24 Petualang Asmara

Hong Ing memandang sucinya dengan sinar mata penuh iba. "Aku tahu, Suci. Kau sakit hati karena kau pernah tertipu. Akan tetapi aku yakin bahwa sampai detik ini pun kau mas1h... masih mencintanya."

Berubah wajah Kim In dan cepat dia menghapus dua titik air mata yang membasahi bulu matanya. "Memang, tapi dia sudah mati. Andaikata dia masih hidup, belum tentu aku dapat memaafkan perbuatannya yang terkutuk! Berjina dengan isteri muda Thian-ong Lo-mo! Cihh! Akan tetapi dia sudah mati dan bagaimana pun juga aku akan membalaskan kematiannya kepada Thian-ong Lo-mo."

"Tapi kabarnya kakek itu lihai sekali, Suci. Bahkan kabarnya tingkatnya seimbang dengan Subo."

"Akan tiba masanya aku dapat membalaskan kematian tunanganku kepada kakek itu!" kata Kim In berkeras.

Tiba-tiba dua orang dara yang cantik itu meloncat berdiri dan memutar tubuh. Mereka mendengar suara langkah kaki orang, akan tetapi ketika mereka meloncat dan memutar tubuh, tidak ada bayangan orangnya! Selagi mereka terheran-heran dan saling pandang, di sebelah belakang mereka terdengar suara orang tertawa, suara tertawa seorang laki-laki! Cepat mereka kembali memutar tubuh dan... tidak melihat apa-apa di situ kecuali pohon-pohon yang lebat dan sunyi. Padahal gema suara ketawa itu masih terdengar oleh mereka.

Kim In dan Hong Ing saling pandang dan merasa ngeri. Mereka tidak percaya akan adanya setan. Telah belasan tahun mereka tinggal di Pegunungan Go-bi-san, telah belasan tahun mereka mengenal hutan-hutan lebat namun belum pernah mereka bertemu setan. Mereka sebagai murid-murid orang pandai, tahu bahwa mereka kini berhadapan dengan seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.

"Harap Locianpwe suka memperlihatkan diri kalau ada keperluan dengan kami berdua murid Subo Go-bi Sin-kouw!" Kim In berkata dengan sikap hormat akan tetapi dengan suara berwibawa mengandalkan nama besar subonya.

Tiba-tiba terdengar suara tertawa bergelak lagi di belakang mereka. Ketika mereka memutar tubuh mereka berdua menjadi bengong keheranan karena yang disebut locianpwe (orang tua gagah) oleh Kim In itu ternyata adalah seorang laki-laki muda, berusia paling banyak dua puluh lima tahun, berwajah tampan, bertubuh tegap, dan pakaiannya mewah!

"Ha-ha-ha-ha, kukira tadi dua orang bidadari penunggu hutan yang berada di sini, kiranya dua orang wanita yang cantiknya melebihi bidadari. Hemm, biarpun yang seorang menjadi nikouw, namun cantik juga."

Melihat pemuda itu, segera muka Hong Ing berubah dan dengan desis marah dia berkata, "Engkau... Ouwyang Bouw!"

Pemuda itu memang Ouwyang Bouw. Terkejut juga dia mendengar namanya disebut oleh nikouw muda itu, akan tetapi dia tersenyum dan berkata, "Engkau sudah mengenal namaku, Nikouw muda? Bagus sekali. Aku memang Ouwyang Bouw."

Kim In sudah mencabut pedangnya, bahkan dia melemparkan pedang ke dua kepada sumoinya. Mendengar bahwa pemuda ini yang pernah melukai sumoinya, apalagi bahwa pemuda ini adalah putera datuk sesat Ban-tok Coa-ong, dia sudah menjadi marah sekali walaupun diam-diam dia kagum bukan main menyaksikan kepandaian pemuda ini yang dapat muncul tanpa mereka ketahui.

"Kiranya anak datuk kaum sesat yang pernah melukaimu, Sumoi. Mari kita hajar dia!"

Sambil berkata demikian, tubuh Kim In sudah berkelebat ke depan dan dia sudah menyerang dengan pedangnya, mengirim tusukan kilat ke arah tenggorokan Ouwyang Bow. Namun sambil terkekeh, dengan mudahnya Ouwyang Bouw mengelak dan memang pemuda ini memiliki gin-kang yang amat tinggi. Ketika Hong Ing juga menerjang maju, pemuda itu masih enak-enak melayani kakak beradik sperguruan itu dengan mengandalkan kegesitannya, mengelak den berloncatan ke sana-sini sambil tertawa-tawa.

"Eh, tahan dulu! Aku mau bicara!" Tiba-tiba dia meloncat ke belakang sedemikian cepatnya sehingga dua orang dara itu mendadak kehilangan lawan, den baru tahu setelah Ouwyang Bouw berdiri belasan meter jauhnya di depan mereka.

"Hemm, bicara apalagi?" bentak Kim In, dan dia melintangkan pedangnya di depan dada, sikapnya gagah sekali.

"Aku baru datang, tidak merasa mengganggu kalian, mengapa kalian memusuhiku?"

"Tidak mengganggu, ya?" Hong Ing menudingkan telunjuknya ke arah muka pemuda itu. "Lupakah kau ketika bersama ayahmu kau datang ke Kuil Kwan-im-bio, membunuh Biauw Kui Nikouw ke kuil, kemudian secara menggelap menyerangku dengan jarum merah beracun?"

Berkerut alis Ouwyang Bouw dan matanya yang liar itu sejenak menghentiken gerakannya, seolah-olah dia mengingat-ingat. Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya den berkata, "Aihh, kiranya engkaukah itu? Aku tidak tahu, kalau aku tahu bahwa dia itu engkau yang cantik ini, tentu aku tidak akan menyerangmu dengan jarum! Wah, kau lihai juga dapat menyelamatkan diri dari jarumku. Dengar, jangan menyerang dulu. Kalian takkan menang. Dengar dulu kata-kataku. Aku sekarang hidup sebatang kara. Teringat aku betapa Ayah dahulu seringkali membujukku untuk memilih seorang gadis yang baik dan menikah. Tadi aku melihatmu, Nona, dan mendengar engkau menaruh dendam kepada Thian-ong Lo-mo." Dia memandang Kim In dengan sinar mata kagum. "Ha-ha, tua bangka itu hampir saja mampus di Telaga Kwi-ouw, tapi kakek licin itu masih berhasil menyelamatkan diri dari kepungan pasukan pemerintah dan sekarang bersembunyi. Hanya aku yang tahu tempatnya. Nona, begitu melihatmu, aku tertarik sekali kepadamu. Kau gagah dan cantik, terbayang kekerasan hati di balik kelembutan dan kehalusan kulitmu. Hebat! Aku sudah jatuh cinta kepadamu, Nona, dan aku tahu, hanya engkaulah yang pantas menjadi isteriku!"

"Tutup mulutmu, keparat!" Kim In sudah menerjang dengan dahsyat, dan sumoinya juga cepat membantu sucinya mengeroyok pemuda yang lancang mulut dan kurang ajar itu.

"Trang-cringgg...!" Dua orang dara itu meloncat mundur ke belakang dengan kaget ketika merasa betapa telapak tangan mereka panas setelah pedang mereka tertangkis oleh sebatang pedang yang bentuknya seperti ular.

"Ha-ha-ha, percuma saja kalian melawan. Biar subo kalian takkan menang bertanding melawanku!" Ouwyang Bouw mengejek.

Kim In yang sudah marah sekali, kembali menerjang dibantu oleh Hong Ing. Terjadi pertandingan yang hebat, namun Ouwyang Bouw hanya menggunakan pedangnya untuk melindungi tubuh, sama sekali tidak membalas. Bahkan dia masih dapat bicara seenaknya.

"Nona, sampai mati kau takkan mampu melawan Thian-ong Lo-mo. Jadilah isteriku dan aku akan menyeret tua bangka itu ke depan kakimu!"

"Keparat!" Kim In berteriak lagi dengan marah dan menggunakan jurusnya yang paling ampuh untuk menyerang lawan yang tangguh ini. Juga Hong Ing menjadi marah dan membantu sucinya, menyerang sekuat tenaga.

"Cring! Cringgg... aughhh...!" Dua orang dara itu roboh tak dapat bergerak lagi karena telah terkena totokan jari tangan kiri Ouwyang Bouw yang lihai bukan main itu.

Dua orang dara itu memandang dengan mata melotot, setengah ngeri ketika Omyang Bouw berlutut di dekat mereka sambil tertawa-tawa. Dengan tangan kirinya, Ouwyang Bouw mengelus dagu Kim In, memandang penuh kagum dan dia berkata, "Bagaimana, Nona? Apakah kurang lihai dan kurang berharga aku untuk menjadi suamimu? Maukah kau menjadi isteriku, isteri tercinta dan aku bersumpah untuk menjadi seorang suami yang setia, yang baik, yang akan menuruti segala kehendakmu, manis?"

"Tidak sudi!" Kim In yang memang sudah merasa sakit hati terhadap pria setelah tunangannya menyeleweng itu, membentak. Dia dapat bicara akan tetapi tidak mampu menggerakkan kaki tangannya lagi.

"Hemm, begitukah? Aku jatuh cinta padamu, tidak seperti kepada wanita lain. Aku tidak suka memaksamu, tidak tega memperkosamu. Akan tetapi kalau kau tidak menerima lamaranku secara baik-baik, apa boleh buat! Kalau kau berkeras tidak mau, akan kubunuh sumoimu ini, aku ngeri untuk memperkosa seorang nikouw, takut kelak di neraka mengalami hukuman yang terlampau berat! Setelah membunuh sumoimu, aku akan memperkosamu, walaupun dengan hati terluka, dan hendak kulihat apakah kau akan terus berkeras hati menolakku."

Setelah berkata demikian, Ouwyang Bouw menghampiri Hong Ing. Dara ini sama sekali tidak takut menghadapi kematian, namun mati secara konyol demikian sungguh mengerikan dan membuat dia penasaran. Kalau dia mati dalam pertandingan, hal itu bukan apa-apa. Akan tetapi untuk mati dalam keadaan tertotok seperti itu, benar-benar mengerikan juga, maka dia memandang pemuda yang menghampirinya itu dengan mata terbelalak dan muka pucat.

"Ha-ha-ha, kau dulu dapat menyelamatkan diri dari jarum-jarumku, bukan? Mungkin hanya mengenai bagian yang tidak berbahaya. Sekarang hendak kulihat, apakah goresan jarum-jarumku di dadamu akan dapat kaupertahankan. Ha-ha-ha-ha!" Sambil tertawa-tawa, Ouwyang Bouw mengeluarkan dua batang jarum kecil merah. Jari tangan kirinya bergerak cepat dan... jubah pendeta yang menutupi dada Hong Ing telah terbuka, memperlihatkan pakaian dalamnya berikut belahan dadanya yang membusung keluar. Ketika pemuda itu sudah mengangkat jarum ke atas hendak diguratkan pada kulit dada yang membusung dart halus itu, tiba-tiba Kim In menjerit. "Tahan dulu!"

"Ha-ha-ha, kau kasihan kepada sumoimu, Manis? Baik benar hatimu, dan aku menjadi makin cinta kepadamu."

Kim In mengerutkan alisnya dan memutar otaknya yang sejak tadi sudah menimbang-nimbang. Jelas bahwa pemuda ini amat lihai, mungkin tidak kalah oleh subonya dan tidak kalah oleh Thian-ong Lo-mo! Keadean dia dan sumoinya sudah tidak berdaya sama sekali. Sumoinya tentu akan tewas dalam keadaan tersiksa dan mengerikan, dan bagaimana dia akan dapat menghindarkan dirinya dari perkosaan dan penghinaan? Hanya ada satu jalan, yaitu menerima lamaran pemuda itu yang betapapun juga merupekan seorang pemuda yang tampan, tegap dan gagah.

"Aku mau menerima pinanganmu, akan tetapi dengan tiga syarat!" katanya.

Sekali meloncat, Ouwyang Bouw sudah menghampiri Kim-In, tangannya bergerak dan dara itu telah terbebas dari totokan. Kim In bangkit berdiri, dibantu oleh Ouwyang Bouw dengan gerakan lemah lembut dan mesra, kelihatannya gembira bukan main mendengar kesanggupan Kim In.

"Apakah syaratnya, Manis!"

"Pertama, kau harus membebaskan sumoi."

"Suci! Jangan korbankan diri untukku!" Hong Ing berseru ngeri.

"Tidak, Sumoi. Hanya inilah jalan terbaik, untukmu dan juga untukku. Kau bebas dan asal kau menjadi nikouw dan bersembunyi di dalam bio yang terasing, kiranya Subo takkan dapat menemukanmu," kata Kim In sambil menarik napas panjang.

"Dan... kau...?" Hong Ing berbisik dengan mata terbelalak.

"Aku...? Tak perlu kau memikirkan aku. Aku akan menjadi isterinya dan aku akan membalas dendam kepada musuh-musuhku."

"Apa syaratnya yang ke dua dan ke tiga? Syarat pertama tentu saja kulaksanakan sekarang juga!" Ouwyang Bouw yang kegirangan itu sudah meloncat ke dekat Hong Ing dan berkata, "Adikku yang baik, sumoiku. Maafkan cihumu (kakak iparmu), ya?" Dia membebaskan totokan Hong Ing dan dengan sopan menutupkan kembali jubah Hong Ing yang terbuka!

Hong Ing bangkit berdiri, menalikan lagi ikat pinggangnya dan memandang sucinya dengan muka pucat. Benarkah sucinya hendak mengorbankan diri seperti itu, menjadi isteri pemuda gila putera datuk sesat itu?

"Syarat ke dua, mulai saat ini engkau harus tunduk kepada semua keinginanku."

"Baik, baik, tentu aku akan tunduk kepada keinginan isteriku yang tercinta."

"Dan syarat ke tiga, engkau harus menurunkan seluruh kepandaianmu kepadaku."

"Ha-ha-ha, isteriku yang manis. Tentu saja! Aku menerima semua syarat itu!"

"Bersumpahlah!"

Ouwyang Bouw lalu berlutut dan bersumpah. "Disaksikan Langit dan Bumi, aku Ouwyang Bouw bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama... eh, siapa namamu?"

Mau tak mau Kim In merasa geli hatinya sedangkan Hong Ing memandang ngeri.

"Namaku Lauw Kim In,"

"Wah, namanya seindah orangnya!"

"Teruskan sumpahmu."

"O ya... aku bersumpah untuk memenuhi semua keinginan isteriku yang bernama Lauw Kim In dan mengajarkan semua ilmuku kepadanya. Kalau aku melanggar sumpah, biar aku tidak akan lama menjadi suaminya!"

Dia meloncat bangun dan langsung merangkul dan mencium pipi Kim In! Gadis ini menjadi merah sekali mukanya, berpaling kepada sumoinya dan berkata, "Nah, Sumoi. Kau pergilah, dan semoga kau berbahagia dengan... Kun Liong..." Dia mengusap air matanya dan berkata kepada Owyang Bouw. "Mari kita pergi!"

"Isteriku yang tercinta!" Owyang Bouw bersorak, lagsung memondong tubuh Kim In, berjingkrak seperti anak kecil. "Isteri yang manis, Kim In... Moi-moi..., mari kita berbulan madu di puncak gunung... di tepi telaga... ha-ha-ha...!" Cepat seperti terbang pemuda yang memondong tubuh Kim In itu lari dan lenyap dari depan Hong Ing yang masih bengong dengan air mata mengalir turun membasahi kedua pipinya.

Peristiwa itu seperti mimpi saja bagi Hong Ing. Sungguh merupakan hal yang sama sekali tidak terduga-duga. Begitu saja pemuda itu datang, dan begitu saja terjadi perubahan hebat dalam hidup Kim In dan dia sendiri! Dalam beberapa menit saja keadaen hidup mereka telah berubah sama sekali, dan sedikit pun hal itu tidak pernah mereka sangka. Betapa anehnya hidup! Begitu saja kini sucinya menjadi isteri Ouwyang Bouw, dan dia yang sudah putus asa kini bebas sama sekali! Dengan jantung berdebar-debar Hong Ing menjatuhkan diri duduk di atas rumput. Dia memikirkan keadaan sucinya. Mengapa sucinya demikian mudahnya menerima pinangan Ouwyang Bouw, pemuda yang biarpun tampan dan lihai sekali namun seperti berotak miring itu? Dia mengenangkan lagi apa yang baru saja terjadi, dan dia merasa terharu setelah dia mengerti akan keputusan yang diambil sucinya. Sucinya adalah seorang yang telah patah dan hancur hatinya, patah oleh penyelewengan tunangan yang dicintanya, kemudian hancur oleh kematiannya. Hatinya dirundung dendam terhadap Thian-ong Lo-mo yang sukar untuk dibalas dan dia selalu menantikan kesempatan untuk membalasnya. Kemudian terjadi peristiwa pertemuan dengan Ouwyang Bouw itu. Agaknya dalam waktu singkat, sucinya telah dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang bulat. Kalau dia menolak, tentu Ouwyang Bouw akan membunuh Hong Ing dan kemudian akan memperkosanya, mungkin kemudian membunuhnya pula. Dan selain bahaya ini, juga sucinya menghadapi keadaan yang amat tidak enak dengan memaksa Hong Ing kembali menghadapi subo mereka. Kalau dia menerima, tidak saja Hong Ing akan terbebas, juga dia mendapat kesempatan baik untuk membalas dendam kepada Thian-ong Lo-mo dan memperoleh ilmu-ilmu yang hebat! Keuntungannya jauh lebih besar kalau dia menerima dan kerugiannya amat hebat kalau dia menolak. Itulah sebabnya!

Hong In menarik napas panjang. "Terima kasih atas pengorbananmu, Suci... semoga engkau berbahagia..." Dan sambil menghapus air matanya, nikouw muda ini meninggalkan hutan, meninggalkan kaki Pegunungan Go-bi-san, menjauhkan diri dari tempat tinggal subonya di sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Go-bi-san.

Akan tetapi karena pikirannya masih terpengaruh oleh peristiwa tadi dan dia merasa berduka mengenangkan nasib sucinya, Hong Ing salah jalan. Benar dia menjauhi puncak tempat tinggal subonya, akan tetapi dia memasuki daerah lain dari Pegunungan Go-bi-san yang tak dikenalnya, daerah selatan yang penuh dengan hutan besar dan kabarnya merupakan daerah yang sukar dan amat berbahaya sehingga subonya sendiri seringkali mengatakan agar kedua orang muridnya itu jangan memasuki daerah ini.

Hong Ing sadar babwa dia salah jalan setelah malam tiba dan dia terseret dalam sebuah hutan yang amat lebat. Karena tidak mungkin mencari jalan keluar dalam cuaca gelap itu, terpaksa Hong Ing bermalam di hutan itu setelah mendapatkan sebuah guha yang cukup besar. Dia membuat api unggun dan dapat pulas sejenak, cukup untuk menghilangkan lelahnya.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hong Ing sudah keluar dari guha dengan niat mencari buah yang dapat dimakan. Perutnya terasa lapar sekali. Setelah makan, baru dia akan mencari jalan keluar dari hutan itu.

Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara berkeredepan disusul berkelebatnya bayangan banyak orang dan tahu-tahu di situ telah berdiri tiga belas orang wanita muda yang cantik-cantik mengurungnya! Melihat sikap mereka yang galak dan seperti arca hidup itu, Hong Ing terheran dan teringat bahwa dia adalah seorang nikouw, maka cepat dia merangkap kedua telapak tangannya dan berkata. "Omitohud, Cuwi (Anda Sekalian) mau apakah mengurung pinni (aku) yang sedang mencari buah untuk menghilangkan rasa lapar?"

Seorang di antara mereka melangkah maju. Mereka itu adalah gadis-gadis berusia antara lima belas sampai dua puluh lima tahun, ada yang membawa pedang, golok atau tombak, sikap mereka membuktikan bahwa mereka itu rata-rata pandai limu silat akan tetapi ada sesuatu yang aneh pada pandang mata mereka yang seperti pandang mata sebuah boneka!

"Nikouw (Nona pendeta) siapakah dan tidak tahukah bahwa engkau telah melanggar wilayah kami tanpa ijin?" tanya wanita yang melangkah maju. Seperti semua temannya, pakaiannya indah akan tetapi berwarna kuning semua, dan rambutnya digelung dua di kanan kiri dan dibungkus sutera merah merupakan sepasang bunga mawar.

"Pinni adalah Pek Nikouw dan maafkan kalau pinni melanggar wilayah Cuwi karena sesungguhnya pinni tidah sengaja."

Wanita yeng memimpin pasukan aneh ini bermain mata dengan teman-temannya, kemudian berkata, "Kalau engkau bukan seorang nikouw, tentu sudah kami tangkap dan kami seret ke depan Siocia. Akan tetapi, karena engkau seorang nikouw, maka kami harap Sukouw suka ikut bersama kami menghadap Siocia (Nona) agar Siocia sendiri yang memutuskan."

Hong Ing adalah seorang dara perkasa, yang tentu saja memiliki keberanian besar dan memiliki watak tidak mau dihina atau ditundukkan orang begitu saja. Biarpun dia berpakalan nikouw dan kepalanya gundul, akan tetapi dia menjadi nikouw karena terpaksa, maka wataknya sebagai seorang, dara perkasa masih tetap ada. Dia mengerutkan alisnya dan berdiri dengan tegak, memandang mereka dan berkata, "Aturan apakah ini? Andaikata benar ini wilayah kalian, mana tanda-tandanya? Dan aku masuk kesini bukan sengaja, mengapa hendak ditangkap? Kalau aku tidak mau ditangkap, kalian mau apa?"

Mendengar ini, tiga belas orang gadis itu berseru marah dan pemimpin mereka segera membentak, "Tangkap dia!"

Dua orang menubruk, akan tetapi dengan mudah Hong Ing mengelak sambil menggerakkan kaki tangannya menendang dan memukul. Akan tetapi betapa kagetnya ketika melihat bahwa dua orang itu dapat pula mengelak dan menangkis serangan balasannya dan mulailah dia dikeroyok! Dengan marah Hong Ing mencabut pedang pemberian sucinya dan membentak. "Mundur semua, kalau tidak ingin mati di ujung pedangku!"

"Phuihh, perempuan sombong!" bentak mereka dan tiga belas orang wanita itu menggunakan senjata masing-masing untuk mengeroyok Hong Ing.

Hong Ing cepat memutar pedangnya dan diam-diam dia terkejut karena ternyata olehnya bahwa biarpm kepandaiannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan mereka ini, namun sebagai anak buah, tingkat mereka itu sudah hebat dan jumlah mereka yang banyak membuat dia repot juga. Apalagi karena senjata yang mereka pergunakan ada tiga macam, ada yang menggunakan pedang, ada yang mainkan golok dan ada pula yang bersenjata tombak gagang panjangdan mereka semua adalah ahil-ahli dalam mainkan senjata mereka. Dia harus mengerahkan seluruh tenaga dan mainkan jurus-jurus yang terpilih dari ilmu pedangnya agar dapat melindungi diri dengan baik dan balas menyerang. Akan tetapi, setelah lewat seratus jurus lebih, dia hanya baru dapat melukai pundak dua orang pengeroyok dan ini bukan berarti dia menjadi ringan karena dua orang itu biarpun sudah terluka, masih terus ikut mengeroyoknya!

Mulailah Hong Ing merasa khawatir dan menyesal mengapa dia tidak menyerah saja tadi. Kalau sekarang, dia pantang menyerah sebelum kalah karena sudah terlanjur bertanding. Siapa tahu, mereka itu biarpun aneh bukanlah golongan jahat dan orang yang mereka sebut siocia itu kiranya seorang wanita sakti yang baik-baik! Dengan demikian, dialah yang kelihatan buruk, sebagai seorang melanggar "wilayah" yang melawan dengan kekerasan ketika ditegur dan hendak dihadapkan kepada yang berkuasa di daerah itu!

"Hi-hi-hi, bodoh kalian, mengeroyok seekor anjing gundul saja tidak mampu mengalahkannya. Mundurlah!"

Seruan ini disusul berkelebatnya bayangan merah dan tahu-tahu di situ telah berdiri seorang gadis berpakaian merah yang lebih cantik daripada tiga belas orang tadi, seorang gadis berusia dua puluhan tahun yang memegang sebatang golok yang berkilauan saking tajamnya. Tiga belas orang yang mengeroyok Hong Ing tadi sudah mundur semua dan membentuk lingkaran lebar, berdiri sambil menonton.

Hong Ing memandang dara baju merah itu penuh perhatian, kemudian merangkapkan kedua tangan sambil berkata, "Omitohud... agaknya Nona yang disebut Siocia oleh mereka tadi."

Gadis itu tertawa terkekeh dan kagetlah hati Hong Ing melihat betapa gigi yang bentuknya bagus berderet rapi itu semua berwarna hitam, hitam mengkilap! Betapa sayang, pikirnya, gadis secantik itu giginya hitam semua. Dia tidak tahu bahwa warna giginya itulah yang menjadi kebanggaan gadis itu.

"Hi-hi-hik, bukan, Sukouw. Aku hanyalah Amoi, pelayan ke due dari Siocia. Pelayan pertama adalah Cici Acui. Mengapa engkau berkelahi dengan pasukan peronda kami?"

Hanya pasukan peronda! Dan hanya tiga belas orang dan dia tidak mampu menangkan mereka! Benar-benar hal ini membuat Hong Ing penasaran sekali. Dia sudah kepalang melawan, kalau sekarang berhadapan hanya dengan seorang pelayan saja dia bersikap mengalah, benar-benar amat memalukan. Lain lagi kalau umpamanya yang datang adalah Si Suocia yang menjadi kuasa daerah itu, kiranya lebih baik dia mengalah karena tentu Siocia itu lihai bukan main melihat betapa pasukan perondanya saja sudah begitu lihai.

"Aku hendak ditangkap, tentu saja aku tidak mau karena tidak merasa bersalah." jawabnya.

"Hi-hi-hik, ada nikouw bersikap kasar dan suka mainkan pedang. Sungguh lucu! Siocia tentu akan suka melihatmu. Sukouw, siapa pun yang lewat di sini tanpa ijin harus ditangkap, maka tidak ada kecualinya, biarpun engkau seorang nikouw muda berkepala gundul, tetap saja harus menghadap Siocia."

"Aku tidak mau, kecuali kalau Siocia kalian itu datang sendiri ke sini, jika hendak bicara dengan pinni," kata Hong Ing dengan sikap angkuh.

"Bagus, ingin kulihat sampai di mana sih kepandaianmu! Sambut golokku ini!" Wanita baju merah itu sudah menerjang dengan goloknya. Gerakannya cepat dan mantap, maka Hong Ing tidak berani memandang rendah, cepat dia melangkah mundur sambil menangkis dengan pedangnya.

"Cringgg!!" Bunga api berpijar dan keduanya terpental mundur, membuat Hong Ing makin terkejut karena ternyata tenaga sin-kang yang dikerahkannya tadi hanya seimbang saja dengan lawannya.

"Hi-hik, bagus sekali! Tenagamu lumayan! Mari kita main-main sebentar!"

Gadis baju merah itu menyerang lagi setelah tertawa-tawa dan Hong Ing kini cepat mainkan ilmu pedangnya, memutar

pedangnya secepat kitiran, menjaga diri sambil balas menyerang dengan dahsyat.

Karena dia maklum bahwa biarpun hanya seorang pelayan, kepandaian Amoi ini benar-benar hebat dan amatlah memalukan kalau dia sampai kalah oleh seorang pelayan saja! Dia mainkan limu Pedang Pek-eng-kiam-hoat (Ilmu Pedang Garuda Putih) yang merupakan ilmu pedang kebanggaan subonya. Benar saja, begitu dia mainkan ilmu pedang yang bersumber pada ilmu pedang Go-bi-pai ini, wanita baju merah menjadi kaget dan mengeluarkan seruan nyaring, kemudian goloknya dimainkan sedemikian rupa yang membuat Hong Ing terheran-heran dan kagum.

Ilmu golok itu amatlah aneh dan lucunya, kelihatannya kacau-balau akan tetapi justru kekacaubalauan gerakan ini yang membuat lawan menjadi bingung! Di balik kekacauan ini terdapat gerakan inti yang amat kuat, membuat gadis itu dapat menangkis semua serangan pedang Hong Ing, bahkan membalas dengan tiba-tiba, tak terduga-duga dan tidak kalah dahsyatnya! Semua ini dilakukan oleh gadis baju merah itu sambil terkekeh-kekeh genit!

Dengan penasaran sekali Hong Ing lalu mengeluarkan suara melengking nyaring, menerjang maju dan mainkan jurus yong paling berbahaya dari Pek-eng-kiam-hoat. Pedang itu mula-mula menangkis golok lawan yang menyambar, lalu dari tenaga lawan yang dipinjamnya, pedangnya meluncur ke atas, berputaran dan berubah menjadi sinar bergulung-gulung, kemudian sinar ini meluncur ke bawah dengan gerakan masih membentuk lingkaran akan tetapi dari lingkaran itu menyambar sinar kilat ke arah dua tempat secara bertubi dan susul-menyusul sedemikian cepatnya sehingga hampir berbareng, yaitu ke arah ubun-ubun kepala lawan dengan tusukan yang disambung dengan babatan ke arah leher. Inilah jurus yang dinamakan Pek-eng-to-coa (Garuda Putih Mematuk Ular), sebuah jurus pilihan yang amat sukar dihindarkan lawan saking cepatnya dua serangan susul-menyusul itu.

"Hi-hik... haiii...! Cringgg... trangg...!" Gadis baju merah yang tadinya terkekeh itu menjerit kaget, cepat menggunakan goloknya menangkis dua kali, namun karena agak terlambat, goloknya terlepas dari pegangannya dan pada saat itu juga, sambil terkekeh lagi gadis itu sudah menubruk maju hendak memeluk pinggang Hong Ing!

Hong Ing masih merasa betapa lengan kanannya tergetar ketika pedengnya ditangkis tadi, maka terkejut melihat lawan meraih pinggangnya. Dia meloncat ke belakang dan menjerit karena ternyata bahwa gerakan gadis baju merah itu hanya merupakan tipuan belaka dan sebenarnya, pada saat itu gadis baju merah yang lihai ini sudah melakukan tendangan tersembunyi dari bawah yong tepat mengenai pergelangan tangan kanan Hong Ing yang memegang pedang. Karena lengannya masih tergetar maka tendangan itu tepat sekali, membuat pedangnya juga terlepas dan terlempar!

"Hi-hi-hik, sekarang kita sama-sama, tidak bersenjata!" kata gadis beju merah yang mengaku bermma Amoi itu.

Hong ing menjadi marah dan penasaran sekali. Masa dia harus kalah menghadapi seorang pelayan saja? Dia memiliki ilmu silat tangan kosong yang lihai, maka tentu saja dia tidak gentar untuk bertanding dengan tangan kosong. Sambil berseru marah dia menerjang maju.

"Bagus! Mari kita berlatih sebentar!" Amoi berseru dan cepat mengelak ke belakang menghindarkcn diri dari tendangan Hong Ing, kemudian tendangan berantai itu hendak digagalkannya dengan sambaran tangannya yang hampir saja berhasil menangkap sepatu kiri Hong Ing. Dara ini terkejut, cepat menarik kembali kakinya dan pada saat itu Amoi sudah membalas menyerang dengan cengkeraman ke arah leher kanannya yang juga dapat dihindarkan dengan baik oleh Hong Ing. Terjadilah pertandingan yang amat seru. Keduanya sama gesit dan sama lincah sehingga setiap gerakan lawan kalau tidak dapat dielakkan tentu dapat ditangkis dengan baik. Terdengarlah berkali-kali suara beradunya kedua lengan yang berkulit putih dan kelihatan halus lemah namun yang sebenarnya mengandung tenaga sin-kang kuat itu menyelingi suara gerakan mereka yang menimbulkan angin. Tadinya kedua orang gadis itu mengandalkan kelincahan mereka untuk saling mengalahkan lawan, akan tetapi setelah lewat lima puluh jurus, bukan main kagetnya hati Hong Ing, kaget dan terheran-heran melihat perubahan aneh dalam permainan silat gadis baju merah itu. Lawannya kini mulai terkekeh-kekeh lagi dan ilmu silatnya amat luar biasa, kadang-kadang lawannya itu bergerak dengan halus dan lemah gemulai seperti bukan sedang bertanding melainkan sedang menari-nari bersamanya, akan tetapi tiba-tiba saja tarian indah itu berubah menjadi gerakan kaku dan buruk sekali seperti gerakan seekor monyet pincang! Bahkan lebih aneh lagi, kadang-kadang Amoi menjatuhkan diri ke atas tanah, bergulingan sambil menangis, menjambak-jambak rambutnya sampai awut-awut, akan tetapi dalam keadaan seperti itu, selagi Hong Ing terbelalak kaget, dia mencelat ke atas dan menyerang dengan hebat!

"Aihhhh...!" Hong Ing menjerit kaget dan untung masih dapat melempar tubuh ke belakang terhindar dari hantaman yang amat dahsyat ke arah dadanya.

Mulailah Hong Ing bersikap hati-hati. Kini dia tahu bahwa ilmu silat aneh seperti gila itu bukan semata-mata ilmu yang dimainkan oleh seorang gila, melainkan ilmu silat yang terselubung sikap gila-gilaan yang bukan tidak ada gunanya, karena sikap gila-gilaan itu justeru untuk memancing lawan dan mengacaukan perhatian lawan! Kini dia bersikap hati-hati sekali kalau Amoi menjambak-jambak rambutnya atau jatuh terduduk dan menangis seperti seorang anak kecil yang merengek minta makanan, tidak peduli lagi kalau Amoi membanting-banting kaki atau bahkan merangkak-rangkak seperti anak kecil belajar merangkak! Dan memang dia benar karena di tengah-tengah gerakan aneh ini tiba-tiba sekali Amoi mencelat ke atas dan menyerangnya dengan dahsyat. Karena dia tidak mempedulikan gerakan-gerakan aneh dari lawan, maka kini dia dapat menghadapi serangan mendadak itu dengan baik sehingga semua serangan Amoi dapat digagalkannya.

"Robohlah!" Tiba-tiba Hong Ing membentak dan dia menerjang maju dengan tendangan berantai, tendangan yang hanya dilakukan untuk mengacaukan posisi lawan, dan selagi Amoi sibuk mengelak dan menangkis, Hong Ing melihat lowongan baik lalu "memasukinya", tangan kirinya dengan jari terbuka menampar ke arah leher kanan lawan.

"Hayaaaa...!" Amoi menjerit dan berusaha mengelak, namun tetap saja pundaknya kena ditampar sehingga dia terpelanting dan jatuh miring. Akan tetapi, sambil menangis tersedu-sedu dia sudah meloncat lagi ke atas dan kedua tangannya membentuk cakar. Melihat ini, Hong Ing bersiap-siap karena maklum bahwa lawan hendak menggunakan ilmu silat semacam Eng-jiauw-kang atau Houw-jiauw-kang (Ilmu Silat Cakar Harimau) yang berbahaya. Dia melihat Amoi menerjang maju, menggerakkan kedua tangannya untuk mencakar mukanya.

"Heiiii!" Hong Ing berteriak kaget dan maju untuk mencegahnya. Dia merasa kasihan kepada Amoi yang dikalahkannya dan menangis itu, sikap seperti seorang anak kecil saja dan kini Amoi agaknya merasa kesal dan jengkel, hendak mencakar muka sendiri. Perhuatan ini tentu saja berbahaya, bisa merobek hidung atau mencokel mata sendiri!

"Hi-hik...! Dukkk!"

"Kau curang...!" Hong Ing berteriak akan tetapi karena sambungan lututnya kena disentuh ujung sepatu Amoi, tentu saja dia jatuh berlutut dan pada saat itu terdengar suara bersiutan dan tahu-tahu tali-tali hitam telah menyambar dan membelenggu tubuhnya. Kiranya belasan orang gadis lain telah menggunakan tali hitam yang berbentuk lasso dan melempar lasso itu dengan baik sekali sehingga semua lemparan tepat mengenai dirinya. Lingkaran-lingkaran lasso itu semua tepat menelikung tubuhnya. Dia kaget sekali akan tetapi diam-diam tersenyum mengejek ketika merasakan dengan lengannya betapa tali-tali itu tidaklah kuat. Dia akan menanti sampai rasa kesemutan di lututnya lenyap, baru akan memutuskan semua tali yang mengikatnya.

Dengan pura-pura tak berdaya Hong Ing masih berlutut, ditertawakan oleh semua gadig itu. Kemudian, setelah lututnya tidak kesemutan, dia bangkit berdiri dengan tubuh terbelenggu seperti seekor domba hendak disembelih dan memandang kepada Amoi dan tiga belas orang gadis yang tertawa dengan mulut terbuka lebar, bebas lepas ketawa mereka, seperti segerombolan laki-laki kasar saja. Hemmm, tunggu saja kalian, pikir Hong Ing dengan gemas. Diam-diam dia mengerahkan sin-kangnya dan tiba-tiba dia menggerakkan kaki tangannya sambil menjerit dengan suara melengking nyaring

"Haaaiiittt!"

"Hi-hi-hik!"

"Heh-heh-hi-hik!"

Belasan orang gadis itu cekikikan tertawa dan merahlah muka Hong Ing. Beberapa kali dia mengerahkan seluruh tenaga sin-kangnya dan mencoba lagi, namun sia-sia saja dan akhirnya dia maklum, bahwa tidak akan mungkin baginya untuk membebaskan diri dari ikatan tali-tali yang ujungnya masih dipegangi oleh para gadis yang mengurungnya itu. Betapa mungkin memutuskan tali yang sifatnya seperti karet, dapat mulur ketika dia mengerahkan sin-kang akan tetapi segera mengkeret dengan ketat lagi setelah itu? Tenaga hanya dapat menghancurkan atau mematahkan benda keras, betapa mungkin dapat melawan benda lunak yang sifatnya mulur akan tetapi yang mempunyai keuletan luar biasa?

Seperti menerima komando tak bersuara, tiba-tiba tiga belas orang gadis itu menyendal ujung tali dan tubuh Hong Ing melayang ke atas! Ketika tubuhnya yang sudah tak dapat bergerak itu meluncur turun, beberapa buah lengan menyambutnya dan sambil tertawa-tawa para gadis itu menggotong tubuh Hong Ing yang sudah ditelikung seperti ayam itu.

Hong Ing bergidik melihat wajah muda-muda dan cantik-cantik yang tertawa-tawa seperti siluman-siluman ini. Dia tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya di tangan orang-orang seperti ini. Segala bisa terjadi dengan dirinya di tangan mereka. Apakah dia akan dipanggang seperti seekor anak babi (babi guling?) sampai kulitnya menjadi kering kemerahan untuk kemudian mereka makan bersama arak wangi dan dagingnya dikerat-kerat dan dicocolkan kecap? Hong Ing membelalakkan matanya penuh kengerian, apalagi ketika Amoi Si Gadis Baju Merah yang lihai itu di tengah perjalanan mengelus kepalanya yang gundul sambil tertawa dan berkata, "Hi-hik, kepalanya gundul pelontos. Haluuuusss... hi-hi-hik!"

Hong Ing bergidik. Celaka. Mereka ini adalah orang-orang yang gila atau setidaknya adalah orang-orang yang sudah terasing dari dunia ramai sehingga menjadi seperti orang-orang biadab. Tiba-tiba dia teringat. Gila? Subonya, Go-bi Sin-kouw, pernah menceritakan bahwa dahulu, dua tiga puluh tahun lalu, di Go-bi-san terdapat seorang nenek yang saktinya seperti siluman. Kalau dia tidak salah ingat, julukan nenek yang disebut-sebut oleh gurunya itu adalah Go-bi Thai-houw (Ratu Pegunungan Go-bi-san). Ketika Go-bi Thai-houw masih berada di daerah Pegunungan Go-bi, tidak ada tokoh lain yang berani tinggal di situ, bahkan gurunya sendiri dahulu tidak berani mendekati Go-bi-san. Akan tetapi menurut gurunya, Go-bi Thai-houw dikabarkan sudan tewas di tangan Pendekar Sakti Cia Keng Hong yang amat terkenal pula sebagai ketua Cin-ling-pai. Jangan-jangan nenek sakti yang menurut gurunya adalah seorang gila itu belum mati dan yang menangkapnya ini anak buahnya! Dia bergidik lagi.

Akan tetapi matanya terbelalak kaget ketika rombongan itu tiba di sebuah puncak yang dikelilingi hutan gelap, karena dari tempat dia digotong tergantung dengan kepala di bawah itu dia melihat sebuah bangunan besar den megah di tempat sunyi itu! Pantas kalau dinamakan sebuah istana dan dugaannya makin tebal bahwa nenek siluman Go-bi Thai-houw agaknya benar-benar belum mati seperti yang diceritakan gurunya.

Dia digotong masuk, melalui lorong yang panjang dan dengan dinding yang terhias lukisan-lukisan indah dan kain sutra bergantungan di mana-mana. Akhirnya, Amoi mengempit tubuh Hong Ing dan meninggalkan tiga belas orang anak buah yang agaknya tidak diperbolehkan memasuki sebuah ruangan besar di tengah rumah itu. Amoi mengempitnya dengan ringan dan masuklah gadis berbaju merah itu ke dalam ruangan yang amat mewahnya. Begitu masuk, hidung Hong Ing mencium bau dupa wangi yang dibakar orang di dalam raungan itu.

"Brukkk!" Tubuhnya dilempar ke atas lantai yang terbuat dari batu marmer putih, begitu bersih sampai mengkilap. Mata Hong Ing memandang ke sekeliling dangan menggerakkan lehernya. Dia melihat Amoi berlari menghampiri seorang wanita gemuk yang duduk setengah rebah setengah terlentang di atas kursi yang lebih patut disebut pembaringan saking lebarnya, kemudian Amoi berlutut dan mencium kaki yang tertutup sepatu kain sutera itu.

"Siocia..."

"Hemm, Amoi. Kau baru datang? Agaknya engkau membawa seorang tawanan." kata wanita gemuk itu.

Hampir saja Hong Ing tertawa. Itukah yang menjadi nona majikan istana ini dan yang disebut Siocia? Ataukah Si Gendut ini puteri dari Go-bi Thai?houw? Dia memperhatikan wanita itu. Usianya kurang lebih tiga puluh tahun. Tubuhnya amat subur, gemuk dan sehat sehingga wajahnya menjadi seperti buah masak, kemerahan. Perutnya yang gendut tak dapat disembunyikan di balik jubah yang indah dan mewah, demikian pula buah dadanya yang amat besar. Wajahnya biasa saja, cantik tidak akan tetapi juga tidak terlalu buruk, bahkan kulit mukanya putih bersih dan halus. Ketika tertawa,

mulutnya yang lebar terbuka memperlihatkan gigi besar-besar akan tetapi putih bersih dan ketika tertawa kepalanya agak diangkat sehingga tampak jelas gerakan lehernya dan dagunya yang bersusun empat! Telinganya dihias anting-anting besar dan memang pantas dan sesuai dangan dirinya. Wajahnya kelihatan ramah, tersenyum selalu akan tetapi dari matanya yang lebar itu keluar wibawa yang kuat.

Seorang gadis lain yang juga berpakaian merah seperti Amoi, yang lebih cantik malah dari Amoi dan lebih tinggi tubuhnya, segera menyusul pertanyaan Siocia itu. "Moi-moi, siapakah tawanan itu? Kelihatannya seperti seorang nikouw?"

Amoi tersenyum dan duduk di dekat majikannya, bersanding dangan gadis yang menegurnya. Hong Ing dapat menduga bahwa tentu gadis itu yang disebut oleh Amoi sebagai Acui.

"Siocia, dia adalah seorang nikouw yang bernama Pek Nikouw. Dia melanggar wilayah kita dan ketika hendak ditangkap, dia melawan. Ilmu kepandaiannya boleh juga, Siocia. Hampir saya kalah olehnya," kata Amoi.

"Ahhh, begitukah? Sungguh kebetulan sekali kalau begitu! Nikouw muda bangunlah!" Wanita gendut itu berkata dan suaranya ramah sekali, tangannya dangan telapak terbuka bergerak ke depan. Angin pukulan yang dahsyat menyambar, mendorong sebuah tusuk sanggul emas yang menyambar seperti kilat, menembus putus tali pengikat tubuh Hong Ing dan seperti hidup, tusuk sanggul emas itu melayang kembali ke tangan wanita gendut itu yang mengenakannya kembali ke atas sanggulnya sambil tersenyum.

Menyaksikan kepandaian yang seperti sulapan Hong Ing menelan ludah. Bukan main! Maklumlah dia bahwa dia tidak akan mampu menandingi wanita gendut itu maka begitu dia meloloskan tali yang telah putus itu dari tubuhnya, dia lalu berdiri dan menjura dangan sikap penghormatan seorang pendeta, kedua tangannya dirangkap di depan dada.

"Harap maafkan pinni karena pinni telah tanpa sengaja melanggar wilayah Siocia," katanya.

"Tidak apa, Pek Nikouw. Engkau datang dari kuil apakah, Pek Nikouw?" tanya wanita gendut itu dengan suara ramah.

"Pinni datang dari kuil Kwan-im-bio."

"Aihhh... sungguh kebetulan sekali. Agaknya Kwan Im Pouwsat (Dewi Kwan In) sendiri yang mengutusmu untuk menolongku! Di sini aku telah mempunyai segala sesuatu dengan lengkap, kecuali satu, seorang yang berhati suci, seorang nikouw seperti engkau inilah. Apalagi kalau memiliki kepandaian yang baik, tidak akan memalukan istanaku. Hi-hi-hik! Lihat, setiap saat aku berdoa, setiap saat aku membakar dupa untuk menyenangkan para dewa, akan tetapi agaknya para dewa tidak berhasil menyampaikan doaku kepada Thian! Maka aku membutuhkan seorang nikouw untuk berdoa dan kebetulan engkau datang, dan engkau adalah murid Kwan Im Pouwsat, Dewi Welas Asih yang agaknya menaruh iba kepadaku. Pek Nikouw, demi Dewi Kwan Im yang welas asih, engkau tentu mau berdoa untukku, tentu mau menolongku agar Thian mengabulkan permintaanku, bukan?"

Diam-diam Hong Ing bergidik. Wanita ini dengan begitu saja menyebut-nyebut nama segala dewa. Kwan Im Pouwsat, bahkan Thian, seolah-olah semua itu diadakan hanya untuk memenuhi kebutuhan dan keperluan wanita gendut ini! Biarpun kata-katanya terdangar ramah dan lembut, namun di balik itu terdapat sesuatu yang tidak normal dan membuat Hong Ing menduga bahwa juga Siocia ini tidak bisa dibilang waras otaknya!

"Siocia, sebagai seorang nikouw, tentu saja pinni bertugas untuk berdoa bagi kesejahteraan manusia dan sedapat mungkin menolong manusia terhindar dari kesengsaraan. Doa apakah yang harus pinni lakukan untuk Siocia?"

"Ada dua hal yang bertahun-tahun mengganggu hatiku, Pek Nikouw, dan setiap hari aku berdoa kepada Thian agar mengabulkan permohonanku ini, pertama-tama adalah agar aku dapat menemukan jodohku..." Suara wanita gendut itu menjadi gemetar oleh keharuan sehingga diam-diam Hong Ing harus menahan geli hatinya mendengar ini.

Wanita gendut itu berhenti bicara dan menggunakan lengan bajunya yang lebar untuk mengusap air matanya! Kemudian dia melanjutkan, "Adapun hal yang ke dua adalah agar supaya aku dapat segera membalas dandam kepada musuh besarku."

"Maaf , Siocia. Untuk berdoa, pinni harus mengetahui siapakah musuh besar Siocia, dan mengapa orang itu menjadi musuh besarmu." kata Hong Ing memancing karena dia ingin sekali mendangar riwayat wanita aneh ini.

"Siapa lagi kalau bukan Cia Keng Hong, Ketua Cin-ling-pai! Dia telah membunuh majikanku. Kematian Go-bi Thai-houw harus dibalas dan siapa lagi kalau bukan aku sebagai ahli warisnya yang dapat membalaskan kematiannya?"

Diam-diam Hong Ing terkejut sekali. Tak salah dugaamya, atau setidaknya tidak meleset terlalu jauh. Wanita ini, tempat ini, pasukan wanita gila itu, ada hubungannya dengan Go-bi Thai-hou seperti yang diberitakan subonya. Pantas saja mereka begitu lihai. Kiranya wanita ini adalah keturunan nenek iblis itu.

"Namaku Kim Seng Siocia (Nona Bintang Emas)," wanita gendut itu menerangkan. "dahulu ketika Thai-houw masih hidup, aku adalah seorang pelayannya yang paling kecil. Aku baru berusia delepan tahun. Akan tetapi sebelum beliau pergi, beliau meninggalkan semua pusaka dan kitab-kitabnya kepadaku, maka akulah yang berhak mewarisi semua peninggalannya, termasuk ilmu kepandaiannya dan juga istananya ini yang sudah kuubah menurut seleraku. Nah, kau sudah mendengar, Pek Nikouw, sekarang kau harus tinggal di sini untuk berdoa sampai terkabul kedua permintaanku itu. Aku harus menemukan jodohku, seorang laki-laki yang memiliki ilmu kepandaian tinggi agar dapat membantuku membunuh Cia Keng Hong. Kalau kau menolak, kau akan kubunuh dan kalau kau menerima, kau akan menjadi tamu kehormatan kami, dan hidup terhormat dan mulia di istana ini."

Hong Ing tidak dapat menjawab, mukanya agak berubah. Bagaimana mungkin dia berani menolak? Sekali menolak dan wanita itu turun tangan, tentu dia akan tewas. Akan tetapi bagaimana pula dia dapat menerima diharuskan tinggal di tempat ini bercampur dengan orang-orang yang miring otaknya?

"Baiklah, Siocia. Pinni akan berdoa untukmu don tinggal sementara di sini. Semoga saja segera terkabul pormohonanmu itu."

Wanita itu tertawa dAn mukanya berseri gembira. "Yahuuuu...! Sediakan hidangan yang paling lezat untuk Pek Nikouw!"

Hong Ing memang bukan seorang nikouw tulen, maka tentu saja dia tidak keberatan makan daging dan minum arak yang disuguhkan. Sambil makan minum, Kim Seng Siocia lalu memerintahkan anak buahnya menabuh musik dan menari-nari. Hong Ing makin mengenal keadaan di situ dan tahulah dia bahwa Kim Seng Siocia memang merupakan seorang "ratu" di tempat ini, dangan anak buahnya yang berjumlah lima puluh orang lebih, rata-rata pandai ilmu silat seperti pasukan yang menawannya. Adapun dua orang pembantunya yang paling dipercaya dan yang paling lihai pula adalah Acui dan Amoi itulah, yang bukan hanya merupakan pelayan pribadinya, akan tetapi juga wakil-wakilnya dan murid-muridnya!

Benar saja seperti yang dijanjikan Kim Seng Siocia, Hong Ing diperlakukan dangan penuh hormat oleh semua orang, mendapatkan sebuah kamar yang bersih dan indah di dalam istana, diberi pakaian pendeta yang serba indah dan makanan yang lezat. Pekerjaan Hong Ing sehari-hari hanyalah membaca Jiam-keng (doa) dan tentu saja doa yang keluar dari hatinya bukanlah untuk Si Gendut itu, melainkan dia berdoa untuk keselamatan sucinya, Lauw Kim In yang mengorbankan dirinya menjadi isteri pemuda iblis Ouwyang Bouw, kemudian doa untuk keselamatan dirinya sendiri agar dia dapat segera membebaskan diri dari tempat yang mengerikan ini, dan kadang-kadang kalau dia terbayang wajah Kun Liong yang sukar untuk dapat dilupakannya itu, dia berdoa agar mendapat kesempatan lagi bertemu dangan pemuda gundul itu!

Sedikit pun tidak ada doa di dalam hatinya untuk permintaan Kim Seng Siocia!

Setelah tinggal sebagai tamu terhormat, atau lebih tepat tahanan terhormat di istana itu belasan hari lamanya, Hong Ing mendapat kenyataan bahwa Kim Seng Siocia benar-benar merupakan seorang wanita aneh yang memiliki banyak ilmu kepandaian tinggi. Bukan hanya memiliki tenaga sin-kang yang amat luar biasa, juga wanita ini memiliki kekebalan dan pandai mainkan segala macam senjata, termasuk ahli pula dalam hal menggunakan anak panah. Dia pernah dibuat kagum bukan main ketika pada suatu sore nona gendut itu mendemonstrasikan kepandaiannya memanah burung. Sekelompok burung sedang terbang di udara, tinggi sekali sampai hanya kelihatan sebagai titik-titik hitam kecil. Burung-burung itu sedang terbang berkelompok kembali ke sarang mereka arah selatan.

"Aku ingin makan panggang burung dada hijau!" kata nona gendut itu dan Amoi segera memberikan gendewa dan tempat anak panah yang terisi belasan batang anak panah.

Biarpun tubuhnya gendut, ternyata Kim Seng Siocia dapat bergerak cepat sekali, tahu-tahu gendewa telah dipentangnya dan berturut-turut dilepasaya tiga belas batang anak panah ke udara. Gerakannya sedemikian cepatnya sehingga sukar diikuti pandang mata dan anak-anak panah itu meluncur beriringan seperti bersambung.

Tak lama kemudian, anak panah yang tiga belas batang jumlahnya berjatuhan dan.. setiap batang membawa dua ekor burung yang tertembus dadanya! Hampir saja Hong Ing tak dapat percaya akan apa yang disaksikannya dan diam-diam dia merasa ngeri. Demikian hebatnya ilmu memanah nona gendut ini!

Menyaksikan kelihaian Kim Seng Siocia, makin berhati-hatilah Hong Ing, tidak berani sembarangan melarikan diri karena dia maklum akan keanehan watak nona gendut itu yang tentu tidak akan segan-segan membunuhnya kalau dia melarikan diri dan tertangkap. Maka dia harus menanti saat yang paling tepat dan baik, dan dia hanya akan melarikan diri kalau sudah yakin takkan tertangkap kembali. Pula, kalau dia berdiam di tempat itu tentu tidak akan dapat dicari oleh subonya! Andaikata subonya dapat mencarinya di tempat ini, agaknya subonya akan menghadapi lawan berat sekali dalam diri Kim Seng Siocia dan anak buahnya! Lebih baik di sini daripada bersembunyi di dalam kuil, karena sesungguhnya dia pun tidak suka untuk menjadi nikouw. Akan tetapi, karena dia berada di istana itu dalam tugasnya sebagai nikouw, terpaksa dia selalu membersihkan rambut dari kepalanya kalau ada rambut mulai tumbuh. Dia tidak boleh memancing kecurigaan Kim Seng Siocia dan harus bersikap seperti seorang nikouw tulen yang saleh!

Pada suatu senja, dia melihat Acui dan Amoi berlari-larian dan mengumpulkan anak buahnya. Karena tertarik dia keluar dari kamarnya dan bertanya kepada Amoi yang bersikap bersahabat dangannya.

"Amoi, apakah yang terjadi?"

Amoi tertawa terkekeh-kekeh. "Hi-hi?hik, pesta besar, Sukouw. Banyak lalat jantan terjebak dalam sarang laba-laba, dan diantaranya adalah seekor lalat bule (putih) yang tentu menarik perhatian Siocia. Siocia menyuruh kami menangkap mereka hidup-hidup!" Setelah berkata demikian, dua orang pelayan yang berpakaian merah itu berlari-lari diikuti anak buah mereka.

Hong Ing menjadi penasaran dan dia bertanya kepada serombongan pasukan yang agaknya hendak membantu pula. "Apakah yang terjadi? Banyak lalat terjebak dalam sarang laba-laba? Apa artinya itu?"

Karena Kim Seng Siocia menganggap Hong Ing sebagai tamu agung maka sudah menjadi kebiasaan para anak buah di situ menghormati nikouw muda ini, maka seorang diantaranya menjawab singkat, "Lalat berarti manusia dan lalat jantan adalah laki-laki. Hi-hik, mudah-mudahan aku mendapat bagian!"

"Cuihh, laki-laki!" kata wanita ke dua sambil membuang ludah, entah mengapa agaknya wanita ini pernah mengalami hal yang tidak enak yang ada hubungannya dangan pria sehingga dia membenci pria.

"Hayo kita berangkat!" kata orang ke tiga sambil menanya kepada Hong Ing, "Apakah Sukouw hendak menonton?"

Hong Ing menggngguk dan dia ikut pula berlarian dengan rombongan itu memasuki hutan yang gelap. Belum pernah dia masuk hutan ini dan ternyata rombongan ini membawanya ke sebuah daerah yang penuh dengan guha-guha di dalam hutan itu dan Acui serta Amoi bersama anak buahnya sudah pula berada di situ, menyalakan obor dan mereka bicara sambil tertawa-tawa dan menuding-nuding ke dalam guha-guha itu.

Hong Ing melangkah maju dan memandang. Bukan main herannya ketika dia melihat enam orang laki-laki di dalam dua buah guha itu dan mereka ini benar-benar terjebak dalam sarang laba-laba! Sarang laba-laba yang besar dan yang melekat di tubuh enam orang itu. Betapa pun enam orang itu meronta-ronta, mereka tidak dapat melepaskan diri dari lekatan benang yang sebesar tali itu, benang sarang yang memiliki daya melekat dan membelit!

"Iihhh, apakah itu sarang laba-laba tulen?" tanya Hong Ing mendekati Acui.

"Lihat saja di sana, kami sudah membunuh laba-labanya," dia menuding ke kiri dan hampir saja Hong Ing menjerit.

Benar saja, di situ terdapat dua bangkai binatang yang mengerikan sekali. Jelas dua bangkai itu adalah tubuh binatang laba-laba hitam akan tetapi bentuknya luar biasa! Sebesar kucing atau anjing kecil! Pantas saja sarangnya demikian besar dan sangat kuat, sanggup menangkap manusia!

Akan tetapi dia segera tertarik ketika melihat seorang di antara enam pria itu. Dia mengenal orang yang berkulit putih itu. Itulah orang kulit putih yang bersama Tok-jiauw Lo-mo pernah menggunakan pasukan pemerintah menangkap Kun Liong dan menawan pemuda itu! Kalau dia tidak salah ingat, Kun Liong pernah menyebutkan namanya, Marcus! Ya, Marcus!

Marcus dan lima orang laki-laki lain yang sama sekali tidak berdaya itu segera ditangkap, dibelenggu kedua tangannya dan digiring keluar dari guha. Marcus berkata-kata dalam bahasa asing, kelihatannya marah, dan seorang di antara lima anak buahnya itu berkata dengan penasaran, "Kami ini mau dibawa ke mana? Kami tidak bersalah apa-apa terhadap kalian!"

Para gadis yang menggiring mereka itu tertawa-tawa saja, dan Amoi yang genit membentak. "Hushhh, diamlah! Kalian berenam seharusnya berterima kasih kepada kami. Kalau kami tidak membunuh dua ekor laba-laba hitam raksasa itu, agaknya sekarang semua darah dan sumsum kalian telah disedot habis!"

Hong Ing menyelinap ke belakang ketika melihat Marcus. Dia khawatir kalau pemuda asing itu mengenalnya. Akan tetapi diam-diam dia mengikuti perkembangan dan ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh Kim Seng Siocia dan anak buahnya terhadap enam orang tawanan itu. Maka dia mendahului rombongan yang sambil tertawa-tawa menggiring enam orang laki-laki itu, berlari dan memasuki istana bertemu dangan Kim Seng Siocia, disambut oleh wanita gendut itu dangan senyum ramah.

"Ha-ha, aku mendengar ada enam orang pria menjadi tawanan. Hi-hik, Pek Nikouw, apakah ini hasil doamu? Mudah-mudahan saja jodohku berada di antara mereka."

"Omitohud, mudah-mudahan begitu, Siocia. Pinni telah melihat mereka dan harap Siocia yang menentukan sendiri. Akan telapi sebagai seorang pendeta, pinni tidak boleh berhadapan dengan kaum pria, maka pinni hanya akan menonton dari belakang tirai saja."

Kim Seng Siocia tertawa. "Hi-hi-hik, kasihan sekali engkau. Masih begitu muda sudah harus menjauhkan diri dari pria. Tentu saja boleh, Pek Nikouw, dan kalau benar di antara mereka terdapat jodohku, berarti doamu manjur sekali dan aku tentu akan memberi hadiah besar kepadamu."

Sesuai dengan perintah nona gendut itu, enam orang tawanan itu dihadapkan seorang demi seorang. Betapa kecewa hati Kim Seng Siocia melihat laki-laki yang usianya sudah empat puluh tahun lebih dan yang hanya terdiri dari orang-orang kasar. Ketika dia menyuruh buka belenggu mereka seorang demi seorang dan memerintahkan Acui dan Amoi untuk menguji kepandaian mereka, tidak ada seorang pun di antara lima orang anak buah Marcus yang dapat bertahan melawan seorang di antara dua pelayan manis itu lebih dari sepuluh jurus! Dengan hati kecewa dan juga penasaran, Kim Seng Siocia menghadiahkan lima orang itu kepada anak buahnya dan terdangarlah sorak-sorai dan tawa ketika lima orang itu diseret-seret dan dijadikan perebutan di luar istana. Dari tempat sembunyinya di belakang tirai, Hong Ing hanya dapat mendangar lima orang itu berteriak-teriak di antara sorak-sorai itu dan dia bergidik. Kemudian dia melihat Marcus dihadapkan nona gendut.

"Siapa namamu?" tanya Kim Seng Siocia.

"Marcus," jawab pemuda asing itu dengan suara aneh karena memang dia belum begitu pandai berbahasa pribumi. Kim Seng Siocia kelihatan tertarik dan dia menyuruh Amoi menguji kepandaian pemuda yang berkulit putih itu. Amoi maju dan tersenyum genit.

"Apa kau pandai main silat?" tanya Amoi.

Marcus mengangguk. "Sedikit-sedikit aku sudah mempelajari ilmu silat ketika aku menjadi anak buah tuan Legaspi Selado yang berilmu tinggi. Akan tetapi di negeriku aku terkenal sebagai seorang ahli tinju."

"Tinju?" Amoi bertanya heran dan tidak mengerti.

Marcus mengepal kedua tangannya. "Ahli menggunakan ini untuk merobohkan lawan."

"Aha! Ilmu silat bangsamu? Bagus, coba kaurobohkan aku dangan itu!"

Marcus menjerutkan alisnya dan menggeleng kepala. "Tidak pernah aku merobohkan wanita dangan tinju!" Dia tertawa. "Biasanya aku merobohkan wanita dengan cinta!"

Acui, Amoi dan para penjaga di situ tertawa dan Kim Seng Siocia sudah bangkit berdiri dari kursinya, melangkah maju dan mengamat-amati Marcus dari kepala sampai ke kaki.

"Marcus, jadi engkau ini ahli mencinta wanita?" tanyanya.

Didekati oleh wanita gendut yang agaknya menjadi ketua gerombolan wanita itu, Marcus kelihatan gelisah. Kalau disuruh merayu Acui atau Amoi, atau beberapa orang di antara para anak buah yang muda dan cantik, tentu saja dia akan merasa suka sekali. Akan tetapi wanita ini sungguh berbeda dangan yang lain. Tubuhnya tinggi besar dan sikapnya begitu penuh wibawa.

Dia tidek menjawab, hanya mengangguk.

"Heh-heh, kau menarik juga. Tentu saja aku tidak akan suka menjadi isteri orang asing yang berkulit putih bermata biru. Akan tetapi, kalau kau memenuhi seleraku, kalau kau menyenangkan dan mencocoki hatiku, kau akan menjadi selirku. Hi-hik!"

Marcus membelalakkan matanya. "Apa? Selir? Selir bagaimana?" Dia sudah pernah mendangar bahwa selir adalah seorang peliharaan, seorang isteri di luar pernikahan resmi. Akan tetapi biasanya adalah wanita yang menjadi selir pria, dan sekarang wanita gundul ini hendak mengambilnya sebagai selir!

"Bodoh!" Amoi berkata tertawa. "menjadi selir berarti menjadi kekasih Siocia."

Marcus mengerutkan alisnya dan memandang wanita gendut itu. Memang bukan seorang wanita tua dan wajahnya pun tidak terlalu buruk, hanya terlalu gendut. Dia adalah seorang laki-laki, seorang petualang, mana mungkin dia tunduk saja dijadikan "selir" seorang wanita? Biarpun wanita ini agaknya menjadi kepala di sini, namun menjadi selir amatlah rendah!

"Kalau aku menolak?" tantangnya.

"Bagaimana caramu untuk menolak?" Kim Seng Siocia bertanya, matanya bersinar agak gembira, melihat bahwa pemuda asing ini lumayan juga, memiliki kejantanan.

"Dengan ini!" Marcus memperlihatkan kepalan tinjunya yang besar. "Biarpun aku tidak pernah menggunakan ini untuk menghadapi wanita, akan tetapi kalau aku dipaksa..."

"Heh-heh, bagus! Eh, Marcus, apakah kau lebih suka kuberikan kepada laba-laba?"

Marcus membelalakkan matanya yang biru. "Laba-laba?"

Amoi tertawa. "Hi-hik, laba-laba kecil yang banyak sekali lebih berbahaya dari laba-laba besar. Teman-temanmu yang lima orang kini sedang dikeroyok banyak laba-laba kecil!"

Marcus mendengarkan dan sayup-sayup dia masih mendengar suara cekikikan ketawa banyak wanita. Dia menjadi bingung dan kembali dia kelihatan gelisah. "Begini saja," kata Kim Seng Siocia. "Kalau dalam waktu lima jurus aku belum dapat mengalahkan engkau, biarlah kau akan kuberi kebebasan. Akan tetapi kalau dalam waktu lima jurus kau roboh,bagaimana?"

"Tidak mungkin!!"

"Siocia bertanya, kaujawablah!" Acui membentak, kelihatan marah sekali sehingga suaranya ketus dan nyaring.

Marcus terkejut dan dia memandang wanita gendut itu penuh perhatian. Benarkah cerita teman-temannya yang lebih dahulu merantau ke tanah ini, bahwa di sini terdapat banyak orang sakti yang aneh, diantaranya ada pula wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi?

"Nona," katanya sambil menjura. "Aku akan menerima segala perintahmu, bahkan akan mengangkatmu sebagai guruku kalau benar-benar kau dapat mengalahkan aku dalam lima jurus!"

Kim Seng Siocia tertawa, kemudian berkata, "Bersiaplah kau. Akan kuserang kau sampai lima jurus dan hendak kulihat apakah kau benar-benar dapat bertahan."

Marcus mulai menduga bahwa agaknya nona gendut ini memang memiliki kepandaian karena kalau tidak, tak mungkin berani bicara sesombong itu. Maka dia pun lalu memasang kuda-kuda, kedua tangan dikepal dan dia siap untuk menangkis segala serangan lawan. Dia masih merasa ragu untuk memukul wanita ini, maka dia mengambil keputusan asal dia dapat bertahan selama lima jurus cukuplah. Dan dia akan menangkis dengan pengerahan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri!

"Jurus pertama!" Kim Seng Siocia berkata, tangan kirinya menyambar dengan sebuah tamparan ke arah kepala Marcus. Gerakannya cepat dan mendatangkan sambaran angin dahsyat sehingga Marcus terkejut sekali. Cepat dia mengangkat lengan kanan ke atas dan mengerahkan tenaga agar lengan wanita itu terasa nyeri terkena tangkisannya. Akan tetapi lengannya hanya menangkis angin kosong belaka dan tahu-tahu tangan wanita itu menyambar, turun melalui bawah tangannya yang menangkis dan sudah "menowel" jalan darah di ketiaknya sehingga tiba-tiba lengannya lumpuh dan tubuhnya terhuyung!

Selagi Marcus terheran-heran, nona gendut itu sudah tertawa dan berkata lagi. "Jurus ke dua!" Marcus cepat mempersiapkan diri lebih hati-hati daripada tadi. Kini kelihatan wanita itu menggerakkan kedua tangannya dari kanan kiri seperti hendak menyerangnya dangan dua tamparan, satu ke arah kepala dan yang ke dua ke arah pinggangnya.

Marcus cepat mengikuti tangan itu dan begitu melihat berkelebatnya dua tangan dia cepat menyambar untuk menangkap. Girang hatinya ketika dia berhasil menangkap pergelangan kedua tangan Kinn Seng Siocia, akan tetapi tiba-tiba kedua kakinya dibabat oleh kaki lawan dan tubuhnya menjadi terguling roboh karena nona itu telah merenggutkan kedua lengannya terlepas.

"Bukkk!"

Marcus merayap bangun dan meringis karena pantatnya terasa nyeri ketika dia terbanting tadi. Mulai marahlah dia, juga malu sekali. Jelas bahwa dalam dua jurus tadi, dia sudah dua kali jatuh! Melihat laki-laki ini sudah memasang kuda-kuda lagi dengan mata menjadi agak kemerahan tanda marah, Kim Seng Siocia tertawa dan berkata, "Kau keras kepala juga, ha-ha. Jaga ini jurus ke tiga!"

Kembali Kim Seng Siocia yang hanya ingin main-main, secara sembarangan menggerakkan tangan kirinya menampar, bahkan yang menampar bukan tangan melainkan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar. Sekali ini Marcus sudah tahu bahwa lawannya benar-benar lihai, maka dia menangkis dengan tangan kanan akan tetapi mendahului dengan tangan kirinya menghantam ke arah dagu wanita itu dangan sebuah pukulan "uppercut".

"Plak-plak... desss...!"

Cepat sekali gerak tangan wanita itu sehingga tidak terlihat oleh Marcus yang menjadi keheranan akan tetapi segera dia mengaduh-aduh karena tahu-tahu dia telah terbanting lebih keras daripada tadi! Dia hanya merasa betapa lengannya yang memukul tadi disambar bagian sikunya dari samping, kemudian tubuhnya terbanting tanpa dapat ditahannya lagi. Dia merasa penasaran bukan main.

Benarkah dia, Marcus si jago tinju, sama sekali tidak berdaya menghadapi seorang wanita yang begini gendut? Benar-benar memalukan sekali! Dia mendengus, meloncat bangun dan memandang dengan mata merah, kedua tangannya terkepal dan dia sudah siap lagi menghadapi serangan.

"Hi-hi-hik, kau masih berani? Baik, masih ada dua jurus lagi dan awas, aku akan menggunakan dua jurus itu. Siap!"

Tubuh yang gendut itu bergerak maju. Marcus sudah siap. Dia tidek mau membiarkan wanita itu mendahuluinya karena kini dia mengerti bahwa betapa pun gendutpya wanita itu dapat menggerakkan kedua kaki tangan dangan cepat sekali. Maka dia tidak menanti sampai diserang, melainkan mendahuluinya menyerang dangan pukulan dahsyat ke arah perut yang gendut itu. Dapat dibayangkan betapa herannya melihat wanita itu sama sekali tidak menangkis, bahkan tidak mengelak.

"Crotttt!" Marcus merasa betapa kepalannya bertemu dangan benda lunak dan kepalannya itu menancap sampai ke pergelangan tangannya. Celaka, pikirnya, aku telah membunuhnya ketika melihat kepalan tangannya "masuk" ke dalam perut gendut itu. Akan tetapi, Kim Seng Siocia tertawa dan Marcus yang kaget itu menarik kembali kepalannya. Namun sia-sia, kepalan tangannya yang menancap di perut itu tidak bisa dicabutnya kembali! Dia menjadi bingung, malu, marah, juga penasaran sekali. Tangan kirinya mencengkeram ke depan, ke arah muka wanita itu. Akan tetapi Kim Seng Siocia menangkap tangan kiri itu, kemudian berseru, "Naiklah!" dan... tubuh Marcus telah dilontarkan ke atas.

Markus memekik ngeri ketika tubuhnya meluncur seperti sebutir peluru pistol ke atas dan cepat dia merangkul balok melintang ketika tabuhnya menabrak itu. Dengan tubuh gemetar dia memandang ke bawah, melihat betapa Kim Seng Siocia tertawa dan berkata, "Hayo turunlah! Apakah kau masih belum mengaku kalah?"

Kini maklumlah Marcus bahwa wanita itu benar-benar hebat sekali kepandaiannya. Kiranya belum tentu kalah oleh Legaspi Selado sendiri. Betapa bodohnya telah melawan wanita sepandai itu.

"Aku... aku mengaku kalah..." katanya dangan ngeri melihat betapa tingginya tempat dia berada.

"Dan kau mau menjadi selirku?"

"Ya... ya, aku mau..."

"Dan mau juga menjadi muridku?"

"Aku mau, aku suka sekali..."

"Kalau begitu lekaslah meloncat turun. Mau apa lama-lama di situ?"

Tubuh Marcus gemetar. "Lon... loncat...? Kakiku bisa patah..."

"Haiii, manusia tolo!" Amoi memaki sambil menudingkan telunjuknya ke atas.

"Kau bilang mau menjadi selir dan murid mengapa tidak mentaati perintah? Kalau Siocia bilang turun, turunlah!"

Marcus maklum akan kekeliruannya. Wanita gendut yang lihai hendak mengambilnya menjadi kekasih dan murid, tentu saja kalau dapat melontarkannya ke atas, dapat pula melindunginya kalau dia meloncat turun. Maka sambil memejamkan matanya, dengan nekat dia meloncat ke bawah!

Ketika merasa bahwa tidak ada orang menyambutnya, Marcus membuka matanya dan dia berteriak ngeri melihat tubuhnya meluncur ke arah lantai marmer dangan kepala lebih dulu! Akan tetapi, ketika hidungnya yang panjang itu hampir menyentuh lantai, tiba-tiba tubuhnya terhenti dan, ternyata bahwa tangan kiri yang kuat dari Kim Seng Siocia telah mencengkeram baju di punggungnya, kemudian mendorongnya berdiri.

"Berlututlah, Marcus."

Mendangar perintah ini Marcus lalu menjatuhkan diri berlutut di depan wanita gendut itu. Kim Seng Siocia tersenyum lebar dan memberi isyarat dengan tangannya kepada para penjaga untuk mengundurkan diri, kemudian berkata kepada Amoi dan Acui, "Sediakan air pencuci kaki lalu pergilah kalian keluar."

Amoi dan Acui mengangguk, cepat menyediakan sebuah bokor emas berisi air hangat berikut kain bulu yang halus, menaruhnya di dekat kursi yang seperti pembaringan itu, lalu sambil tersenyum-senyum dan melirik ke arah Marcus yang masih berlutut itu mereka keluar dari kamar, menutupkan daun pintu ruangan itu dari luar.

"Marcus, kaucucilah kakiku," kata Kim Seng Siocia sambil merebahkan diri di atas kursi yang panjang dan lebar itu.

Marcus tidak merasa terhina lagi. Apa pun yang diperintahkan wanita ini, tidak ada orang lain yang menyaksikannya. Pula, dia sudah yakin bahwa wanita ini, betapapun anehnya, adalah seorang yang memiliki kesaktian hebat, menjadi kekasihnya dan juga muridnya merupakan hal yang amat menguntungkan baginya. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu mengambil bokor air hangat, menghampiri nona gendut itu, menggunakan kain bulu yang dicelup di air untuk membersihkan kaki nona ini. Bukan itu saja, bahkan pemuda yang cerdik ini mulai menggunakan "kepandaiannya" merayu wanita, sambil membersihkan dia memijati dan membelai kaki itu yang biarpun bentuknya besar namun cukup bersih, padat dan menggairahkan sehingga Kim Seng Siocia merasa nikmat dan merem melek di atas kursinya.

"Aih, Marcus... kau menyenangkan hatiku. Mari... marilah kaulayani aku baik-baik, kau akan kuajari ilmu yang akan membuat kau benar-benar menjadi seorang jantan." Wanita itu turun dari kursinya, menggandeng tangan Marcus diajak memasuki kamarnya yang mewah dan indah. Diam-diam Hong Ing yang mukanya menjadi merah saking jengah menyaksikan pemandangan tadi, menjadi lega hatinya melihat mereka memasuki kamar dan cepat keluar dari balik tirai dan pergi dari tempat itu. Makin ngeri dia memikirkan keadaan Kim Seng Siocia dan anak buahhya, apalagi ketika mendengar betapa lima orang pria anak buah Marcus itu dikeroyok dan dipaksa bermain cinta oleh puluhan orang wanita yang sudah seperti gila itu! Dia bergidik, akan tetapi betapa pun muak hatinya, dia masih belum berani melarikan diri karena di situ terdapat Acui dan Amoi yang amat lihai.

Hong Ing memasuki ruangan tempat duduk Kim Seng Siocia dangan hati berdebar. Entah mengapa hatinya merasa tidak enak ketika malam hari itu Kim Seng Siocka memanggilnya dan yang disuruh memanggil adalah Acui dan Amoi yang kini mengikutinya dari belakang. Ketika dia masuk ruangan dan melihat Marcus duduk di samping wanita gendut itu, Hong Ing menghentikan langkahnya. Akan tetapi Acui dan Amoi mendorongnya dari belakang. Hong Ing cepat menarik turun penutup kepalanya sehingga mukanya terlindung.

"Siocia memanggil pinni?" tanyanya sambil berdiri di depan wanita itu.

"Bukalah kerudungmu, perlihatkan mukamu" kata Kim Seng Siocia, suaranya berbeda dari biasanya, keren dan penuh wibawa.

"Tapi... tapi Siocia, ada seorang pria di sini," Hong Ing membantah.

"Marcus? Hi-hik, dia adalah orang sendiri, bukan orang luar. Hayo bukalah!"

Karena maklum bahwa menolak amat berbahaya, Hong Ing terpaksa membuka kerudungnya dengan harapan agar Marcus sudah lupa kepadanya. Akan tetapi begitu kerudung dibuka, terdangar suara Marcus,

"Benar dia! Nikouw cantik yang menolong Yap Kun Liong! Dia mata-mata!"

Tentu saja Hong Ing terkejut bukan main. Andaikata Marcus tidak menjadi kekasih Kim Seng Siocia, hal itu masih mending karena tidak ada hubungannya dangan wanita gendut itu.

"Siocia, cocok sekali ceritaku. Dialah sekutu Yap Kun Liong dan kalau dia berada di sini, tentu dia tahu di mana adanya Kun Liong. Kita harus dapat menangkapnya," kata pula Marcus.

"Hemm, aku tidak begitu tertarik oleh ceritamu tentang bokor emas yang dapat menunjukkan tempat harta pusaka. Aku sudah mempunyai cukup harta," Kim Seng Siocia membantah.

"Tetapi, di samping harta, masih ada pusaka yang mengandung ilmu yang mujijat, begitu dikatakan orang, bahkan belum lama Tok-jiauw Lo-mo bersamaku berusaha menyelidiki."

"Siapa? Tok-jiauw Lo-mo murid Thian-ong Lo-mo?" Wanita itu kelihatan kaget.

"Aihh, jadi Siocia mengenalnya?"

"Tidak, akan tetapi aku sudah mendengar akan nama Thian-ong Lo-mo di kaki pegunungan ini. Kalau kakek seperti dia juga memperebutkan bokor, agaknya memang patut diperhatikan."

"Tentu saja dia juga ikut memperebutkan. Bahkan dia telah bersekutu dangan Kwi-eng Niocu yang telah tewas di tangan Yap Kun Liong itu..."

"Apa? Demikian lihai Yap Kun Liong itu?"

"Lihai sekali, Siocia. Dia bahkan kabarnya mengalahkan banyak tokoh, biarpun dia tidak pernah bersungguh-sungguh. Bocah itu aneh dan kami sudah berhasil menangkapnya dengan jalan meracuninya, akan tetapi dia diselamatkan oleh nikouw cantik ini!"

Kim Seng Siocia kini memandang Hong Ing penuh perhatian. "Benarkah ceritanya itu, Pek Nikouw?"

Hong Ing tak dapat membohong, maka dangan tenang dia menjawab, "Pinni tidak tahu-menahu tentang bokor dan sebagainya, yang pinni ketahui hanyalah bahwa pinni memang telah menolong seorang pemuda yang menjadi tawanan, pemuda yang terkena racun..."

"Di mana dia Yap Kun Liong itu?" Marcus membentak.

Tiba-tiba terdangar suara laki-laki yang nyaring sekali di luar istana, suara yang menggetar dan menggema di seluruh puncak. "Apakah di sini tempat tinggal Go-bi Sin-kouw? Aku minta agar Sin-kouw suka keluar dan kita bicara tentang Pek Hong Ing..."

Semua orang terkejut. Orang yang bicara itu telah berada di depan istana! Mana mungkin ada orang datang tanpa diketahui oleh para penjaga? Akan tetapi yang paling terkejut adalah Hong Ing. Terkejut dan juga girang mendangar suara itu, suara Kun Liong!

"Kun Liong...!" Dia berseru dan meloncat hendak keluar. Akan tetapi, Acui dan Amoi sudah menghadangnya dan dua orang pelayan yang lihai itu telah menggerakkan tangan untuk menangkapnya. Hong Ing sudah siap, ketika hendak meloncat tadi, dan karena maklum akan kelihaian dua orang itu, maka dia sudah mendahului, mengirim tendangan kilat dan menotok. Tendangan mengarah pusar Amoi sedangkan totokannya ditujukan ke arah pundak Acui. Gerakannya sungguh tidak terduga dan cepat sekali, maka Amoi hahya dapat miringkan tubuh dan pahanya masih kena tendangan, sedangkan jari tangan Hong Ing dapat menotok tepat di pundak Acui.

"Buukkk! Cuussss!"

Tubuh Amoi yang terkena tendangan itu hanya terhuyung sedikit, sedangkan Acui juga hanya melangkah mundur dan sama sekali tidak terpengaruh totokan yang hanya membuat tubuhnya tergetar. Namun detik ini sudah cukup bagi Hong Ing untuk meloncat dari tempat itu menuju keluar.

"Wuuuiiiit... brusss!" Tubuh Hong Ing tergelimpang kena disambar oleh angin pukulan dahsyat dari samping yang dilancarkan oleh tangan Kim Seng Siocia! Hong Ing terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu, Acui dan Amoi sudah menubruk dan menangkapnya.

"Ikat dia!" Kim Seng Siocia membentak dan Amoi segera mengikat kedua tangan Hong Ing ke belakang, menggunakan tali yang ulet itu, tali yang dapat mulur seperti karet.

"Kun Liong...!" Hong Ing berseru nyaring, akan tetapi hanya satu kali itu karena lehernya sudah ditotok oleh jari tangan Acui yang lihai sehingga dia menjadi gagu!

"Hong Ing...! Di mana kau...?" Kun Liong berteriak girang ketika mendangar suara dara yang dikhawatirkannya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar