwa totokan mengenai sasarannya dengan tepat. Akan tetapi bagaimana mungkin begitu terkulai jatuh, Si Pendek Gendut itu dapat meloncat bangun kembali setelah bergulingan?
Baik Hay Hay maupun Ling Ling tidak tahu bahwa Kui-kok-pang adalah sebuah perkumpulan golongan sesat yang pernah dipimpin oleh orang-orang berilmu tinggi. Beberapa macam ilmu aneh diturunkan oleh para pimpinan itu, dan Si Pendek Gendut itu ternyata telah pula mewarisi sebuah di antara ilmu-ilmu aneh, yaitu yang disebut Ilmu Kekebalan Trenggiling Besi. Ilmu ini adalah semacam ilmu kekebalan terhadap totokan lawan. Biarpun tadinya tubuh telah terpengaruh totokan lihai, asal tubuh itu dapat rebah di atas tanah, maka akan timbul kekuatan sehigga dia dapat bergulingan dan pengaruh totokan itu pun akan membuyar dengan sendirinya!
Kui-kok-pang didirikan oleh sepasang suami isteri yang memiliki kepandaian tinggi sekali. Si Suami berjuluk Kui-kok Lo-mo, dan isterinya Kui-kok Lo-bo, yaitu kakek dan nenek Lembah Kui-kok. Mereka selalu berpakaian putih dan muka kedua orang suami isteri ini pun putih seperti muka mayat, dengan mata mencorong. Ilmu kepandaian suami isteri ini hebat bukan main, dan nama Kui-kok-pang perkumpulan yang mereka dirikan, amat terkenal di dunia persilatan. Akan tetapi, suami isteri ini, di dalam kebesarannya, bernasib sial karena bentrok dengan Raja dan Ratu Iblis, dua orang tokoh yang menjadi datuk terbesar di dunia hitam sehingga Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo tewas di tangan Ratu Iblis yang sakti. Kini yang menjadi Ketua Kui-kok-pang adalah Kim San, seorang murid suami isteri itu yang paling banyak mewarisi ilmu kepandaian mereka. Kui-kok-pang bangkit kembali dan kini menyusun kekuatan dengan bekerja sama di bawah pimpinan Lam-hai Giam-lo.
Seperti para pembantu lain yang bersekutu di dalam gerombolan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo, para tokoh Kui-kok-pang tidak ketinggalan bekerja keras untuk menggembleng anak buah mereka, juga seperti para pembantu lain, berkeliaran mencari teman baru untuk ditarik menjadi anggauta kelompok mereka untuk memperkuat pasukan yang sedang mereka susun. Si Gendut Pendek bersama beberapa orang anak buahnya juga sedang bertugas mencari teman ketika mereka berkeliaran sampai ke daerah Telaga Cao. Dua orang di antara mereka, yang bertubuh tinggi besar, bertemu dengan Ling Ling di tengah jalan yang sepi. Melihat seorang dara muda yang cantik melakukan perjalanan seorang diri, tentu saja menimbulkan nafsu kedua orang anggauta Kui-kok-pang yang sudah biasa melakukan segala jenis kejahatan itu. Mereka bermaksud menggoda, akan tetapi mereka kecelik dan akibat dari godaan itu, mereka berdua dihajar oleh Ling Ling sehingga mereka terpaksa melarikan diri dalam keadaan babak-belur. Mereka lalu mengadu kepada pimpinan mereka, yaitu Si Pendek Gendut. Orang ini adalah seorang laki-laki yang lemah terhadap wanita cantik. Mendengar bahwa dua orang anak buahnya baru saja dihajar oleh seorang gadis cantik, hatinya merasa penasaran dan bersama kedua orang anak buahnya itu, dia pun segera mencari gadis itu dan akhirnya dapat menemukan Ling Ling sedang bercengkerama dengan Hay Hay.
Demikianlah sedikit tentang Kui-kok-pang. Tidak mengherankan kalau Si Pendek Gendut itu mampu membebaskan pengaruh totokan It-sin-ci dari Ling Ling karena kebetulan dia mewarisi satu di antara ilmu-ilmu yang aneh, yang ditinggalkan Kui-kok Lo-mo dan Kui-kok Lo-bo, yaitu Ilmu Kekebalan Trenggiling Besi. Kini Si Gendut telah meloncat bangun dan menyerang lagi, diikuti oleh dua orang pembantunya yang menjadi besar hati melihat betapa suheng mereka tadi, biarpun sempat roboh, dapat bangkit kembali dengan cepat dan agaknya hal ini mengejutkan gadis itu yang memandang dengan mata terbelalak.
Memang kebangkitan Si Gendut yang tidak tersangka-sangka itu agak mengejutkan hati Ling Ling, akan tetapi tidak membuatnya menjadi gugup. Begitu melihat tiga orang itu sudah maju lagi menerjangnya, ia menyelinap di antara bayangan tiga buah senjata tajam itu, menggunakan langkah-langkah ajaibnya, dan setelah membiarkan tiga orang lawannya menyerang sampai empat lima jurus dan ia melihat kesempatan terbuka, tiba-tiba sambil membuat gerakan memutar dalam langkah-langkahnya, ia menyerang secara bertubi-tubi ke arah tiga orang lawan itu dengan jurus-jurus cepat dari Ilmu silat San-in Kun-hoat (Ilmu Silat Awan Gunung), satu di antara ilmu silat Cin-ling-pai yang halus dan hebat. Terdengar teriakan-teriakan ketika tubuh tiga orang itu berturut-turut roboh dan dua batang golok terlepas dari pegangan pemiliknya. Tubuh Si Pendek Gendut untuk kedua kalinya roboh. Kembali dia menggunakan ilmunya Trenggiling Besi, bergulingan dan melompat bangun. Akan tetapi melihat betapa dua orang pembantunya begitu dapat bangun terus melarikan diri dengan terpincang-pincang Si Gendut itu pun agaknya sudah kehabisan nyali dan dia pun tanpa banyak cakap lagi sudah memutar tubuh dan melarikan diri menyusul dua orang anak buahnya!
Hay Hay tertawa dan bertepuk tangan memuji. Dia merasa kagum sekali, bukan hanya karena kelihaian Ling Ling, akan tetapi terutama sekali dia merasa girang dan kagum karena jelas nampak olehnya betapa di dalam perkelahian itu, Ling Ling telah mengalah dan sama sekali tidak pernah menggunakan tangan besi. Kalau saja gadis itu menghendaki, dengan mudah ia akan mampu merobohkan mereka bertiga untuk tidak dapat bangun kembali, tewas atau setidaknya terluka parah. Akan tetapi tidak, gadis itu jelas hanya ingin menundukkan mereka tanpa ingin melukai. Ini saja sudah membuktikan bahwa Ling Ling adalah seorang gadis yang memiliki watak halus, penyabar dan sama sekali tidak kejam. Berbeda dengan banyak pendekar wanita yang ringan tangan dan kadang-kadang ganas terhadap penjahat. Gadis ini seorang pemaaf besar!
"Hebat sekali, Ling-moi! Engkau membuat aku kagum!" kata Hay Hay memuji.
Ling Ling tersenyum. "Apanya sih yang patut dipuji? Biarpun aku belum pernah melihat kepandaianmu, aku berani memastikan bahwa engkau jauh lebih pandai daripada aku, Hay-ko."
"Hemm, darimana engkau dapat memastikan seperti itu, Adikku yang manis?"
"Dari sikapmu, Hay-ko, juga ketika engkau menangkap ikan dengan pancinganmu tadi. Engkau bersikap sederhana hanya untuk menutupi kelihaianmu, Hay-ko."
Hay Hay memandang kagum. "Ling-moi, engkau memang seorang gadis yang luar biasa sekali. Aku masih terheran-heran, darimana engkau mahir memainkan ilmu langkah ajaib Jiauw-pouw-poan-soan itu...?"
Kini Ling Ling memandang penuh selidik. "Nah, tidak keliru dugaanku. Baru melihat engkau sudah dapat mengenal gerakanku. Betapa tajamnya pandang matamu, Hay-ko. Menurut Ayah, karena ilmu itu merupakan ilmu simpanan, jarang atau mungkin tidak ada orang yang mengenalnya, dan engkau begitu melihat gerakanku, segera mengenalnya. Aku mempelajarinya dari Ayah, Hay-ko. Dan bagaimana engkau dapat mengenal ilmu kami itu?"
Akan tetapi Hay Hay tidak menjawab, melainkan memandang dengan mata terbelalak, lalu bertanya lagi, "Apakah nama keluargamu Cia?"
Ling Ling mengangguk heran. Bagaimana pula pemuda ini tahu atau dapat menduga akan nama keluarganya?
"Dan Ayahmu bernama Cia Sun?"
Gadis itu bengong, lalu tersenyum. "Wah, ini namanya sudah keterlaluan, Hay-ko. Engkau membuat aku semakin bingung, heran dan penasaran. Engkau dapat mengetahui segalanya tentang diriku. Apakah engkau menguasai ilmu meramal? Jangan membikin aku bingung keheranan, Hay-ko. Bagaimana engkau dapat menduga demikian tepat?"
"Karena ilmu langkah tadilah, Ling-moi. Ketahuilah bahwa Ayahmu yang bernama Cia Sun itu adalah Suhengku."
"Ahhh...? Bagaimana mungkin? Ayah tidak pernah bercerita bahwa dia mempunyai seorang sute seperti engkau!"
"Memang, dia sendiri pun tidak tahu bahwa aku adalah sutenya."
"Tapi... tapi, guru Ayahku ada dua. Yang seorang adalah kakekku sendiri..."
"Aku tahu, tentu Kakekmu, pendekar sakti yang tinggal di Lembah Naga itu, bukan? Akan tetapi yang kumaksudkan adalah gurunya yang berjuluk See-thian Lama atau Go-bi San-jin...."
"Jadi kalau begitu engkau adalah murid dari Locianpwe itu? Dari Sukong (kakek Guru) Go-bi San-jin?"
"Benar, Ling-moi. Karena itu aku mengenal ilmu langkahmu tadi. Ayahmu adalah murid Suhu Go-bi San-jin, oleh karena itu dia adalah suhengku."
"Dan engkau adalah paman guruku! Ah, Susiok (Paman Guru) harap maafkan aku yang tadi bersikap kurang hormat karena belum mengenal Susiok." Kata Ling Ling sambil menjura dengan hormat kepada pemuda itu.
"Eiiit, jangan begitu, Ling-moi!" kata Hay Hay. Hay Hay cepat membalas penghormatan gadis itu. "Aku lebih senang menjadi kakak dan adik denganmu, seperti sekarang ini. Sebut saja aku Hay-ko seperti tadi, Ling-moi."
"Aku tidak berani, Susiok." kata Ling Ling, sikapnya hormat.
"Aihh, aku mendadak merasa menjadi tua sekali kalau engkau menyebutku paman guru, Ling-moi. Padahal, usiaku baru dua puluh satu tahun lebih!"
Gadis itu menatap wajahnya dan berkata, sikapnya sungguh-sungguh, namun tetap ramah dan halus. "Susiok, satu di antara pelajaran yang kuterima dari Ayah adalah agar aku menghormati orang tua, dan agar aku selalu mengingat akan tatasusila dan sopan santun. Biarpun engkau masih muda, pantas menjadi kakakku, akan tetapi kenyataannya, engkau adalah adik seperguruan dari Ayah. Oleh karena itu maka sudah semestinya dan sepatutnya kalau aku menyebut Susiok kepadamu. Dan harap Susiok jangan menyebut adik kepadaku, karena hal itu tentu akan menjadi bahan tertawaan orang lain."
Hay Hay mengerutkan alis. "Aih, masa bodoh pandangan dan pendapat orang lain. Ling-moi, engkau terlalu memegang peraturan!"
Gadis itu tersenyum, sikapnya tenang dan halus, dan pandang matanya seperti menggurui. "Susiok, apa akan jadinya dengan manusia kalau tidak memegang peraturan? Hidup tidak mungkin dapat bebas dari peraturan, Susiok. Tanpa peraturan, kehidupan akan menjadi bebas dan liar, tanpa batas-batas lagi sehingga takkan ada bedanya dengan kehidupan binatang. Maaf, Susiok, sejak kecil Ayah mengajarkan kepadaku agar mentaati peraturan, karena itulah aku tidak berani melanggar."
Wajah Hay Hay berubah agak merah dan tiba-tiba dia pun tertawa. "Baiklah, Ling Ling. Biar aku sebut namamu begitu saja kalau engkau bertekad menyebut aku Susiok. Ada benarnya memang pendapatmu tadi. Tanpa peraturan, hidup akan menjadi liar dan kacau. Akan tetapi, terlalu memegang peraturan, hidup pun akan menjadi kaku. Di dalam segala hal memang dibutuhkan kebijaksanaan, karena hanya kebijaksanaanlah yang akan dapat membuat kita mempertimbangkan, mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk. Baiklah keponakanku yang manis, sekarang ceritakan kepada Paman Gurumu ini, bagaimana engkau, seorang dara remaja, dapat tiba di tempat ini melakukan perjalanan seorang diri. Dan ceritakan pula keadaan Suheng Cia Sun sekeluarganya yang tidak pernah kutemui itu."
Dengan singkat Ling Ling menceritakan keadaan orang tuanya betapa ayah dan ibunya tinggal di dusun Ciang-sibun di sebelah selatan kota raja, hidup sederhana dan bertani.
"Aku pergi meninggalkan rumah dengan perkenan Ayah dan Ibu, Susiok. Aku ingin meluaskan pengalaman dan juga aku berkunjung ke Cin-ling-pai, karena Ibuku adalah murid ketua yang lama dari Cin-ling-pai dan Ayahku masih keluarga dekat dengan keluarga Cin-ling-pai." Karena urusan di Cin-ling-pai merupakan urusan keluarga, maka Ling Ling tidak bercerita tentang keributan di Cin-ling-pai karena pemunculan Kui Hong, kemudian Hui Lian. Kalau ia menyebut nama kedua orang gadis ini, tentu Hay Hay akan terkejut dan girang karena dia sudah mengenal baik kedua orang gadis itu.
"Setelah bertemu keluarga Cin-ling-pai, aku melanjutkan perjalananku dan di tengah perjalanan inilah aku mendengar akan gerakan persekutuan para tokoh kang-ouw yang dipimpin oleh datuk-datuk sesat dan kabarnya yang diangkat menjadi bengcu adalah seorang datuk sesat berjuluk Lam-hai Giam-lo. Kabarnya, persekutuan golongan hitam ini bermaksud hendak mengadakan pemberontakan. Mendengar berita ini, aku merasa yakin bahwa para pendekar tentu akan menentangnya, Susiok. Karena itulah aku akan bermaksud hendak melakukan penyelidikan di sarang mereka, yaitu di Pegunungan Yunan."
Hay Hay mengangguk-angguk gembira. "Wah, sungguh kebetulan sekali. Aku pun sedang menuju ke sana, Ling Ling. Aku pun mendengar akan gerakan itu, bahkan aku mendengar sendiri langsung dari Menteri Yang Ting Hoo."
Gadis itu terbelalak. "Kaumaksudkan Yang Thai-jin, yang terkenal sebagai seorang menteri yang tiong-sin (setia) itu? Aku mendengar dari Ayah bahwa di kota raja terdapat dua orang menteri setia yang bijaksana, yaitu Menteri Yang Ting Hoo dan Menteri Cang Ku Cing. Jadi Susiok ini.... utusan pribadi Menteri Yang Ting Hoo? Ah, betapa bangga aku mendengarnya!" Gadis itu memandang dengan wajah berseri, bangga bahwa utusan pribadi seorang yang demikian terkenal bijaksana seperti Menteri Yang ternyata adalah susioknya sendiri!
Hay Hay tersenyum dan menggeleng kepalanya, "Memang aku telah bertemu dengan Yang Mulia Menteri Yang Ting Hoo, dan beliau menceritakan semua tentang gerakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo itu, juga beliau minta bantuanku agar aku suka melakukan penyelidikan ke Pegunungan Yunan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa aku menjadi utusan pribadi beliau, Ling Ling. Aku bukan seorang pejabat pemerintah."
"Ah, Susiok terlalu merendahkan diri. Bagaimanapun juga, Susiok pernah bercakap-cakap dengan Yang Mulia Menteri Yang Ting Hoo, bahkan dimintai tolong untuk membantu pemerintah menentang gerakan itu. Hal ini saja sudah luar biasa sekali, dan aku ikut merasa gembira. Susiok, kebetulan sekali kita saling berjumpa di sini dan kita mempunyai tujuan yang sama. Karena itu, dengan gembira aku akan membantu penyelidikanmu, Susiok. Tadinya aku memang meragu dan bingung, apa yang akan kulakukan. Aku belum mengenal tokoh-tokoh pendekar yang mungkin banyak terdapat didaerah Yunan, dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."
"Bagus, kita bekerja sama, Ling Ling. Kulihat kepandaianmu sudah cukup untuk dapat kaupergunakan membela diri, akan tetapi hendaknya engkau berhati-hati, karena menurut keterangan yang kuperoleh, persekutuan itu memiliki banyak sekali tokoh sesat yang amat lihai sebagai anggauta. Dapat dipastikan bahwa kita akan bertemu dengan lawan-lawan tangguh."
"Aku tidak takut, apalagi ada Susiok di sampingku!" kata gadis itu gembira.
Hay Hay tersenyum. Baru sekali ini dia bertemu seorang gadis yang begitu bertemu telah merasa yakin akan kepandaiannya sehingga sukarlah baginya untuk berpura-pura lagi. Gadis ini memiliki watak yang amat lembut, sabar pemaaf dan sama sekali tidak tinggi hati.
"Ling Ling, bagaimana engkau dapat begitu yakin akan kemampuanku?"
"Mudah saja, Susiok. Caramu menangkap ikan, sikapmu yang ramah dan terbuka. Kemudian, ketika aku bertanding melawan tiga orang Kui-kok-pang, Susiok diam saja tidak membantu, berarti bahwa Susiok telah tahu bahwa aku akan keluar sebagai pemenang. Semua itu diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa Susiok adalah sute dari Ayah. Bagaimana aku tidak akan merasa yakin bahwa Susiok memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sekali?"
Hay Hay tertawa. "Ha-ha, sungguh aku beruntung sekali. Tanpa mimpi lebih dulu, tahu-tahu aku menemukan seorang keponakan yang sudah begini besar, merupakan seorang gadis yang cantik manis, lembut dan lihai ilmu silatnya, di samping cerdik bukan main."
"Wah, Susiok memang pandai sekali memuji orang." kata Ling Ling dan mukanya berubah kemerahan, akan tetapi mulutnya tersenyum. Jelas bahwa ia merasa senang sekali dan tanpa disadarinya, memang sejak pertemuan pertama tadi gadis ini telah tertarik dan jatuh.
"Aku memang suka memuji kepada apa yang memang patut dipuji, Ling Ling. Marlah kita melanjutkan perjalanan. Mudah-mudahan saja orang-orang Kui-kok-pang tadi sudah jera dan tidak akan datang mengganggumu lagi. Sebaiknya kita masuk ke kota Wei-ning lebih dulu, untuk makan siang dan membeli makanan kering untuk bekal di perjalanan."
Ling Ling setuju dan mereka pun meninggalkan tepi telaga, memasuki kota Wei-ning. Sama sekali Hay Hay tidak menyangka bahwa yang mengintai dan mengancam mereka bukanlah orang-orang Kui-kok-pang saja, melainkan segerombolan orang yang lebih lihai lagi. Mereka adalah anak buah Lam-hai Giam-lo yang sudah bergabung dengan orang-orang Kui-kok-pang yang juga merupakan rekan mereka, dan di antara mereka itu terdapat orang-orang Pek-lian-kauw, juga Min-san Mo-ko, Ji Sun Bi, dan Sim Ki Liong! Min-san Mo-ko dan Ji Sun Bi merasa jerih ketika melihat bahwa pemuda yang mengalahkan orang-orang Pek-lian-kauw itu bukan lain adalah Hay Hay yang mereka tahu amat lihai itu. Maka, cepat mereka mengundang Sim Ki Liong untuk membantu mereka. Dan kini, pemuda murid Pendekar Sadis itu sudah muncul dan bersama teman-temannya, sudah melakukan pengintaian ketika Hay Hay berjalan bersama seorang gadis yang telah menghajar para anggauta Kui-kok-pang itu memasuki kota Wei-ning.
Sim Ki Liong adalah seorang pemuda yang cerdik sekali. Dari hasil penyelidikan mata-mata yang disebar oleh Lam-hai Giam-lo, dia tahu bahwa kini di daerah Wei-ning banyak berdatangan orang-orang gagah, pendekar-pendekar yang sikapnya mencurigakan. Dia sudah menduga bahwa tentang kemunculan para pendekar ini sedikit banyak ada hubungannya dengan gerakan yang dipimpin Lam-hai Giam-lo, sungguhpun belum ada pendekar yag secara berterang memusuhi mereka. Terutama sekali di kota Wei-ning, dia melihat banyak berkeliaran orang-orang yang dari sikap dan pakaian mereka yang aneh-aneh mudah diduga bahwa mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Oleh karena itu, dia tidak setuju ketika kawan-kawannya bermaksud menyerbu pemuda yang oleh Min-san Mo-ko dikatakan bernama Hay Hay dan katanya amat lihai itu. Apalagi ketika melihat betapa pemuda itu kini bergabung dengan gadis yang menurut laporan para anggauta Kui-kok-pang juga amat lihai.
"Kita tidak boleh turun tangan secara gegabah." katanya kepada Ji Sun Bi dan Min-san Mo-ko. "Bukan aku takut menghadapi mereka berdua. Dengan kekuatan kita sekarang, kiranya kita akan mampu mengalahkan mereka. Akan tetapi harus diingat bahwa di Wei-ning kini terdapat banyak orang aneh yang mungkin saja tidak akan membiarkan kita bergerak. Jangan kita membangunkan macan-macan tidur hanya karena urusan kedua bocah itu. Dan bukankah bengcu kita sudah berpesan bahwa sebaiknya membujuk orang-orang pandai untuk bergabung lebih dulu sebelum turun tangan?"
"Lalu apa yang kita lakukan sekarang, Sim-kongcu?" Sim Ki Liong memang oleh para pembantu Lam-hai Giam-lo disebut kongcu (tuan muda) atau juga tai-hiap (pendekar besar) karena pembawaannya yang halus dan berpakaian rapi seperti seorang pelajar, juga karena semua orang tahu betapa pemuda ini memiliki kepandaian yang amat tinggi.
"Kalian harap bersembunyi saja dan bersiap-siap menanti tanda dariku. Aku akan mencoba untuk menghubungi mereka secara baik-baik. Siapa tahu aku akan berhasil membujuk mereka, atau setidaknya memancing mereka agar keluar kota. Kalau sudah berada di luar kota, di tempat sepi, barulah kita boleh turun tangan terhadap mereka, kalau mereka tidak mau kubujuk untuk bekerja sama."
"Akan tetapi hati-hatilah, Kongcu. Pemuda yang bernama Hay Hay itu memiliki ilmu silat yang amat lihai." Ji Sun Bi memesan.
"Juga hati-hati terhadap ilmu sihirnya. Selain ilmu silat yang lihai, juga kekuatan sihirnya berbahaya sekali." sambung Min-san Mo-ko dan para pendeta Pek-lian-kauw yang sudah merasakan kekuatan sihir pemuda itu, mengangguk membenarkan.
"Jangan khawatir, aku mampu menjaga diri," kata Ki Liong dengan bangga terhadap diri sendiri. Mereka lalu berpencar dan Ki Liong memasuki kota Wei-ning seorang diri, dengan gaya seorang pelajar tinggi yang sedang melancong. Memang, dilihat dari pakaian, wajah dan sikapnya, takkan ada seorang pun menyangka bahwa pemuda ini adalah tangan kanan dari pimpinan persekutuan kaum sesat. Dia lebih pantas menjadi seorang tuan muda bangsawan kaya raya dan terpelajar, atau seorang pendekar muda yang halus dan sopan gerak-geriknya. Akan tetapi, di balik kehalusan ini, dari sepasang matanya berkilat sinar yang membayangkan kecerdikannya ketika Ki Liong dari jarak yang cukup aman dan jauh membayangi pemuda dan gadis yang berjalan seenaknya memasuki kota Wei-ning itu.
Hay Hay dan Ling Ling sama sekali tidak mengira bahwa mereka sedang dibayangi orang dari jauh, bahkan dari jarak yang lebih jauh lagi, dalam keadaan berpencaran, lebih banyak lagi orang membayangi mereka, yaitu Min-san Mo-ko Ji Sun Bi, dan masih banyak lagi orang-orang lihai yang menjadi kaki tangan persekutuan di Pegunungan Yunan itu.
Hay Hay mengajak Ling Ling memasuki rumah makan merangkap penginapan Ban Lok di mana dia pernah makan dan masakan restoran itu cukup lezat. Mereka masuk dan ternyata rumah makan itu penuh sekali. Untung masih ada sebuah meja kosong di sudut belakang. Pelayan lalu mempersilakan mereka duduk menghadapi meja kosong itu dan Hay Hay memesan beberapa macam masakan dan nasi putih, juga anggur dan air teh. Ki Liong yang cerdik melihat kesempatan baik sekali. Sekelebatan saja dia pun sudah melihat bahwa restoran itu penuh. Memang ada beberapa buah meja di mana hanya duduk dua atau tiga orang, akan tetapi dengan sengaja, walaupun nampaknya tidak, dia berjalan di antara meja-meja itu sambil matanya mencari-cari tempat kosong. Seorang pelayan menyambutnya dan dengan sikap menyesal pelayan itu berkata, "Maaf, Kongcu. Tempatnya penuh, kalau Kongcu suka menanti sebentar di depan..."
Pada saat itu, Ki Liong sudah tiba di dekat meja Hay Hay yang tentu saja melihat dan mendengar ucapan pelayan itu. Seperti tidak disengaja, Ki Liong menoleh dan memandang ke arah meja Hay Hay. Di situ masih terdapat dua buah bangku kosong, karena meja kecil itu biasanya diperuntukkan empat orang, berbeda dengan meja besar yang biasa dipakai delapan sampai sepuluh orang.
"Ah, perutku sudah lapar sekali. Sejak kemarin siang aku belum makan, dan sekarang tempat sudah penuh!" Dia lalu memandang kepada Hay Hay dan Ling Ling, dengan sikap sopan sekali dia lalu melangkah maju dan bersoja sambil membungkuk kepada Hay Hay dan Ling Ling.
"Harap Ji-wi (Kalian) sudi memaafkan kalau saya mengganggu. Kalau sekiranya Ji-wi tidak keberatan, bolehkah saya menumpang di meja ini untuk makan? Kalau Ji-wi keberatan, tidak mengapalah..."
Melihat pemuda tampan berpakaian rapi yang bersikap demikian ramah dan sopan, tentu saja Hay Hay dan Ling Ling merasa suka dan mereka pun cepat bangkit membalas penghormatan pemuda itu. Ling Ling lalu memandang kepada Hay Hay seolah hendak menyerahkan keputusannya kepada susioknya itu. Hay Hay tersenyum ramah.
"Ah, kita sama-sama merupakan tamu di restoran ini. Kalau Saudara suka, tentu saja boleh duduk bersama kami di meja ini. Silakan!"
"Terima kasih, terima kasih... ah, Ji-wi sungguh baik sekali, tepat seperti apa yang saya duga. Eh, Bung, tolong hidangkan nasi putih semangkok dan buatkan dua tiga macam masakan sayuran. Ingat, tidak memakai daging, ya? Saya sedang Ciak-jai (makan sayur, pantang daging). Dan air teh saja." sambungnya kepada pelayan itu yang segera mengangguk dan meninggalkan meja mereka. Mendengar pemuda yang tampan itu tidak makan daging, Hay Hay dan Ling Ling memandang heran.
Mereka saling pandang sambil tersenyum. Begitu pandang mata Ki Liong bertemu dengan Ling Ling gadis ini segera menundukkan mukanya dan kedua pipinya menjadi agak kemerahan. Ia menemukan sesuatu pada pandang mata itu, sesuatu yang membuatnya merasa sungkan dan malu. Ia melihat betapa pandang mata pemuda itu tadi dengan lembut menuju ke arah dadanya, dan ada sesuatu pada pandang mata pemuda itu meraba-raba tubuhnya!
"Ah, agaknya Saudara tidak suka makan barang berjiwa?" Hay Hay bertanya, iseng saja karena tidak tahu apa yang harus dikatakan terhadap orang yang menumpang di mejanya itu.
Ki Liong tersenyum. "Tidak demikian, Saudara yang baik. Biasanya saya makan apa saja, juga daging, akan tetapi hari ini tidak karena hari ini adalah hari dan tanggal kematian Ayahku, sembilan belas tahun yang lalu."
"Ahh..." Hay Hay diam-diam merasa kagum sekali. Ayah orang ini sudah sembilan belas tahun meninggal dunia, akan tetapi agaknya setiap tahun masih diperingati oleh pemuda ini sebagai hari berkabung sehingga dia tidak makan barang berjiwa untuk mengenang dan berkabung atas kematian ayahnya. Sungguh seorang pemuda yang berbakti! Dan memang kesan inilah yang dikehendaki oleh Ki Liong ketika dia berbohong dan berpura-pura ciak-jai untuk mengenang kematian ayahnya.
"Maaf, bukan maksudku untuk mengetahui keadaan hidupmu, Saudara. Akan tetapi hatiku tertarik sekali. Kalau begitu, agaknya engkau masih kecil sekali ketika Ayahmu meninggal dunia." Kata Hay Hay.
Ki Liong tersenyum dan mengangguk. "Tidak apalah, Saudara. Keramahan Ji-wi yang sudah menerimaku duduk di sini membuktikan bahwa Ji-wi berhati baik dan berarti bahwa kita telah saling bersahabat, bukan? Memang saya masih kecil sekali ketika Ayah saya meninggal, saya baru berusia satu tahun. Maaf, setelah Ji-wi begitu baik menerima saya di meja ini, maukah Ji-wi menerima saya sebagai kenalan? Saya bernama Sim Ki Liong, dan bolehkah saya mengenal nama Ji-wi yang terhormat?"
Inilah kesalahan Ki Liong. Dia memperkenalkan namanya tanpa ragu karena dia merasa yakin bahwa kedua orang muda di depannya itu belum pernah mendengar namanya dan tidak mengenalnya. Dia sama sekali tidak pernah mimpi bahwa Hay Hay pernah mendengar nama ini dari Kui Hong! Maka mendengar nama "Ki Liong" diam-diam Hay Hay terkejut walaupun kemudian dia meragu karena Kui Hong memberitahu kepadanya bahwa murid Pendekar Sadis dan isterinya memiliki nama keturunan Ciang, bukan Sim! Apakah kebetulan namanya saja sama, pikirnya.
"Ah, engkau sungguh baik sekali, Saudara Sim. Ketahuilah bahwa saya Hay Hay, dan ia ini bernama Ling Ling." Hay Hay memperkenalkan diri dan gadis itu. Biarpun dengan sikap sopan, Ki Liong tersenyum dan memandang kepada mereka bergantian. "Maaf, walaupun nama Ji-wi itu indah sekali, akan tetapi agaknya Saudara lupa menyebutkan nama keluarga Ji-wi yang mulia."
Karena pemuda itu pun sudah menyebutkan nama keluarganya, nama keluarga yang membuatnya menduga-duga apakah pemuda ini murid Pendekar Sadis yang dimaksudkan Kui Hong atau bukan, terpaksa Hay Hay memperkenalkan pula nama keluarganya. "Nama keluarga saya Tang, dan ia ini.... eh, Ling Ling, lupa lagi, siapa nama keluargamu?" Hay Hay berpura-pura, bermaksud untuk menyerahkan kepada Ling Ling sendiri hendak mengaku nama keluarganya ataukah tidak karena bagaimanapun juga, nama keluarga Cia sudah terkenal di dunia kang-ouw dan dapat segera menimbulkan dugaan orang bahwa ada hubungan antara gadis ini dengan keluarga Cia di Cin-ling-pai.
Ling Ling adalah seorang gadis yang lembut dan jujur, tanpa prasangka, maka biarpun sinar mata pemuda yang baru dikenalnya itu tidak menyamankan hatinya, mendengar pertanyaan Hay Hay ia memandang pemuda itu dengan heran."Susiok, sungguh heran sekali. Apakah Susiok sudah lupa lagi nama keluargaku? Aku she (bernama keluarga) Cia!"
"Aih, kiranya Ji-wi adalah seorang Susiok dan murid keponakannya? Kalau begitu, Ji-wi adalah dua orang pendekar!" Ki Liong berseru.
Hay Hay tersenyum. "Kami adalah orang-orang biasa, dan maaf, saya tadi lupa nama keluarganya karena biarpun kami masih paman dan keponakan, namun baru pagi tadi kami saling bertemu." Hay Hay tertawa, tidak khawatir lagi karena Ling Ling sudah berterus terang. "Akan tetapi jangan mengira bahwa kami adalah pendekar!" Kemudian disambungnya, seperti sambil lalu saja, "Saudara Sim menyangka kami pendekar, apakah Saudara sendiri juga seorang ahli silat yang lihai?"
Ki Liong tertawa dan nampak wajahnya semakin tampan menarik ketika dia tertawa, dan sepasang matanya yang jernih dan tajam itu menyambar ke arah Ling Ling. Kembali gadis ini merasa betapa sinar mata itu memandang kepadanya tidak sewajarnya, maka ia pun cepat menundukkan pandang matanya.
"Ha-ha, saya ingin berterus terang saja. Memang pernah saya mempelajari ilmu silat, akan tetapi hanya iseng-iseng saja dan sama sekali tidak dapat dikata bahwa saya lihai."
Pada saat itu, dua orang pelayan datang membawa pesanan makanan dan minuman mereka. Agaknya karena tiga orang itu duduk semeja, maka pesanan Hay Hay dan Ki Liong dikeluarkan berbareng. Ki Liong menghadapi nasi dan tiga mangkok masakan sayur tanpa daging, sedangkan Hay Hay dan Ling Ling menghadapi nasi dengan lima macam masakan. Hay Hay menawarkan anggurnya, akan tetapi Ki Liong menolak dengan halus.
"Hari ini, hanya sayur dan air teh saja untuk saya." katanya. Kemudian dia berkata. "Sebelum kita mulai makan, saya ingin menghaturkan terima kasih dan hormat saya kepada Ji-wi dengan air teh di poci saya. Harap Ji-wi suka menerimanya!" Tanpa memberi kesempatan kepada dua orang itu untuk menjawab. Ki Liong sudah mengambil cawan di depan Hay Hay dan menuangkan poci di tangan kanannya ke dalam cawan yang dipegang di tangan kirinya. Sambil tersenyum Hay Hay memandang, akan tetapi senyumnya segera menghilang ketika dia melihat betapa cawannya yang dipegang oleh tangan kiri Ki Liong sudah penuh akan tetapi teh dari poci itu masih di tuang terus! Kini cawan itu terlalu penuh, akan tetapi air tehnya tidak sampai meluber, seolah-olah tertahan oleh sesuatu dan air teh itu berada lebih tinggi daripada bibir cawan, membulat seperti telur yang bergoyang-goyang!
"Silakan, Saudara Tang!" kata Ki Liong sambil menyodorkan cawan itu kepada Hay Hay. Hay Hay tersenyum lagi dan kini makin keras dugaannya bahwa pemuda inilah yang dimaksudkan Kui Hong, yaitu murid dari Pendekar Sadis. Pemuda ini telah memperlihatkan kepandaiannya, dan menggunakan sin-kangnya (hawa sakti) untuk menahan air teh di atas cawan itu sehingga tidak sampai meluber dan tumpah. Kalau yang menerimanya tidak memiliki tenaga sin-kang yang cukup kuat, ketika menerima cawan itu, tentu air tehnya yang terlalu penuh melebihi ukuran itu akan tumpah.
"Saudara Sim, engkau sungguh terlalu sungkan!" katanya sambil menerima cawan yang penuh air teh itu sambil mengerahkan tenaga sin-kangnya. "Aih, air tehmu masih panas!" katanya tersenyum dan ketika Ki Liong memandang, dia kagum. Bukan saja air teh itu tidak meluber dan tumpah, bahkan kini air teh itu mengepulkan uap karena panas! Padahal, biarpun air teh itu masih hangat, ketika dia tuangkan ke dalam cawan. tidak mengeluarkan uap panas! Tahulah dia bahwa benar seperti laporan Ji Sun Bi dan Min-san Mo-ko, pemuda ini benar-benar lihai sekali, dan dia harus berhati-hati menghadapinya. Dia tersenyum kagum melihat Hay Hay minum air teh dalam cawan itu sampai habis.
"Sekarang harap Nona sudi menerima penghormatan saya dengan secawan air teh!" kata Ki Liong sambil menuangkan poci air teh itu ke dalam cawan yang diambilnya dari depan gadis itu. Seperti tadi, juga sekali ini dia menyodorkan cawan yang terisi air teh terlalu penuh.
"Terima kasih!" kata Ling Ling dan dengan sikap tenang ia pun menerima cawan itu sambil mengerahkan tenaganya. Dan ternyata air teh itu sama sekali tidak meluber atau tumpah, bahkan ketika gadis itu mengangkat cawannya dan menuangkan isinya ke mulut, air teh itu tidak dapat turun atau tumpah, tetap melekat pada cawan seolah-olah sudah berubah membeku dan melekat pada cawannya!"
"Aih, air tehmu membeku dan biarlah dikembalikan ke poci agar mencair lebih dulu!" kata Ling Ling dan dengan tenang ia membuka tutup poci air teh Ki Liong dan menuangkan isi cawannya ke dalam poci. Demikianlah, sambil mendemonstrasikan kepandaiannya, gadis itu menolak pemberian air teh oleh pemuda itu secara halus!
Melihat ini Ki Liong yang cerdik lalu bangkit berdiri dan bersoja dengan hormat. "Aih, sungguh saya bermata akan tetapi seperti buta, tidak melihat bahwa saya berhadapan dengan dua orang yang memiliki kesaktian!"
Pemuda ini bicara dengan lirih sehingga tidak terdengar oleh para tamu lainnya. "Saudara Sim, kiranya bukan tempat yang tepat bagi kita untuk bersungkan-sungkan!" kata Hay Hay.
Ki Liong mengangguk. "Saudara. Tang benar, mari kita makan hidangan kita dan nanti saja kita bicara di tempat yang lebih layak."
Mereka bertiga lalu mulai makan minum dan tidak banyak cakap lagi. Diam-diam Hay Hay merasa hampir yakin bahwa tentu inilah pemuda murid Pendekar Sadis itu dan dia menduga-duga apa hubunganya pemuda ini dengan gerakan para tokoh sesat. Dan apa pula maksud pemuda ini menghubungi dia dan Ling Ling, karena dia tidak percaya bahwa pertemuan ini hanya kebetulan saja. Lebih tepat kalau semua ini telah direncanakan orang! Akan tetapi apa maksudnya? Bagaimanapun juga, dia harus bersikap hati-hati karena maklum bahwa pemuda ini bukanlah orang sembarangan. Bukan hanya ilmu silatnya yang tinggi, namun mungkin sekali juga amat cerdik dan sikapnya ini merupakan satu di antara siasat yang cerdik. Dia tidak perlu mengisaratkan Ling Ling untuk berhati-hati, karena penolakan suguhan air teh tadi saja sudah menunjukkan bahwa Ling Ling sudah bersikap hati-hati sekali dan tidak mau minum air teh yang disuguhkan berarti bahwa gadis itu tidak begitu percaya kepada pemuda itu.
Tiga orang pemuda itu sama sekali tidak tahu bahwa ada sepasang mata dengan diam-diam mengamati mereka dari sudut lain ruangan rumah makan itu. Sepasang mata ini milik seorang laki-laki yang usianya kurang lebih lima puluh tahun, seorang laki-laki yang gagah perkasa, dengan tubuh yang sedang namun padat dan tegak, nampak kuat. Pakaiannya sederhana namun rapi dan wajahnya memiliki wibawa. Wajah itu gagah, dengan kumis dan jenggot terpelihara baik-baik, wajahnya berkulit segar kemerahan, sepasang matanya bersinar tajam dan lincah membayangkan kecerdikan dan keberanian. Hidungnya mancung dan mulutnya selalu tersenyum penuh kejantanan dan daya pikat. Dagunya persegi menambah kegagahannya. Sejak tadi, diam-diam pria ini mengamati tiga orang muda itu dan ketika Ki Liong menawarkan minuman dari poci, matanya yang tajam itu mengeluarkan sinar dan mulutnya yang dibayangi senyum itu bergerak memperlebar senyumnya, bahkan dia mengangguk-angguk seorang diri sambil minum Iaraknya.
Hay Hay, Ling Ling, dan Ki Liong sudah selesai makan. "Saya mempunyai urusan penting untuk dibicarakan dengan Ji-wi, akan tetapi tentu saja tidak di tempat ini. Maukah Ji-wi menemui saya di luar pintu gerbang kota sebelah barat? Atau sekarang juga ikut dengan saya ke sana agar kita lebih leluasa bicara?"
"Kalau memang ada keperluan penting, baiklah Saudara Sim, kami akan menemuimu di sana. Berangkatlah dulu, kami masih ada urusan lain dan sebentar lagi kami menyusul." kata Hay Hay sebelum Ling Ling yang sudah mengerutkan alisnya itu sempat menolak.
"Terima kasih, Saudara Tang dan Nona Cia." kata Ki Liong dan cepat-cepat dia meninggalkan mereka, agaknya khawatir kalau-kalau Hay Hay menarik kembali kesanggupannya.
Setelah Ki Liong pergi, Ling Ling yang berjalan keluar setelah Hay Hay membayar harga makanan mereka, segera menegur Hay Hay. "Susiok, mengapa kita harus melayani orang itu? Kita baru saja berkenalan dengan dia, kita tidak tahu dia itu orang macam apa. Terus terang saja, ada sesuatu pada pandang matanya yang membuat aku merasa curiga dan tidak suka."
"Justeru itulah, Ling Ling. Aku pun curiga melihat bahwa dia seorang yang berilmu tinggi. Kalau dugaanku benar, kalau dia itu merupakan seorang di antara tokoh sesat yang mengadakan gerakan, kebetulan sekali! Ketika makan tadi, aku telah mendapatkan sesuatu siasat yang baik sekali."
Hilang penasaran yang tadi membayang di wajah gadis itu mendengar ucapan ini. "Bagaimana siasat itu, Susiok?"
"Agaknya dia ingin menghubungi kita dan kalau benar dia tokoh pergerakan, agaknya dia hendak membujuk kita untuk bersekutu. Nah, kesempatan ini akan kupergunakan sebaiknya. Aku akan pura-puta setuju sehingga dengan demikian aku akan dapat memasuki sarang mereka dengan mudah. Kalau aku diterima sebagai kawan, tentu aku akan dapat dengan mudah menyelidiki keadaan mereka dari dalam."
Gadis itu membelalakkan matanya, memandang penuh kekhawatiran. Melihat mata itu terbelalak indah, seperti bintang kembar bercahaya, Hay Hay kagum. "Ah, matamu indah sekali, Ling Ling!" katanya.
Ling Ling mengerutkan alisnya dan kedua pipinya berubah merah, akan tetapi ia tidak marah, bahkan tersenyum malu. "Ihh, Susiok. Orang bicara dengan serius, ditanggapi dengan sendau-gurau!"
"Aku tidak bergurau, Ling Ling. Memang matamu tadi nampak indah bukan main. Jangan engkau khawatir, kalau aku dapat melakukan penyelidikan dari dalam berarti tugasku akan lebih berhasil."
"Tapi... tapi... masuk ke dalam sarang mereka? Sungguh berbahaya sekali, Susiok!"
"Aku dapat membela diri, Ling Ling. Akan tetapi engkau tidak perlu ikut masuk ke sarang mereka. Engkau menyelidiki dari luar saja. Coba engkau mengadakan kontak dengan para pendekar yang aku yakin banyak terdapat di sekitar daerah ini."
"Tapi... tapi, bagaimana kita akan dapat saling bertemu lagi, Susiok? Kalau engkau hendak masuk ke sarang mereka, biar aku ikut. Aku pun tidak takut!"
"Ah, jangan, Ling Ling. Biar aku saja. Begini sajalah, dalam waktu tiga hari, aku pasti akan mencarimu di tepi telaga itu. Tempat itu menjadi tempat pertemuan kita... ssttt " Hay Hay memberi isarat dan mehghentikan kata-katanya ketika seorang laki-laki lewat di dekat mereka. Laki-laki setengah tua yang ganteng dan gagah, yang tadi memperhatikan mereka di dalam rumah makan. Akan tetapi orang itu lewat begitu saja, menunduk dan sama sekali tidak melirik ke arah mereka sehingga baik Hay Hay maupun Ling Ling sama sekali tidak menaruh curiga karena didepan restoran itu memang merupakan jalan raya di mana terdapat lalu lintas yang cukup ramai.
"Nah, kiranya cukup pesanku, Ling Ling. Pula, semua itu hanya kalau benar dugaanku bahwa dia mempunyai hubungan dengan persekutuan itu. Kalau tidak, tentu saja akan lain lagi jadinya. Kita lihat saja nanti. Hayo, kita menuju ke pintu gerbang sebelah barat."
Dua orang muda itu lalu berangkat, tidak tahu betapa sepasang mata yang tajam mengikuti mereka. Laki-laki setengah tua tadi tersenyum dan mengelus jenggotnya, dan dari jauh dia membayangi, menuju ke pintu gerbang sebelah barat.
Hay Hay dan Ling Ling berjalan menuju ke pintu gerbang sebelah barat, berjalan seenaknya. Tiba-tiba Hay Hay menyentuh tangan Ling Ling dan berbisik sampai menoleh, "Ling Ling, jangan menengok dan berjalan biasa saja. Di belakang kita terdapat tujuh orang yang mencurigakan, agaknya mereka membayangi kita."
Ling Ling mengangguk dan jantungnya berdebar. Sebagai seorang gadis yang baru saja meninggalkan tempat tinggal orang tuanya dan merantau, memang sudah beberapa kali ia menghadapi gangguan dan dapat mengatasinya. Akan tetapi baru sekarang ia menyadari bahwa ia berada di daerah yang berbahaya, di mana terdapat banyak orang pandai yang belum dikenalnya dan tidak diketahuinya apakah mereka itu kawan ataukah lawan. Keadaan pemuda bernama Sim Ki Liong itu saja sudah menimbulkan banyak kecurigaan dan rahasia, dan sekarang sebelum rahasia itu terpecahkan, muncul lagi tujuh orang membayangi mereka! Ia ingin sekali melihat siapakah mereka, orang-orang macam apa, akan tetapi ia tidak boleh menengok ke belakang. Tiba-tiba saputangan yang tadi dipegang oleh tangan kiri gadis itu terlepas dan ia pun dengan gerakan seperti tanpa disengaja membungkuk dan berjongkok mengambil saputangannya. Kesempatan ini dipergunakannya untuk melirik ke belakang dan sekejap saja cukuplah baginya. Enam orang yang berpakaian ringkas dipimpin oleh seorang yang berpakaian tosu (Pendeta To!)
Hay Hay tersenyum geli. Tentu saja dia tahu mengapa saputangan Ling Ling terjatuh. Cerdik juga gadis ini, pikirnya. Memang amat tidak enak kalau mengerti bahwa dirinya dibayangi orang akan tetapi tidak boleh melihat siapa orang itu. Tadi pun dia tidak sengaja menoleh dan melihat mereka.
Ketika mereka keluar dari pintu gerbang, dari tempat itu sudah kelihatan seorang pemuda berdiri di tempat agak jauh, tempat yang sunyi karena keluar dari pintu gerbang barat itu, yang nampak hanya hutan-hutan pegunungan. Hanya sedikit orang yang lewat, dan kalaupun ada, mereka itu adalah orang-orang suku bangsa Hui dan Miao. Dua suku bangsa ini mudah saja dikenalnya dari pakaian mereka. Orang suku bangsa Hui, pikirnya, selalu memakai sorban putih yang dibelit-belitkan di kepala. Mereka adalah orang-orang beragama Islam. Orang-orang suku bangsa Hui ini terkenal sebagai peternak-peternak, terutama kambing, pejagal dan juga pandai masak sehingga banyak di antara mereka membuka rumah makan di kota-kota. Orang-orang Hui sesungguhnya adalah orang-orang Han juga, perbedaannya antara mereka adalah bahwa orang Hui beragama Islam sedangkan orang Han memiliki banyak macam agama, terutama sekali mereka adalah penganut Agama Buddha, Tao, dan Khong-hucu, walaupun ada pula orang Han dalam jumlah kecil yang menjadi pengikut Agama Islam atau Kristen. Adapun suku bangsa Miao sudah dikenal dari pakaian mereka yang serba hitam, orang-orangnya pendiam dan kasar. Wanitanya mengenakan anting-anting yang khas, seperti gelang yang besar sehingga daun telinga mereka tertarik ke bawah dan memanjang. Suku bangsa Miao yang terdesak oleh orang-orang Han itu kini banyak hidup di pegunungan bagian selatan, bercocok tanam dan juga berternak, dan mereka pun terkenal sebagai pemburu yang pandai.
Dengan langkah seenaknya tanpa tergesa-gesa, Hay Hay dan Ling Ling berjalan terus keluar dari pintu gerbang menuju ke arah pemuda yang telah berdiri menanti mereka itu. Diam-diam Hay Hay mengerling ke arah belakang sambil menengok ke kanan seolah-olah bicara dengan Ling Ling dan dia melihat betapa tujuh orang itu telah tiba di pintu gerbang pula, kemudian mereka menyelinap ke kiri dan lenyap di dalam hutan kecil.
Ki Liong menyambut mereka dengan senyum ramah. "Terima kasih, ternyata Ji-wi memenuhi janji dengan cepatnya. Marilah, Ji-wi. Kita memasuki hutan ini agar tidak terganggu percakapan kita, karena di jalan ini ada saja orang lewat."
Tanpa menanti jawaban, Ki Liong melangkah memasuki hutan, diikuti oleh Hay Hay dan Ling Ling yang masih mengerutkan alisnya karena bagaimanapun juga, gadis ini sama sekali tidak percaya akan kebaikan iktikad pemuda kenalan baru itu. Akhirnya Ki Liong berhenti di bawah sebatang pohon besar. Tempat itu memang enak untuk bercakap-cakap. Tempatnya teduh, terlindung dari terik matahari siang, dan di atas tanah terhampar permadani hijau dari rumput tebal yang segar. Akar-akar pohon yang menonjol keluar dari permukaan tanah menjadi bangku-bangku yang enak diduduki. Mereka bertiga duduk di atas akar pohon, saling berhadapan.
"Maafkan kalau saya bersikap seperti ini, karena Ji-wi jluga maklum bahwa untuk dapat membicarakan urusan penting, kita harus mencari tempat yang sunyi agar tidak terdengar orang lain."
"Saudara Sim, kami sudah datang memenuhi undanganmu. Nah, katakanlah apa yang ingin kaubicarakan dengan kami?" kata Hay Hay sambil memandang tajam penuh selidik ke arah wajah yang tampan dan penuh senyum manis dan kelembutan itu.
Sim Ki Liong memandang Hay Hay dan Ling Ling, dan nampak dia agak gelisah, nampaknya sukar baginya untuk menyatakan kehendak hatinya. Kemudian, dia pun berkata dengan suara yang lembut, "Begitu bertemu dengan Ji-wi, hati saya sudah amat tertarik. Apalagi setelah mendapat keyakinan bahwa Ji-wi memiliki ilmu kepandaian tinggi, saya merasa kagum bukan main. Maka timbullah rasa sayang dan alangkah penasaran rasa hati ini melihat Ji-wi tetap menjadi orang biasa saja, padahal, orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian seperti Ji-wi ini sepatutnya menduduki pangkat yang tinggi dan kemuliaan."
"Kami tidak mengerti apa maksudmu, Saudara Sim." kata Hay Hay, berpura-pura karena hatinya berdebar tegang melihat betapa tepatnya apa yang diduganya semula.
"Maksudku, Ji-wi pantas sekali untuk menjabat pangkat tinggi di kerajaan, sesuai dengan kepandaian Ji-wi."
Hay Hay dan Ling Ling saling pandang, kemudian Hay Hay tertawa. "Ha-ha, harap engkau tidak main-main, Saudara Sim! Orang seperti kami ini, mana mungkin menjabat pangkat tinggi?"
"Kenapa tidak mungkin? Memang, pemerintah sekarang hanya memilih orang-orang yang menjadi antek mereka! Kedudukan tinggi diberikan kepada orang-orang yang tidak becus dan jahat! Karena itu, saya mengajak Ji-wi untuk bekerja sama dengan kami yang sedang mempersiapkan perjuangan." Tiba-tiba Sim Ki Liong berhenti bicara dan menoleh ke kiri. Hay Hay dan Ling Ling juga sudah mendengar suara jejak kaki dari arah kiri. Dan tiba-tiba saja, dengan berloncatan, muncullah tujuh orang laki-laki setengah tua, dipimpin oleh seorang di antara mereka, yaitu seorang tosu yang berjubah kuning dan memegang sebatang tongkat setinggi tubuhnya. Tosu ini berusia lima puluh tahun lebih, wajahnya angker dan berwibawa, sedangkan enam orang lainnya adalah orang-orang berusia antara empat puluh tahun dan di punggung mereka terdapat sebatang pedang bersarung. Sikap mereka juga keren dan berwibawa.
Tiba -tiba tosu itu menudingkan tongkat panjangnya ke arah Hay Hay sambil membentak. "Ang-hong-cu! Menyerahlah engkau sebelum pinto terpaksa mempergunakan kekerasan!"
Hay Hay terkejut mendengar seruan itu. Juga Sim Ki Liong memandang dengan heran dan jelas nampak betapa dia terkejut dan kini memandang kepada Hay Hay dengan mata penuh selidik. Tak disangkanya bahwa pemuda lihai ini ternyata adalah Ang-hong-cu! Tentu saja dia sudah mendengar nama Ang-hong-cu ini, nama seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga, pemerkosa wanita) yang amat tersohor, akan tetapi yang belum pernah diketahui bagaimana wajahnya itu! Gerak-gerik jai-hwa-cat itu penuh rahasia sehingga kabarnya banyak pendekar yang gagal ketika berusaha menangkapnya. Kabarnya lihai seperti setan dan kiranya pemuda ini orangnya! Juga Ling Ling memandang kepada Hay Hay dengan alis berkerut. Susioknya ini Ang-hong-cu? Ia pun sudah mendengar berita tentang penjahat perherkosa wanita yang amat keji itu, akan tetapi sungguh sukar dapat dipercaya bahwa susioknya ini orangnya! Hay Hay sendiri bersikap tenang. "Totiang, harap totiang jangan sembarangan saja menuduh orang. Siapakah Totiang dan apa sebabnya Totiang begitu datang lalu menyebut aku Ang-hong-cu dan minta agar aku menyerah? Apa artinya semua ini?"
"Hemm, engkau masih mencoba untuk berpura-pura alim? Ang-hong-cu, ketahuilah bahwa pinto adalah Tiong Gi Cinjin, wakil Ketua Bu-tong-pai dan mereka adalah Bu-tong Liok-eng, murid-murid keponakan pinto. Nah, setelah kami memperkenalkan diri, tidaklah sepatutnya kalau engkau segera berlutut menyerahkan diri, Ang-hong-cu?" Tosu itu berkata lagi, agaknya ingin menyelesaikan urusan itu dengan jalan damai, "Kami akan menghadapkan engkau kepada ketua kami agar beliau dapat mengambil keputusan mengenai hukuman atas dosamu terhadap Bu-tong-pai."
Hay Hay teringat akan pengalamannya kurang lebih setahun yang lalu. Pernah dia diserang oleh tiga orang pendekar Bu-tong-pai. Mereka menuduhnya sebagai Ang-hong-cu dan tanpa memberi kesempatan baginya untuk membantahnya, mereka telah menyerangnya kalang kabut sehingga terpaksa dia mempergunakan ilmu sihirnya untuk menghilang dari penglihatan mereka. Kini tahulah dia bahwa wakil ketua Bu-tong-pai ini keluar sendiri untuk menangkapnya. Wah, gawatlah keadaannya kalau begitu. Akan tetapi karena dia masih tetap penasaran, dia pun segera bertanya.
"Maaf, Totiang. Sesungguhnya, aku tidak pernah merasa melakukan kesalahan terhadap Bu-tong-pai. Kenapa sekarang Totiang, sebagai wakil ketua, dan enam orang saudara ini ingin menangkapku? Jelaskan dulu apa kesalahanku!"
Sepasang mata pendeta itu mencorong penuh kemarahan. Sikap yang tidak bertanggung jawab dianggapnya sikap seorang pengecut yang membuat dia marah sekali. "Ang-hong-cu, lupakah engkau akan peristiwa kurang lebih setahun yang lalu ketika engkau diserang oleh tiga orang murid pinto?"
Menjemukan, pikir Hay Hay. Dia bukan Ang-hong-cu (Si Tawon Merah), dan julukan Ang-hong-cu ini selalu membuat dadanya terasa panas dan kepalanya pening karena itu adalah julukan dari seorang jai-hwa-cat, seorang penjahat besar yang bukan lain adalah...ayah kandungnya! Dia sudah dapat menduga apa yang telan terjadi antara penjahat itu dengan Bu-tong-pai, akan tetapi dia ingin jelas dan yakin.
"Aku tidak lupa, Totiang, akan tetapi sampai sekarang pun aku masih bingung dan tidak mengerti mengapa tiga orang murid Bu-tong-pai itu menyerangku mati-matian."
Tiong Gi Cinjin menoleh kepada enam orang tokoh Bu-tong-pai yang sejak tadi memandang dan mendengarkan saja, dia lalu menyuruh seorang di antara mereka untuk memberi penjelasan. Seorang di antara mereka, yang bertubuh tinggi kurus dan berkumis tipis, melangkah maju menghadapi Hay Hay.
"Orang muda, kami bukanlah orang-orang yang suka menuduh membabi-buta saja tanpa bukti. Sepak terjang Ang-hong-cu sudah lama kami kenal, dan pada suatu hari, seorang Sumoi kami menjadi korban! Sebelum tewas, Sumoi telah mengaku bahwa ia menjadi korban Ang-hong-cu. Tentu saja hal ini merupakan penghinaan bagi kami dan kami menyebar murid-murid untuk mencari sampai dapat penjahat yang telah merusak nama dan kehormatan kami. Kurang lebih setahun yang lalu, tiga orang Sute kami telah berhasil menemukanmu dan menyerangmu. Engkaulah jai-hwa-cat Ang-hong-cu jahanam itu!"
"Hemm, apa buktinya?" Hay Hay membantah.
"Buktinya? Tiga orang Sute kami melihat betapa engkau memegang sebuah tanda perhiasan berbentuk tawon merah, persis seperti yang diterima oleh Sumoi kami! Engkaulah Ang-hong-cu, dan harap engkau cukup jantan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatanmu!"
"Tapi... tapi... aku bukan Ang-hong-cu..." bantah Hay Hay.
"Dan perhiasan tawon merah yang ada padamu itu?" bentak Tiong Gi Cinjin penasaran.
"Aku... aku hanya kebetulan menemukan benda itu " kata Hay Hay agak gagap karena tentu saja dia tidak mau mengaku dari mana dia memperoleh perhiasan itu dan mengaku bahwa Ang-hong-cu adalah ayah kandungnya!
"Susiok, benarkah engkau bukan Ang-hong-cu?" Tiba-tiba Ling Ling yang sejak tadi memandang dan mendengarkan dengan alis berkerut dan wajah agak pucat, kini tiba-tiba bertanya. Mendengar ini, Hay Hay memandang gadis itu dan menggelengkan kepalanya.
"Bukan, Ling Ling, percayalah!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar