"Buka saja pintunya, tidak dikunci." katanya. Daun pintu didorong dan terbuka dari luar. Pelayan yang tadi nampak berdiri di situ, membawa baki yang penuh dengan mangkok piring yang terisi makanan masih panas mengepulkan asap yang sedap. "Kongcu, ini makanan yang kongcu pesan. Kongcu hendak makan di ruangan makan ataukah di dalam kamar ini saja?" "Bawa masuk saja, paman. Aku ingin makan di sini saja." Mangkok dan panci terisi makanan itu ditaruh di atas meja oleh pelayan yang diam-diam merasa heran mengapa seorang pemuda yang begini halus memesan masakan sedemikian banyaknya. Akan tetapi, keheranannya berubah ketika Han Siong berkata sambil menahannya setelah dia hendak pergi. "Paman, harap duduk di sini dan temani aku makan. Rasanya tidak enak makan sendirian. Marilah, paman. Aku sudah memesan makanan untuk dua orang, bukan?" Pelayan itu sejenak tertegun. Kini mengertilah dia mengapa pemuda itu memesan masakan demikian banyaknya. Dan dia terheran-heran melihat seorang tamu mengajaknya makan bersama. Di dalam pekerjaannya selama belasan tahun sebagai pelayan, belum pernah dia mengalami hal seaneh ini. Akan tetapi, karena sikap Han Siong demikian ramahnya, diapun duduk di atas bangku berhadapan dengan pemuda itu, terhalang meja, setelah dia menutupkan daun pintu. "Terima kasih, kongcu. Engkau baik sekali dan memang sesungguhnya saya juga belum makan siang ini." Dia meragu sejenak. "Akan tetapi, kongcu, mengapa kongcu mengajak saya, seorang pelayan, untuk makan bersama? Belum pernah saya mendapat kehormatan seperti ini." "Terus terang saja, paman. Ketika melihat paman, aku segera merasa suka sekali karena wajah paman mirip sekali dengan wajah seorang pamanku yang tinggal jauh di selatan dan sudah bertahun-tahun tidak pernah kutemui." Kata Han Siong. Tentu saja ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari. Dia sengaja menjamu pelayan ini karena ingin mencari keterangan pertama dari pelayan ini. Mereka makan dan minum kesempatan inilah yang dipergunakan oleh Han Siong untuk melakukan penyelidikannya. Setelah bertanya tentang keadaan pelayan itu dan mendengar bahwa pelayan itu sejak kecil tinggal di kota raja dan sudah belasan tahun bekerja di rumah penginapan itu, Han Siong lalu berkata, dengan sikap sambil lalu. "Kalau begitu, engkau tentu mengenal atau setidaknya mengetahui di mana tempat tinggal seorang perwira yang bernama Tang Bun An, paman." "Perwira Tang…….. Bun An? Sungguh aneh!" "Kenapa aneh, paman?" "Katakan dulu, kongcu. Ada urusan apakah kongcu mencari perwira she Tang itu?" "Aku mempunyai urusan pribadi yang sangat penting dengan dia, paman," kata Han Siong girang, tidak mengira akan semudah itu mendapatkan keterangan tentang perwira Tang Bun An yang sedang dicari oleh Bi Lian itu. "Tahukah engkau di mana dia sekarang?" Han Siong kecewa ketika melihat pelayan itu menggeleng kepala. "Saya tidak tahu di mana dia sekarang, kongcu. Tentu saja saya tahu siapa dia. Tang Ciangkun tadinya amat terkenal di kota raja sebagai penolong kaisar dan dia menjadi perwira di istana. Akan tetapi sudah lama dia mengundurkan diri dan sekarang entah berada di mana." "Kalau begitu, mengapa engkau tadi terheran dan mengatakan aneh ketika aku bertanya tentang dia kepadamu, paman?" "Memang saya merasa heran karena baru kemarin dulu, dua orang yang bermalam di sini, kebetulan yang pria juga menginap di kamar ini, juga mereka bertanya-tanya tentang seorang perwira she Tang, dan sekarang kongcu juga menanyakan orang yang sama. Bukankah itu suatu kebetulan yang aneh?" "Hemm, siapakah dua orang itu? Apakah seorang gadis cantik dan seorang pemuda?" "Tepat sekali! Ah, kiranya kongcu mengenal mereka? Mereka itu aneh sekali, setelah bermalam di sini, pagi-pagi sekali pemuda itu pergi. Kemudian, ada tamu yang mengajak gadis itu pergi dan mereka tidak pernah kembali lagi, padahal mereka belum membayar sewa kamar…." "Jangan khawatir, paman. Aku yang akan membayar sewa kamar mereka! Katakan, bukankah gadis itu cantik jelita, bertubuh ramping, berkulit putih mulus, ada tahi lalat kecil di dagu, mukanya bulat telur?" Pelayan itu mengerutkan alisnya. "Ia memang cantik jelita dan bertubuh tinggi ramping. Akan tetapi saya tidak berani terlalu memperhatikan karena ia kelihatan galak. Entah ada tahi lalat di dagunya atau tidak, kongcu. Adapun tentang sewa kamar, biarpun mereka belum membayar, telah diselesaikan dan dibayar oleh Ho-han-pang, jadi tidak perlu menyusahkan kong-cu." Han Siong merasa heran. Dia belum yakin apakah gadis dan pemuda yang menginap di rumah penginapan ini benar Bi Lian dan suheng barunya itu. Akan tetapi mengapa mereka bertanya-tanya tentang perwira Tang? Tentu sumoiriya. Dia tidak boleh terlalu mendesak dan menimbulkan kecurigaan pelayan itu, maka dia lalu mengajak pelayan itu melanjutkan makan minum sampai kenyang. "Aihh, sudah lama saya tidak menikmati masakan mahal seperti ini, kongcu. Terima kasih, kongcu." kata pelayan itu sambil menyusut bibirnya dengan lengan bajunya. "Dan tentang pemuda dan gadis itu, kongcu. Sekarang aku dapat membayangkan mereka. Pasangan yang serasi sekali. Gadis itu cantik manis walaupun kelihatan galak, tapi kecantikannya berbau asing. Ia bukan gadis Han, kongcu. Agaknya peranakan dari barat, dari Sinkiang atau Tibet. Dan pemuda itu memakai caping lebar wajahnya tampan dan ia periang……." "Apakah pakaiannya berwarna biru?" "Benar, biru dengan garis-garis kuning!" kata pelayan itu girang. "Kongcu mengenal mereka?" Han Siong mengangguk. Tentu saja dia mengenal Hay Hay yang selalu mengenakan pakaian biru bergaris kuning dan bercaping lebar itu! Dan gadis peranakan Tibet yang cantik itu, siapa lagi kalau bukan Mayang? Kiranya merekapun sudah tiba di kota raja dalam usaha mereka mencari Ang-hong-cu, dan agaknya Hay Hay juga menaruh curiga kepada perwira she Tang itu karena Ang-hong-cu juga she Tang. Akan tetapi, apa pula peranan Ho-han-pang dalam urusan ini? Kenapa Ho-han-pang membayar hutang Hay Hay dan Mayang kepada rumah penginapan ini? Dia tahu bahwa bukan watak Hay Hay, apa lagi Mayang, gadis yang angkuh dan memiliki harga diri yang tinggi itu, untuk begitu saja meninggalkan kamar yang rnereka sewa tanpa bayar!
"Tahukah engkau di rnana dua orang itu sekarang? Kebetulan sekali rnereka itu adalah sahabat-sahabatku."
"Saya tidak tahu, kongcu. Hanya setelah mereka pergi, datang orang-orang Ho-han-pang membayar rekening mereka dan dalam percakapan rnereka dengan majikan kami, mereka mengatakan bahwa dua orang muda itu menjadi tamu Ho-han-pang dan mereka datang untuk membayar uang sewa kamar." Tentu saja Han Siong menjadi girang dan juga curiga terhadap perkumpulan yang memakai nama gagah itu. Ho-han-pang, perkumpulan orang gagah! "Di mana markas Ho-han-pang itu, paman? Aku ingin menyusul dua orang sahabatku itu." "Aihh! Kongcu belum mengenal Ho-han-pang? Biarpun belum lama berdiri, perkumpulan ini sudah terkenal sekali di kota raja dan semenjak perkumpulan itu berdiri, keadaan di kota raja aman, tidak pernah ada gangguan penjahat. Markasnya di luar kota, kongcu, di sebuah bukit." Pelayan itu lalu memberi petunjuk. Setelah menyelidiki di mana letaknya Ho-han-pang dan tidak berhasil bertanya lebih banyak karena pelayan itu nampaknya jerih untuk banyak bicara tentang Ho-han-pang, Han Siong meninggalkan buntalan pakaiannya di dalam kamar dan keluar dari rumah penginapan itu. Pada siang hari itu juga dia keluar dari kota raja menuju ke bukit yang menjadi sarang Ho-han-pang untuk melakukan penyelidikan, apakah benar Hay Hay dan Mayang menjadi tamu di perkumpulan itu dan kalau benar demikian, mengapa.
Han Lojin duduk melamun seorang diri di puncak itu. Puncak bukit itu memang indah. Biarpun hanya sebuah bukit kecil, merupakan gundukan tanah, namun dia telah membuat gundukan tanah itu menjadi sebuah kebun yang indah, dengan tanaman bunga beraneka warna dan pohon-pohon buah. Tanaman di situ hidup dengan subur karena dia memang memelihara tempat itu baik-baik, memberinya pupuk dan merawat tanaman itu dengan tangannya sendiri. Merawat tanaman merupakan satu di antara kesenangan hidupnya. Dia tidak menaruh bangku di kebun itu, melainkan batu-batu gunung yang halus, rata dan bersih, hitam mengkilap dan dapat menjadi tempat duduk yang nyaman. Han Lojin duduk melamun, menghirup hawa yang segar dan wajahnya berseri gembira. Memang hatinya gembira karena dia berhasil menawan tiga orang gadis cantik itu. Terutama dia merasa gembira dapat menawan Siangkoan Bi Lian dan Cia Kui Hong, dua orang gadis pendekar yang selain amat lihai ilmunya, juga amat cantik. Mayang juga memiliki kecantikan yang khas, bahkan sempat membangkitkan berahinya walaupun dia tahu bahwa gadis itu adalah anaknya sendiri! Mereka bagaikan bunga-bunga yang sedang mekar mengharum, dan akan puaslah hatinya kalau dapat menikmati, memetik dan merusak mereka. Semua perempuan harus menderita karena semua perempuan berhati palsu, demikian besar kebenciannya terhadap wanita. Kebencian yang bercampur berkobarnya nafsu berahi, membuat dia selalu ingin menguasai wanita, akan tetapi juga menyengsarakannya. Han Lojin tidak tahu bahwa pada saat itu, satu-satunya orang yang membuat dia gentar dan takut, yaitu seorang di antara anak-anaknya sendiri, Tang Hay atau Hay Hay, sedang mengintai dan mengamati gerak-geriknya! Ketika Hay Hay menyusup-nyusup naik ke gundukan tanah yang menjadi kebun dan taman bunga itu, dia melihat seorang laki-laki duduk seorang diri di taman, duduk di atas batu hitam dan dia terkejut bukan main. Dia mengenal benar siapa yang dipandangnya itu. Pria setengah tua yang gagar dan tampan itu, dengan jenggot dan kumis terpelihara rapi. Han Lojin! Alias Ang-hong-cu! Ayah kandungnya yang jahat seperti iblis. Orang yang dicarinya dan akan terus dikejarnya sampai ke ujung dunia sekalipun. Dia sudah berjanji di dalam hatinya, juga kepada semua pendekar, untuk memaksa Ang-hong-cu mempertanggungjawabkan semua perbuatannya yang keji. Penjahat itu bukan saja melakukan perbuatan yang hina dan keji, memperkosa dan mempermainkan gadis-gadis tidak berdosa, bahkan gadis-gadis pendekar, akan tetapi juga melemparkan aib dan fitnah kepada dirinya. Hampir saja dia yang menjadi korban, dituduh menjadi pelaku dari perkosaan itu. Ayahnya harus bertanggung jawab! Dan kini, tanpa disangka-sangka, dia melihat orang yang dicari-carinya itu duduk seorang diri di taman bukit! Akan tetapi Hay Hay belum mau memperlihatkan diri karena pada saat itu, dia melihat berkelebatnya bayangan orang dan ketika dia melihat siapa tiga orang muda yang berlari cepat memasuki taman bukit itu, hatinya berdebar keras. Di antara tiga orang muda itu, dia segera mengenal Sim Ki Liong! Pada saat itu, Sim Ki Liong memang menanggalkan topeng tipis penyamarannya, maka Hay Hay segera mengenalnya dan tentu saja hal ini amat mengejutkan hatinya. Dan biarpun pada saat itu Tang Cun Sek masih mengenakan topeng tipisnya, namun begitu melihat Sim Ki Liong, Hay Hay dapat pula mengenal Cun Sek. Bentuk tubuh dan gerakan pemuda itu segera dikenalnya walaupun wajahnya berubah karena topeng tipis yang dipakainya. Kiranya dua orang tokoh Kim-lian-pang yang telah terbasmi itu, dan yang berhasil melarikan diri, kini berada di Ho-han-pang! Dengan adanya dua orang ini saja Hay Hay dapat mengetahui, macam apa adanya perkumpulan Ho-han-pang itu! Apa lagi di situ terdapat pula Ang-hong-cu! Pemuda yang ke tiga tidak dikenalnya, akan tetapi juga nampak gagah dengan gerak-gerik yang gesit. Pemuda ke tiga itu adalah Tang Gun. Mereka bertiga langsung memasuki taman nlenghadap Han Lojin, dan Hay Hay mengintai sambil menahan napas dengan hati tegang. Berbahaya juga, pikirnya. Han Lojin saja sudah amat lihai, kalau ditambah pembantu-pembantu seperti Sim Ki Liong dan pemuda tinggi besar yang pandai memainkan ilmu-ilmu silat Cin-ling-pai itu, tentu saja dia tidak boleh memandang rendah. Han Lojin menyambut tiga orang pembantunya itu dengan alis berkerut tanda bahwa dia tidak senang melihat gangguan itu. "Hemm, mengapa kalian ke sini? Seharusnya kalian melakukan penjagaan yang ketat di bawah sana!" Dia menyambut mereka dengan teguran. Tang Cun Sek dan Tang Gun kelihatan ragu dan takut. Akan tetapi Sim Ki Liong nampak tenang dan tabah dan agaknya dialah yang bertugas menjadi pelopor. "Bengcu, maafkan kalau kami mengganggu bengcu di sini. Kami bertjga sengaja mencari dan menghadap bengcu untuk mengajukan permohonan pribadi." Makin mendalam kerut merut di antara alis Han Lojin. "Hemm, permohonan pribadi? Apa maksudmu? Permohonan apakah itu?" "Beng-cu, terus terang saja, begitu bertemu dengan nona Mayang, saya telah jatuh cinta seperti yang belum pernah saya rasakan selama hidup saya. Oleh karena itu, saya mohon perkenan Bengcu untuk mengambil nona Mayang sebagai isteri saya!" kata Sim Ki Liong. Han Lojin mengangkat muka memandang wajah pemuda itu, dan di tempat pengintaiannya Hay Hay juga terkejut. Sim Ki Liong jatuh cinta kepada Mayang? Hemm, melihat sepak terjang pemuda itu di masa lalu, tentu saja di dalam hatinya dia sama sekali tidak setuju kalau adik tirinya itu menjadi isteri Sim Ki Liong yang jahat! "Dan engkau, Cun Sek?" tiba-tiba Han Lojin bertanya sambil memandang pemuda tinggi besar itu. Dengan muka merah Cun Sek memberi hormat dan berkata lantang, "Bengcu, sejak saya menjadi murid Cin-ling-pai, saya telah jatuh cinta kepada Cia Kui Hong. Oleh karena itu, harap Bengcu suka menyerahkan gadis itu kepada saya!" Sepasang mata Han Lojin mengeluarkan sinar marah, akan tetapi dia masih menahan diri dan kini menoleh kepada puteranya yang ke dua dan bertanya. "Dan engkau, Tan Hok Seng?" Dia sengaja memanggil Tang Gun dengan nama ini karena ketika mereka menerima Tang Gun yang dikeluarkan dari dalam kamar tahanan setelah terkena bius, Han Lojin memperkenalkan dia sebagai Tan Hok Seng dan menjadi seorang pembantu barunya.
"Sayapun seperti kedua orang saudara ini, Beng-cu. Siangkoan Bi Lian adalah sumoi saya, dan sejak pertama kali bertemu saya sudah jatuh cinta kepadanya. Oleh karena itu, saya mengharap agar Beng-cu suka menyerahkan Bi Lian kepada saya. Saya akan mempertaruhkan nyawa saya untuk membantu Beng-cu." Di dalam tempat pengintaiannya, Hay Hay mengerutkan alisnya. Jelaslah kini sekarang. Adiknya, Mayang telah menjadi tawanan di Ho-han-pang. Bukan Mayang saja, bahkan juga Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian! Sungguh luar biasa sekali. Tiga orang gadis itu, terutama sekali Kui Hong dan Bi Lian, memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Bagaimana mereka itu dapat tertawan? Dan kini tiga orang pembantu Ang-hong-cu yang dia tahu juga lihai itu jatuh cinta kepada tiga orang gadis tawanan! Sungguh hal ini amat menarik hatinya, walaupun dia marah sekali kepada mereka yang tidak tahu diri! Akan tetapi Hay Hay menahan kesabarannya dan ingin sekali tahu apa yang akan dikatakan Ang-hong-cu menghadapi permintaan tiga orang pembantunya itu.
Dan kini Han Lojin kelihatan marah! Wajahnya berubah kemerahan dan dia berkata dengan suara penuh teguran. "Kalian ini sungguh mau enaknya saja, tidak melihat keadaan yang amat berbahaya! Tiga orang tawanan itu merupakan gadis-gadis yang amat lihai. Kalau sampai mereka itu lolos, kiranya kalian bertiga belum tentu akan mampu menandingi mereka! Mereka harus dijaga ketat, karena merupakan tawanan yang amat penting, dan kalian hanya memikirkan untuk bersenang-senang saja! Aku sendiri yang akan menundukkan mereka. Setelah mereka tunduk, barulah mungkin dapat kuhadiahkan kepada kalian. Nah, sekarang pergi kepada mereka. Pergunakan asap pembius dan pisah-pisahkan mereka dalam tiga kamar. Kalau bersatu, mereka akan terlalu kuat dan berbahaya! Pergilah!" Tiga orang muda itu saling pandang, namun agaknya mereka jerih melihat pimpinan mereka marah. Merekapun pergi meninggalkan Han Lojin yang masih duduk dengan wajah yang kini menjadi murung. Biarpun hatinya sudah panas sekali melihat Ang-hong-cu dan tangannya sudah gatal-gatal untuk menerjang ayah kandung itu, namun Hay Hay menahan diri. Setelah kini dia tahu bahwa Mayang, Cia Kui Hong, dan Siangkoan Bi Lian menjadi tawanan di situ, dia tidak boleh tergesa-gesa menyerang dan menangkap Ang-hong-cu. Hal itu akan membahayakan keadaan tiga orang gadis tawanan itu. Dia harus berusaha untuk menolong mereka lebih dulu, membebaskan mereka. Baru dia akan menghadapi Ang-hong-cu dan kaki tangannya. Dia tahu benar; betapa bahayanya kalau tiga orang gadis berada dalam cengkeraman Ang-hong-cu. Bahaya yang lebih mengerikan dari pada maut bagi mereka. Walaupun Mayang puteri kandung Ang-hong-cu sendiri, namun hal itu tidak merupakan jaminan akan keselamatan Mayang. Dia harus cepat dapat membebaskan mereka. Karena itulah, ketika tiga orang itu meninggalkan taman, diam-diam Hay Hay membayangi mereka dan diapun meninggalkan Ang-hong-cu. Akan tetapi, ketika tiga orang pemuda itu memasuki bangunan besar di tengah perkampungan markas Ho-han-pang, mulailah Hay Hay menghadapi kesulitan. Tak mungkin lagi dia dapat membayangi mereka karena kini dia berada di sarang mereka, di tempat yang ramai di mana terdapat banyak anggauta Ho-han-pang. Tiga orang pemuda itu menghilang ke dalam sebuah bangunan. Ketika Hay Hay mengikuti dan memasuki sebuah ruangan, dia bertemu dengan lima orang anggauta Ho-han-pang! Karena perjumpaan itu tiba-tiba, Hay Hay yang ingin mengikuti tiga orang pemuda tadi tidak sempat menyingkir lagi. Lima orang itupun memandang heran. "Heiii, siapa....?" Akan tetapi Hay Hay cepat mengerahkan kekuatan sihirnya dan berkata dengan sikap berwibawa, "Aku Beng-cu kalian! Apa kalian tidak cepat memberi hormat?" Dalam pandangan lima orang yang terkena daya sihir itu, seketika Hay Hay telah berubah menjadi Han Lojin dan mereka terkejut, cepat mereka memberi hormat. "Kiranya Pangcu.....!" kata orang yang tadi hendak menegur. "Kalian tidak menjaga tawanan dengan baik malah mengobrol di sini?" bentak Hay Hay. "Pangcu, sekarang giliran jaga bukan kami. Tempat tawanan terjaga dengan kuat, bahkan baru saja tiga orang pembantu utama pangcu pergi ke tempat tahanan itu." , "Hemm, engkau. Ikut denganku, ada tugas untukmu. Mari!" kata Hay Hay kepada anggauta Ho-han-pang yang hidungnya besar dan yang tadi mewakili teman-temannya bicara. Dia lalu melangkah keluar, diikuti si hidung besar. Hay Hay sengaja mengajak si hidung besar ke balik sebuah rumah yang nampak sunyi. Dari sini, dia lalu mengajaknya terus ke sudut perkampungan yang merupakan sebuah kebun kosong. Orang itu merasa heran melihat sikap pang-cu (ketua) itu, akan tetapi tidak berani membantah.
Setelah tiba di kebun yang sunyi, tiba-tiba Hay Hay menangkap lengan orang itu. "Hayo katakan, di mana tiga orang gadis itu ditahan?" Si hidung besar terkejut, semakin kaget lagi ketika dia memandang, sang ketua itu telah berubah menjadi seorang pemuda tampan. "Eh, siapa engkau…..?" Akan tetapi hanya sampai sekian dia bertanya karena dia telah terkulai pula di bawah pengaruh sihir . "Cepat gambarkan keadaan tempat tahanan itu kepadaku!" kata Hay Hay dengan suara memerintah dan orang itu lalu menceritakan dengan jelas. Kiranya tempat tahanan itu dapat dicapai melalui rumah besar yang tadi dimasuki tiga orang pembantu Han Lojin, melalui lorong bawah tanah dan tempat tahanan itu berada di bawah gundukan tanah seperti bukit kecil yang dijadikan kebun atau taman bunga. Setelah mendapatkan keterangan jelas, Hay Hay lalu berkata dengan suara berwibawa, "Engkau tidur pulas di sini dan setelah terbangun, engkau melupakan semua yang kaualami di sini!" Dia mengerahkan tenaganya dan si hidung besar itu terkulai dan tertidur di atas tanah. Hay Hay lalu meloncat pergi. Akan tetapi, dia sama sekali tidak mengira bahwa diantara para penjaga tadi, ada yang menaruh curiga. Bukan curiga terhadap sang pangcu, melainkan kecurigaan yang mengandung iri. Si hidung besar diajak pergi oleh pangcu, tentu akan menerima hadiah dan tugas rahasia. Dia merasa iri dan diam-diam diapun- mengikuti dari jauh. Ketika Hay Hay membawa si hidung besar ke dalam kebun, anggauta Ho-han-pang yang bercuriga itupun diam-diam membayangi dan mengintai dari jauh, dari balik sebatang pohon. Dapat dibayangkan betapa kaget hati orang itu ketika melihat kawannya, si hidung besar, roboh terkulai di kebun itu dan sang pangcu kini telah berubah menjadi seorang pemuda! Dia sudah terbebas dari pengaruh sihir, maka k1ni dia dapat melihat Hay Hay seperti apa adanya. Baru saja Hay Hay tiba di dekat pintu masuk rumah besar di mana terdapat lorong tempat tahanan bawah tanah, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan riuh dan gaduh. "Tangkap penjahat!" "Tangkap mata-mata!" Dan belasan orang sudah mengepungnya dengan senjata di tangan! Tahulah Hay hay bahwa dia tadi kurang teliti, menjadi lengan sehingga ada orang yang memergokinya. Hay Hay mengerahkan kekuatan sihirnya, dan mengeluarkan lengking panjang, tubuhnya berputar dan belasan orang yang mengepungnya itu terkejut dan banyak di antara mereka yang roboh!
Akan tetapi, sebe1umnya Hay Hay sempat lolos dari kepungan, lebih banyak anggauta Ho-han-pang datang mengepungnya dan di antara mereka, yang berada di depan adalah Han Lojin sendiri, didampingi oleh seorang wanita yang dikenalnya sebagai Ji Sun Bi! Han Lojin mengangkat tangan memberi isyarat kepada para anak buahnya untuk menahan senjata mereka. Kemudian dia melangkah maju sambil tersenyum, diikuti Ji Sun Bi yang memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata jerih bercampur kagum. Sejak dahulu Ji Sun Bi amat mengagumi Hay Hay, akan tetapi juga gentar karena beberapa kali ia selalu kalah dan tidak berdaya kalau bertanding melawan pemuda ini. Han Lojin yang juga merasa kagum kepada Hay Hay, kagum dan suka, dan mengharapkan puteranya ini dapat membantunya, tersenyum ramah.
"Ah, kiranya engkau yang datang, Hay Hay!" katanya dengan ramah. "Kedatanganmu memang sudah kunanti-nanti. Kenapa engkau tidak datang biasa saja dari pintu depan, sebagai tamu yang kami hormati? Kami sama sekali tidak ingin menerimamu sebagai seorang lawan, Hay Hay ."
Hay Hay menahan kemarahannya ketika berhadapan dengan orang yang sesungguhnya adalah ayahnya sendiri itu. "Ang-hong-cu, engkau manusia jahat dan curang! Kalau memang engkau jantan, hadapi aku dan engkau boleh mengeroyokku dengan kaki tanganmu. Akan tetapi mengapa engkau bertindak curang, menawan Mayang? Selain gadis itu tidak bersalah apapun, juga engkau tahu bahwa ia juga anakmu sendiri, hasil dari perbuatanmu yang keji dan penuh dosa! Bebaskan Mayang sekarang juga, dan selanjutnya engkau boleh mengeroyokku dengan antek-antekmu ini!' Biarpun dihina seperti itu di depan orang banyak, Han Lojin masih tersenyum. Di antara anak-anaknya, dia merasa bangga mempunyai anak seperti Hay Hay, satu-satunya anak yang gagah berani dan bahkan berani menentangnya. Juga memiliki ilmu kepandaian yang tinggi sehingga dia sendiri merasa sukar untuk mengalahkannya, bahkan yang membuatnya merasa jerih! Han Lojin tertawa dan mengangkat kedua lengan ke atas. "Heiii, kalian semua lihatlah dan dengarlah baik-baik! Pemuda yang gagah perkasa ini adalah Tang Hay. Dia adalah puteraku, putera kandungku! Kalau dia mau membantu kita, maka dia akan kuangkat menjadi wakilku, dan dialah yang akan memimpin Ho-han-pang!" "Ang-hong-cu, tidak perlu banyak cakap lagi. Keluarkan Mayang, atau terpaksa aku akan menyerangmu dan memaksamu membebaskan Mayang dan dua orang gadis lain yang kautawan!"
"Ha-ha-ha, anakku yang baik, anakku yang gagah perkasa. Mayang menjadi tamu, juga menjadi keluarga, karena ia adalah anakku pula. Ia adikmu berlainan ibu. Tentu saja aku tidak akan mengganggu selembar rambut anakku sendiri. Juga Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian, mereka menjadi tamuku dan tidak diganggu. Mereka semua akan dapat berkumpul kembali denganmu, asal engkau suka membantuku. Dengar, anakku yang baik. Hidup ini tidaklah lama. Apa artinya hidupmu kalau engkau tidak meraih kedudukan yang mulia?" " "Cukup! Aku tidak sudi berbincang-bincang lagi denganmu! Bebaskan mereka bertiga, dan kita berdua akan menyelesaikan urusan lama di antara kita tanpa menyangkut orang lain!" Han Lojin mulai mengerutkan alisnya dan sepasang matanya mengeluarkan sinar berapi. Saat itu, Ji Sun Bi berkata, "Beng-cu, untuk apa banyak bicara dengan bocah sombong ini? Mari kita tangkap dia, dan aku mempunyai cara untuk menundukkannya, memaksanya dan meng,hilangkan ingatannya. Biar dia menjadi boneka hidup dan kita pergunakan kepandaiannya untuk membantu Ho-han-pang!" Han Lojin segera memberi isyarat kepada para anggauta Ho-han-pang yang telah mengepung tempat itu. "Kalian siap, jangan sampai dia dapat lolos dari sini! Hay Hay, engkau lihat! Sedikitnya lima puluh orang anggauta Ho-han-pang mengepungmu. Melawanpun akan sia-sia saja. Engkau akan mati, juga tiga orang gadis itu akan tak tertolong lagi kalau engkau melawan. Menyerahlah dan mereka akan selamat!" "Ang-hong-cu, engkau adalah iblis berujud manusia. Aku tidak percaya padamu. Kehadiran perempuan ini, iblis betina Ji Sun Bi saja sudah membuktikan bahwa perkumpulanmu ini adalah perkumpulan jahat! Engkau bebaskan tiga orang gadis itu atau aku akan mengamuk dan membunuh kalian semua!" "Kepung dan tangkap dia!" Han Lojin berseru. "Di mana Cun Sek, Hok Seng, Ki Liong? Panggil mereka, dan para pembantu lain!" Pada saat itu, terdengar suara tertawa. Suara ini makm lama semakin keras dan sedemikian kuatnya sehmgga banyak orang Ho-han-pang terhuyung dan menyeringai karena dada mereka terasa sakit, ada pula yang secara aneh ikut tertawa! Han Lojm terkejut karena maklum bahwa di dalam suara ketawa itu terkandung khi-kang yang amat kuat, bahkan mengandung kekuatan sihir.
Hay Hay membelalakkan matanya dan tersenyum girang. "Bagus sekali! Engkau datang tepat pada waktunya, Han Siong!" Yang muncul memang Pek Han Siong! Dia melakukan penyelidikan dan begitu dia tiba, dia mendengar ribut-ribut dan melihat Hay Hay dikepung banyak orang. Juga dia mengenal Han Lojin dan Ji Sun Bi. Terkejutlah Han Siong yang sama sekali tidak mengira bahwa Ang-hong-cu menjadi pimpinan Ho-han-pang, dan juga Ji Sun Bi menjadi pembantu Si Kumbang Merah.
"Jangan khawatir, Hay Hay. Mari kita basmi tikus-tikus busuk ini!'. kata Han Siong yang sudah melayang turun dari atas wuwungan rumah di mana tadi dia bersembunyi. Dapat dibayangkan betapa kaget rasa hati Han Lojin ketika melihat munculnya Pek Han Siong, orang ke dua setelah Hay Hay yang paling disegani karena dia tahu bahwa pemuda inipun sukar baginya untuk dapat menandingi. Akan tetapi, dia mengandalkan anak buahnya yang banyak dan pada saat itu, muncul pula Tang Gun dan Tang Cun Sek dari dalam. "Mana Ki Liong?" tanya Han Lojin kepada Cun Sek. "Entah di mana dia pergi bersama gadis Tibet itu," kata Cun Sek. "Kami menyingkirkan dua orang tawanan,wanita lainnya." Diapun terkejut melihat munculnya Pek Han Siong dan Hay Hay. Tanpa banyak cakap lagi, Tang Gun mencabut pedang Kwan-im-kiam yang dirampasnya dari sumoinya, Siangkoan Bi Lian. Sedangkan Tang Cun Sek juga mencabut Hok-mo-kiam, sepasang pedang milik Cia Kui Hong yang dirampasnya. Melihat pedang K wa-im-kiam di tangan Tang Gun, terkejutlah Han Siong. "Kwan-im-kiam……!" serunya. Kalau pedang pusaka itu berada di tangan orang yang tak dikenalnya ini, hal itu berarti bahwa Bi Lian berada di situ dan mungkin sudah menjadi tawanan sehingga pedangnya dapat dirampas!
"Siangkoan Bi Lian menjadi tawanan mereka, Han Siong. Juga Cia Kui Hong dan Mayang!" kata Hay Hay yang melihat kekagetan sahabatnya. Diapun mengenela Hok-mo Siang-kiam, sepasang pedang milik Kui Hong yang kini berada di tangan Tang Cun Sek. Diapun menggerakkan tangannya dan nampak sinar kilat ketika Hong-cu-kiam tercabut dan berada di tangannya. Juga Han Siong sudah mencabut Gin-hwa-kiam sehingga nampak sinar putih berkilauan. Dua orang pemuda itu kini sudah berdiri saling membelakangi, siap menghadapi pengeroyokan Han Lojin, para pembantunya dan banyak anak buahnya itu. Hay Hay dan Han Siong maklum bahwa mereka menghadapi lawan yang kuat, dan banyak jumlahnya. Akan tetapi mereka mengambil keputusan untuk melawan mati-matian, bukan saja untuk menyelamatkan diri sendiri, melainkan juga untuk dapat menyelamatkan tiga orang gadis yang menjadi tawanan di situ. "Kepung! Tangkap atau bunuh mereka!" Kini Han Lojin mengeluarkan perintah bunuh karena untuk menangkap hidup-hidup dua orang pemuda perkasa itu sungguh bukan merupakan pekerjaan mudah, bahkan amat sukar. Dia sendiri sudah mengeluarkan senjata yang luar biasa dan yang selama ini belum pernah dia perlihatkan atau pergunakan. Sebatang rantai baja yang besar dengan dua macam senjata di kedua ujung rantai yang panjangnya dua meter itu. Ujung pertama merupakan sebatang pisau yang tajam kedua sisinya dan runcing, sedangkan ujung ke dua merupakan kaitan yang kokoh dan runcing. Begitu dia memutar rantai baja itu terdengar suara mendengung seperti kumbang dan angin menyambar-nyambar, tanda bahwa senjata itu digerakkan oleh tenaga yang dahsyat. Namun, karena banyaknya teman atau anak buahnya yang mengepung dan mengeroyok, senjata seperti itu kurang leluasa digerakkan, ada bahaya mengenai teman sendiri. Maka, diapun hanya ikut mengepung dan belum ikut menyerang. Yang maju menyerang hanyalah Ji Sun Bi dengan sepasang pedangnya, Tang Cun Sek, Tang Gun dan lima orang pembantu lain yang sudah lumayan kepandaiannya, dan puluhan orang mengepung dan mengeroyok, dan terjadilah pertempuran yang hebat di mana Hay Hay dan Han Siong mengamuk bagaikan dua ekor naga sakti. Han Lojin menoleh ke kanan kiri, mencari-cari dengan pandang matanya. Dia mendongkol sekali karena Sim Ki Liong, pembantu utama yang paling lihai, yang diharapkan akan mampu menandingi lawan, belum juga nampak. Di manakah adanya Sim Ki Liong? Telah terjadi sesuatu yang aneh atas diri Sim Ki Liong. Semenjak dia melihat Mayang, gadis peranakan Tibet yang menjadi tawanan, hati Sim Ki Liong tergoncang hebat. Dia jatuh cinta seperti yang belum pernah dialaminya! Bukan sekedar bangkit gairahnya. Sama sekali bukan! Melainkan sungguh-sungguh dia jatuh hati! Karena itu, ketika mereka semua mengeluarkan Tan Hok Seng atau Tang Gun dari dalam kamar tahanan di mana pemuda ini ikut terbius ketika mereka melumpuhkan Bi Lian, dan diperkenalkan dengan pembantu baru ini, mereka bertiga, yajtu Sim Ki Liong, Tang Cun Sek dan Tang Gun, segera berkenalan. Dari sikap dan percakapan mereka, ketiganya menyatakan cinta kepada tiga orang gadis yang menjadi tawanan. Sim Ki Liong yang mengajukan usul kepada Cun Sek dan Tang Gun agar mereka bertiga menghadap Bengcu agar mereka dapat memiliki gadis masing-masing yang mereka pilih. "Kalau kita tidak mendahului menghadap Beng-cu dan menyatakan cinta kita kepada mereka, tentu kita akan kehilangan! Aku yakin bahwa Beng-cu tidak akan melepaskan mereka bertiga. Kita hanya akan menggigit jari saja kalau gadis yang kita cinta itu akhirnya akan menjadi milik Beng-cu semua!" demikian dia membujuk. Cun Sek memang jatuh cinta kepada Kui Hong dan sejak dahulu sudah bangkit berahinya rnelihat Kui Hong. Juga Tang Gun sudah tergila-gila kepada Siangkoan Bi Lian yang menjadi sumoinya, maka mendengar ucapan Sim Ki Liong itu, mereka segera menyetujui. Tentu saja dua orang pemuda itu maklum sepenuhnya bagaimana watak ayah mereka! Ang-hong-cu pasti tidak akan melepaskan tiga orang gadis cantik itu begitu saja, seperti seekor kumbang merah yang selalu kehausan tidak akan melewatkan tiga tangkai bunga yang demikian segar mengharum. Demikianlah, ketika mereka bertiga dibentak oleh Han Lojin ketika mereka menyatakan cinta mereka kepada tiga orang gadis tawanan itu, dan mereka diperintahkan untuk memisah-misahkan tiga orang gadis itu, ketiganya tidak berani membantah dan mereka lalu memasuki lorong tempat tahanan dalam tanah. Akan tetapi, biarpun ketiganya memperlihatkan sikap yang sama-sama gembira walaupun permohonan mereka ditolak, namun isi hati mereka berbeda, jauh berbeda seperti bumi langit. Kalau Tang Gun dan Tang Cun Sek merasa bergembira karena mereka akan mendapatkan kesempatan berdua saja dengan gadis yang mereka cinta, dan mereka sudah mengambil keputusan untuk mendahului ayah mereka, untuk lebih dulu memperkosa gadis yang mereka cinta itu selagi mereka terbius, sebaliknya Sim Ki Liong merasa gembira karena dia mendapat kesempatan untuk menolong Mayang! Ya, terjadi perubahan besar dalam diri atau batin Sim Ki Liong yang pernah menjadi murid Pendekar Sadis dan isterinya di Pulau Teratai Merah itu. Dia sungguh-sungguh jatuh cinta kepada Mayang, merasa kasihan dan ingin menolong gadis itu, bukan sekedar ingin memuaskan gairah nafsunya seperti Tang Cun Sek dan Tang Gun. Dengan mudah mereka membuat tiga orang gadis itu roboh terbius dalam kamar tahanan, kemudian mereka membuka pintu kamar itu dan otomatis mereka memondong gadis yang menjadi pilihan hati masing-masing. Para penjaga yang melihat tiga orang pembantu utama ini, tidak ada yang berani bertanya, bahkan mereka keluar dari tempat itu ketika Ki Liong memerintahkan mereka pergi. Kemudian, tanpa mengeluarkan sepatah katapun, tiga orang itu berpencaran, menuju ke kamar tahanan yang lebih kecil sambil memondong gadis pilihan masing-masing.
Kalau Tang Gun dan Tang Cun Sek yang memondong Bi Lian dan Kui Hong bermaksud membawa gadis mereka ke kamar dan menggaulinya dengan paksa selagi mereka itu terbius, sebaliknya Ki Liong membawa Mayang ke kamar paling sudut. Dia memang sudah mempersiapkan obat penawar bius. Dia menutupkan pintu kamar itu, merebahkan Mayang di atas pembaringan, kemudian dia mempergunakan obat penawar bius yang diciumkan di depan hidung gadis itu. Tak lama kemudian Mayang mengeluh lirih dengan menggerakkan pelupuk matanya. Begitu gadis itu membuka mata dan melihat Sim Ki Liong yang duduk di dekat pembaringan, ia meloncat dan siap menyerang. "Tenanglah, nona, dan jangan berisik," bisik Ki Ljong. "Aku telah membawamu ke sini dan menyadarkanmu dari obat bius. Aku ingin menyelamatkanmu, ingin mengajakmu lari dari tempat ini……."
Mayang menghentikan gerakannya yang tadinya siap menerjang itu dan ia memandang Ki Liong dengan alis berkerut dan sinar mata penuh kecurigaan. "Engkau? Hendak menolong aku? Bukankah engkau seorang pembantu Ho-han Pang-cu yang paling lihai? Sim Ki Liong namamu, bukan? Tidak perlu kalian membujuk. Sampai mati aku tidak akan mau menyerah!" "Ssttt, nona Mayang. Aku bersungguh-sungguh. Engkau harus cepat lari dari sini, aku akan mengawalmu dan aku yang akan menahan dan melindungimu kalau ada yang mengejarmu nanti. Bersiaplah ………" "Hemm nanti, dulu!" Mayang tetap merasa curiga. "Sim Ki Liong, kalau engkau tidak berbohong lalu apa artinya ini? Mengapa engkau mendadak mengkhianati pimpinanmu dan hendak menolong aku?" Dengan sinar mata tajam penuh selidik gadis itu mengamati wajah yang tampan itu, masih penuh kecurigaan. "Nona, tidak perlu berpanjang cerita. Waktu kita sedikit sekali. Selagi pangcu berada di taman, kita dapat melarikan diri. Mengapa aku menolongmu? Mengapa? Karena aku cinta padamu. Nah, aku telah berterus terang, percaya atau tidak terserah kepadamu. Aku tidak ingin melihat engkau celaka!"
Mayang memandang bengong. Bagaimana ia dapat percaya? Ada orang jatuh cinta secara tiba-tiba begitu saja kepadanya! Dan harus diakuinya bahwa pemuda ini tampan dan gagah, berilmu tinggi.
"Tapi kau……. kau jahat! Kau membantu Ang-hong-cu yang jahat!" tiba-tiba ia berkata. "Aku tidak sudi kautolong!" Wajah pemuda itu nampak pucat dan pandang matanya sedih. Dia merasa seperti ditampar. Baru sekarang dia merasa sedih ada orang mengatakan bahwa dia jahat! Ah, betapa inginnya untuk menjadi seorang pendekar, bukan penjahat. Semua cita-cita untuk hidup senang kini tidak ada artinya sama sekali dibandingkan dengan penyambutan cintanya terhadap gadis ini. Apapun akan dia korbankan demi cintanya. Pandang mata itu. Ah, tidak dapat dia menahannya. Ingin dia menangis, ingin dia minta ampun kepada Mayang ingin dia melihat Mayang tidak menganggapnya sebagai orang jahat. "Nona, aku memang telah tersesat, akan tetapi setidaknya bantulah aku kembali ke jalan benar dengan membiarkan aku menolongmu. Lihat senjatamu pecut sudah kupersiapkan. Nah, terimalah senjatamu dan mari kuantar engkau pergi dari sini. Cepat, sebelum terlambat. Percayalah, aku melakukan ini karena aku cinta padamu, karena aku ingin kembali ke jalan benar. Aku tidak mengharapkan balas jasa darimu……. " Mayang menerima senjatanya dan iapun mengangguk. "Mari, tunjukkan jalan keluarnya……" "Ssttt…….. !" Ki Liong memberi isarat agar gadis itu tidak mengeluarkan suara karena pada saat itu dia mendengar suara gaduh yang lapat-lapat memasuki tempat itu melalui lorong bawah tanah. Dan dia mendengar suara orang berlari-lari masuk, kemudian disusul teriakan seorang anggauta Ho-han-pang, "Semua siap! Ada musuh mengacau! Pangcu memanggil semua anggauta untuk menghadapi musuh!" Kemudian terdengar suara Tang Cun Sek dan Tang Gun berlari keluar pula dari tempat itu. "Mari kita keluar, cepat!" kata. Sim Ki Liong dan dia menangkap lengan kiri Mayang, lalu diajaknya berlari keluar. Mayang tidak menolak. Iapun merasa tegang karena kini ia mendengar suara orang bertempur di luar sana. Mungkin kakaknya sudah datang untuk menolongnya! "Tapi, bagaimana dengan enci Kui Hong dan enci Bi Lian?" tanyanya ragu. "Mereka masih terbius, tidak banyak waktu untuk menyadarkan mereka, aku khawatir terlambat. Engkau lari lebih dulu, nanti akan kuusahakan menolong mereka pula!" kata Ki Liong. Dia melihat kesempatan baik. Selagi ada kekacauan di situ, akan lebih mudah baginya untuk menyelundupkan Mayang keluar. Asal tidak kepergok Han Lojin, orang lain tidak akan ada yang beran menghalangmya. Ketjka mereka akhirnya tiba di luar bangunan itu, mereka melihat dua orang pemuda dikeroyok oleh puluhan orang. Ki Liong segera mengenal dua orang yang dikeroyok itu. Tang Hay dan Pek Han Siong, dua orang yang merupakan lawan paling lihai yang pernah dia hadapi. "Ah, itu Hay-koko dan Pek Tai-hiap! Aku harus membantu kakakku!" kata Mayang dan iapun menerjang orang-orang yang mengepung Hay Hay dan Han Siong itu dari luar. Sepak-terjangnya menggiriskan, cambuknya meledak-ledak dan terdengar orang-orang berteriak kesakitan ketika cambuknya memperoleh korban. "Hay-ko……. , aku datang membantumu!" teriak Mayang dengan penuh semangat. "Mayang………! Hati-hati…..!" Hay berseru khawatir sekali karena maklum betapa lihalnya pihak lawan. Dia melihat betapa Ji Sun Bi dan beberapa orang tokoh Ho-han-pang menyambut adiknya itu. Dia khawatir, akan tetapi juga tidak dapat membantu adiknya karena dia sendiri bersama Han Siong sejak tadi sibuk menghadapi pengeroyokan banyak orang. Kalau hanya menghadapi Ji Sun Bi seorang saja, satu lawan satu, kiranya Mayang tidak akan mudah dikalahkan. Akan tetapi, Ji Sun Bi dibantu banyak orang sehingga Mayang repot juga menghadapi pengeroyokan itu. "Tar-tar-tarrr……. !" Cambuknya rneledak-ledak, merobohkan dua orang pengeroyok, akan tetapi pada lecutan ke tiga, ujung cambuknya membelit golok seorang pengeroyok lain. Sebelum ia sempat menarik kembali cambuknya, Ji Sun Bi menyerangnya dengan tusukan pedang dari kiri, mengarah lambungnya Mayang menggeser tubuh ke kanan dan pedang itu lewat di samping tubuhnya, akan tetapi pada saat itu, pedang ke dua di tangan kiri Ji Sun Bi membabat ke arah kaki Mayang! "Tranggg……. !" Pedahg itu terpental dan hampir terlepas dari tangan Ji Sun Bi. "Ihhh! Kau…..?" Ji Sun Bi berseru marah ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya tadi, yang menolong Mayang adalah Sim Ki Liong! Akan tetapi Ki Liong tidak menjawab, bahkan segera menyerangnya dengan pedang yang sudah dicabutnya dan dipergunakan untuk melindungi Mayang tadi. Ji Sun Bi terkejut dan marah sekali, menangkis dengan pedang kanan. "Trangggg…….. !!" Pedangnya terlepas dari pegangannya karena Ki Liong memang telah mengerahkan tenaga sepenuhnya dan di lain saat, sebuah tendangan telah membuat wanita itu terjengkang! Ji Sun Bi bergulingan untuk menghindarkan diri dari serangan lanjutan, dan iapun terkejut bukan main, di samping penasaran dan marah melihat Sim Ki Liong yang pernah menjadi pemimpinnya itu kini membalik! "Tar-tarrr….. !" Cambuk di tangan Mayang yang meledak-ledak dan menyambar-nyambar ke arah tubuh Ji Sun Bi yang bergulingan itu. Ji Sun Bi memutar pedangnya untuk melindungi tubuh dan terus bergulingan ke arah anak buah Ho-han-pang. Karena banyak anggauta Ho-han-pang yang membantunya membendung serangan Mayang, maka wanita itu dapat lolos dari cambuk Mayang. Akan tetapi ia kehilangan sebatang pedang dan pahanya terasa nyeri oleh tendangan Sim Ki Liong. "Mayang……..!" Hay Hay berseru girang melihat adiknya masih dalam keadaan selamat. Akan tetapi dia terbelalak keheranan melihat Sim Ki Liong kini dikeroyok oleh Ji Sun Bi dan beberapa anggauta Ho-han-pang! Pemuda itu membantunya, atau lebih tepat, membela dan membantu Mayang! Hay Hay adalah seorang yang cukup cerdik untuk dapat menduga apa yang telah terjadi dengan pemuda gemblengan Pulau Teratai Merah itu. Tidak salah lagi. Tentu Sim Ki Liong jatuh cinta kepada Mayang dan dia membalik, menentang kejahatan demi cintanya kepada adiknya itu! Akan tetapi, dia tidak sempat untuk bicara lagi karena dia dikepung dan dikeroyok banyak orang. Pek Han Siong juga melihat Mayang dan merasa girang walaupun hatinya masih khawatir sekali karena dia tidak melihat dua orang gadis lainnya, terutama sekali Siangkoan Bi Lian. Akan tetapi diapun sibuk seperti Hay Hay menghadapi pengeroyokan para anggauta Ho-han-pang. Ternyata para anggauta Ho-han-pang rata-rata memiliki ilmu silat yang cukup tangguh sehingga pengeroyokan mereka yang demikian banyak itu membuat Hay Hay dan Han Siong kewalahan juga, walaupun mereka kini dibantu oleh Mayang dan Sim Ki Liong. Di lain pihak, Han Lojin juga merasa penasaran bukan main, apa lagi melihat Sim Ki Liong yang membantu pihak lawan. "Sim Ki Liong, manusia busuk pengkhianat hina!" Bentaknya ketika melihat betapa pemuda itu melindungi dan membela Mayang. "Engkau berani melawan kami?"
Han Lojin, demi cintaku yang murni, aku siap untuk membela Mayang dengan nyawa!" kata Sim Ki Liong sambil mengamuk di samping Mayang. Mendengar ucapan itu, diam-diam Hay Hay tersenyum. Cinta mampu merobah watak manusia, mampu menguasai manusia untuk melakukan apa saja, baik maupun tidak menurut penilaian orang lain. Diam-diam Han Lojin kagum bukan main kepada Hay Hay dan Pek Han Siong karena kedua orang ini sukar di tundukkan. Dan diapun tahu betapa lihainya Sim Ki Liong, maka, biarpun dia mengeroyok empat orang muda itu dengan banyak orang, namun agaknya banyak anak buahnya yang terluka atau tewas sebelum dia memperoleh kemenangan. Di lain pihak, Hay Hay dan Han Siong yang belum berhasil membebaskan Bi Lian dan Kui Hong, juga merasa bingung. Mereka tidak dapat mempergunakan ilmu sihir mereka karena selain Han Lojin atau Ang-hong-cu memiliki kekuatan batin yang cukup tangguh untuk melawan kekuatan sihir mereka, juga terlalu banyak orang yang mengeroyok sehingga sukar untuk dapat menguasai mereka dengan kekuatan sihir. Terpaksa mereka berdua mengamuk, mengandalkan pedang pusaka di tangan mereka.
"Pergunakan asap pembius!" Tiba-tiba terdengar perintah Han Lojin kepada para anak buahnya yang masih banyak menganggur dan hanya mengepung tempat itu karena jumlah mereka terlalu banyak untuk dapat maju semua. Mendengar perintah ini, Hay Hay dan Han Siong menjadi bingung juga. Dan sebelum mereka dapat melakukan sesuatu, terdengar ledakan-ledakan dan nampak asap putih mengepul memenuhi tempat itu. Para anggauta Ho-han-pang sudah mengeluarkan saputangan dan menutupi mulut dan hidung dengan saputangan yang mengandung obat penawar racun pembius itu.
"Awas, tahan napas dan menyingkir!" teriak Sim Ki Liong memperingatkan Hay Hay dan Han Siong. "Nona Mayang, kaupakai saputangan ini!" Dia meloncat ke dekat Mayang dan menyerahkan sehelai saputangan biru. Mayang menerima saputangan itu dan mengikatkan depan mulut dan hidungnya. Ada bau harum aneh yang melindunginya dari asap pembius dan Mayang masih dapat memutar cambuknya untuk melindungi diri dari pengeroyokan, juga untuk membalas.
Hay Hay dan Han Siong menahan napas dan melompat ke tempat yang tidak dipenuhi asap. Sim Ki Liong bergulingan dan pedangnya menyambar-nyambar dari bawah, merobohkah tiga orang pengeroyok yang terbabat kaki mereka. "Pengkhianat!" Terdengar bentakan nyaring. Ketika itu, Ki Liong sedang memutar pedang menangkis hujan senjata para anggauta Ho-han-pang dan Ji Sun Bi, maka ketika kaitan itu menyambar dengan dahsyatnya, dia kurang cepat dan tahu-tahu pundak kirinya telah terkena kaitan yang berada di ujung rantai yang dimainkan oleh Han Lojin. "Aduhhh……!" Ki Liong berteriak karena merasa betapa pundaknya nyeri bukan main. Melihat ini, Mayang cepat menyerang Han Lojin dengan cambukhya. "Tarrr……. !" Akan tetapi, tangan kiri Han Lojin menangkap ujung cambuk dan menarik dengan tenaga yang amat kuat, Mayang terhuyung ke depan. "Lepaskan!" Tiba-tiba Hay Hay menerjang dari samping dengan tusukan pedang ke arah lengan kiri yang menangkap ujung cambuk. Han Lojin terkejut sekali, tidak mengira bahwa Hay Hay berani masuk lagi ke dalam medan pertempuran yang penuh asap pembius. Terpaksa dia melepaskan ujung cambuk Mayang, dan kesempatan itu dipergunakan oleh Ki Liong untuk mencabut keluar kaitan dari pundak kirinya. Dia bergulingan sampai jauh dan meloncat berdiri, pundak kirinya berdarah. Pek Han Siong sendiripun terpaksa berloncatan ke tempat yang bebas asap dan keadaan empat orang muda itu kini terancam dan mereka terdesak hebat. Pada saat yang amat berbahaya bagi mereka itu, terdengar suara hiruk-pikuk dan muncullah puluhan orang perajurit! Melihat ini, tentu saja orang-orang Ho-han-pang menjadi terkejut dan ketakutan. Bagaimanapun juga, kalau melawan perajurit pemerintah yang tentu jumlahnya ratusan, bahkan ribuan orang, mereka merasa gentar! Dan yang memimpin pasukan itu adalah seorang panglima tinggi bersama Menteri Cang Ku Ceng sendiri! Bagaimana Menteri Cang dapat muncul pada saat yang amat tepat itu? Ketika Cia Kui Hong meninggalkan istana Menteri Cang Ku Ceng, gadis itu yang terikat janji dengan Han Lojin dan tidak berani membuka rahasia, hanya menganjurkan agar pembesar yang bijaksana itu melakukan penyelidikan dan bertanya kepada Hong-houw (permaisuri) lagi tentang rahasia laki-laki yang pernah mengacau di bagian puteri istana kajsar. Setelah gadis itu pergi, Menteri Cang termenung dan akhirnya dia mengambil keputusan untuk menjumpai sang permaisuri. Dengan bijaksana dan halus dia membujuk permaisuri untuk bercerita demi keselamatan negara dan demi kehormatan istana kaisar. Akhirnya, berceritalah permaisuri tentang petualangan bekas perwira Tang Bun An dan betapa ia sendiri tidak berdaya karena diancam oleh perwira itu setelah perhiasannya dicuri. Mendengar ini, Menteri Cang terkejut dan marah bukan main. Memang dahulunya dia sudah menaruh curiga kepada perwira itu, akan tetapi karena tidak ada bukti, diapun tidak mampu berbuat sesuatu. Kini, setelah mendengar keterangan Hong-houw sendiri, tentu saja dia tidak ragu-ragu lagi. Seorang yang sudah berani membuat kekacauan di istana, berbuat cabul, berani memaksa Hong-houw untuk menyimpan rahasia, adalah orang yang jahat dan berbahaya sekali. Biarpun kini memimpin perkumpulan yang dinamakan Ho-han-pang dan yang kelihatannya membantu pemerintah dan mengamankan keadaan, namun kalau orang seperti itu dibiarkan bebas menyusun kekuatan, kelak tentu akan berbahaya sekali bagi keselamatan negara. Karena itu, dia lalu menghubungkan panglima pasukan keamanan, mengerahkan pasukan dan diapun ikut memimpin pasukan itu menyerbu Ho-han-pang. Tentu saja Han Lojjn terkejut bukan main ketika melihat pasukan yang besar jumlahnya datang menyerbu. Tahulah dia bahwa permainannya telah tamat, harapannya telah hancur dan semua usahanya selama ini sia-sia belaka. Kini bahkan keselamatan dirinya terancam. Tiba-tiba dia lalu melemparkan sebuah benda ke atas tanah. Benda itu meledak dan tempat itu penuh asap hitam. Karena khawatir kalau-kalau asap itu beracun pula, Hay Hay lalu melompat ke belakang sambil berseru kepada Han Siong dan Mayang agar menjauhkan diri dari asap.
"Asap ini hanya menggelapkan, tidak beracun. Halangi mereka melarikan diri!" terdengar Sim Ki Liong berseru. Akan tetapi, Hay Hay, Han Siong dan Mayang sudah berloncatan ke belakang.
Ketika asap menipis, pasukan pemerintah menyerbu lagi dan terjadi pertempuran yang berat sebelah. Kalau tadi Hay Hay dan Han Siong yang kemudian dibantu Mayang dan Sim Ki Liong menghadapi pengeroyokan puluhan orang banyaknya, kini puluhan orang Ho-han-pang harus menghadapi serbuan ratusan orang perajurit!
Sim Ki Liong sendiri yang tidak takut menghadapi asap itu, tidak pernah melepaskan Ji Sun Bi dan biarpun wanita itu berusaha untuk melarikan diri, namun ia selalu dihadang oleh Ki Liong. Ia menjadi marah dan nekat, lalu menggunakan pedangnya yang tinggal sebuah itu untuk menyerang Sim Ki Liong. Ki Liong menangkis dan Mayang melihat Ki Liong tidak lari dari asap, segera melompat maju lagi membantu pemuda itu mengeroyok Ji Sun Bi. Menghadapi Sim Ki Liong sendiri saja Ji Sun Bi sudah kewalahan, apa lagi ada Mayang di situ yang memutar cambuknya dengan dahsyat.
"Tar-tar-tarrr…….!" Cambuk itu meledak-ledak di atas kepala Ji Sun Bi. Wanita ini menggerakkan pedangnya untuk melindungi kepala dan menangkis cambuk itu. Akan tetapi saat itu, Sim Ki Liong sudah menyerangnya dengan pedang yang menusuk dada. Terkejutlah Ji Sun Bi. Ia membuang diri ke samping untuk mengelak, akan tetapi kaki Sim Ki Liong sudah menyambar dan mengenai lambungnya. Ia mengeluh dan terpelanting. Pada saat itu, ujung cambuk di tangan Mayang menyambar dan mematuk ubuh-ubun kepalanya. Ji Sun Bi terkulai dan tewas seketika karena ubun-ubun kepalanya pecah oleh patukan ujung cambuk.
Sementara itu, Pek Han Siong dan Hay Hay sibuk mengamuk sambil mencari-cari Han Lojin, Tang Gun dan Tang Cun Sek. Namun, tiga orang itu telah menghilang di balik asap tebal tadi. Ketika melihat betapa Mayang dan Ki Liong telah berhasil merobohkan Ji Sun Bi, Hay Hay meloncat ke dekat Ki Liong.
"Ke mana larinya mereka?"
Sim Ki Liong maklum siapa yang dimaksudkan Hay Hay. "Ada jalan rahasia menuju ke lorong bawah tanah. Mari!"
Ki Liong mendahului mereka memasuki sebuah ruangan yang nampaknya seperti ruangan sembahyang di mana terdapat sebuah meja sembahyang besar, lengkap dengan lilin bernyala dan hio yang masih berasap. Di samping meja terdapat sebuah singa batu yang indah ukirannya. Ki Liong menangkap singa batu ini dan mengerahkan tenaga, lalu memutar singa itu. Terdengar suara keras dan meja sembahyang itupun bergeser, membalik dan nampaklah sebuah lubang di mana terdapat tangga menurun.
"Lorong ini menuju ke tempat tahanan bawah tanah. Mari kutunjukkan!" Diapun mendahului masuk, diikuti Mayang, kemudian Hay Hay dan Han Siong.
Benar saja, lorong itu membawa mereka ke tempat tahanan bawah tanah. Masih ada beberapa orang anak buah Ho-han-pang di si tu. Mereka ini roboh oleh amukan Sim Ki Liong dan Mayang. Akan tetapi, semua kamar tahanan telah kosong. Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian telah lenyap dari tempat tahanan itu. "Ah, tentu mereka telah dilarikan oleh Ang-hong-cu dan dua orang pembantunya itu!" kata Hay Hay.
"Dua orang pembantu itu adalah Tang Gun dan TangCun Sek, dua orang putera Han Lojin……. " kata Sim Ki Liong.
"Aahhh……… !" Hay Hay memandang kepada Ki Liong dengan sinar penuh selidik. "Sim Ki Liong, kalau benar engkau telah menyadari diri dan insaf, hendak merobah jalan hidupmu, katakan, kemana mereka itu pergi?"
Sim Ki Liong memandang kepada Mayang dan menarik napas panjang. Sungguh dia merasa malu sekali kepada Mayang dan merasa menyesal mengapa dia mempunyai latar belakang yang hitam. Sukar mengharapkan balasan cinta kasih dari Mayang. Akan tetapi, cinta kasihnya terhadap gadis itu telah mengubah pandangan hidupnya, menyadarkannya bahwa dunia hitam, jalan sesat bukanlah jalan yang baik dan tidak menuju kebahagian.
"Aku tidak dapat memastikan ke ma,a mereka pergi. Akan tetapi, ada jalan keluar rahasia dari lorong ini, menuju ke belakang perumahan Ho-han-pang menembus gunung. Inipun belum pernah kulalui sendiri, hanya menurut keterangan han Lojin. Mari……!"
Kembali Sim Ki Liong menjadi petunjuk jalan dan di sudut ruangan tahanan paling belakang, dia menggerakkan batu-batu tertentu yang menyembunyikan alat rahasia di dinding. Terdengar suara berderit dan dinding itupun bergerak, dan muncullah sebuah pintu kecil.
"Mayang, Ki Liong, kalian kembali ke depan. Biar aku dan Han Siong saja yang melakukan pengejaran. Dan katakan kepada Menteri Cang bahwa kami melakukan pengejaran terhadap Han Lojin, kami akan berusaha menangkapnya!"
Setelah berkata demikian, Hay Hay dan Han Siong memasuki pintu rahasia itu melakukan pengejaran. Mayang ragu-ragu, akan tetapi Ki Liong menyentuh lengannya. "Kakakmu benar. Terlalu berbahaya bagimu untuk ikut mengejar, dan mungkin di luar sana masih membutuhkan bantuan kita. Marilah, taati pesan kakakmu." Keduanya lalu keluar dari lorong bawah tanah. Di luar masih terjadi pertempuran dan merekapun segera terjun ke dalam pertempuran membantu pasukan pemerintah. Para anak buah Ho-han-pang melawan mati-matian, namun pertempuran itu berat sebelah dan tak lama kemudian, seluruh anak buah Ho-han-pang telah dapat digulung, ada yang tewas, terluka atau tertangkap.
Menteri Cang Ku Ceng yang menerima laporan dari perwira pasukan bahwa Mayang dan Sim Ki Liong tadi membantu pasukan membasmi gerombolan Ho-han-pang, menerima mereka dengan ramah. Apa lagi ketika mendengar bahwa Mayang adalah adik Hay Hay dan Sim Ki Liong masih saudara seperguruan dengan Cia Kui Hong, pembesar itu menjadi kagum. Dia lalu bertanya bagaimana keadaan Cia Kui Hong dan Hay Hay.
"Tai-jin, tadinya saya sendiri, enci Kui Hong dan enci Siangkoan Bi Lian ditawan oleh ketua Ho-han-pang. Sekarang, kedua orang enci itu agaknya dilarikan oleh ketua Ho-han-pang dan para pembantunya akan tetapi kakakku Hay Hay dan tai-hiap Pek Han Siong sedang melakukan pengejaran. Bahkan kini saya dan Sim Ki Liong ini hendak melakukan pengejaran pula untuk membantu mereka."
"Baik sekali, kami harapkan agar mereka yang menjadi pengacau di kota raja itu dapat ditangkap."
Mayang dan Ki Liong lalu cepat pergi melakukan pengejaran terhadap Han Lojln, mengikuti jejak Hay Hay dan Han Siong melalui terowongan rahasia yang merupakan jalan keluar pintu belakang.
Han Lojin atau Ang-hong-cu Tang Bun An memang telah berhasil melarikan diri ketika dia meledakkan alat peledak yang menimbulkan asap tebal, dibantu oleh kedua orang puteranya, Tang Cun Sek dan Tang Gun. Mereka bertiga memasuki lorong bawah tanah dan kedua orang pemuda itu disuruh memanggul Cia Kui Hong dan Siangkoan Bi Lian yang masih pingsan terbius. Dengan sendirinya dua orang pemuda itu memondong gadis pilihan masing-masing. Cun Sek memondong Kui Hong, dan Tang Gun memondong Bi Lian. Mereka melarikan diri melalui lorong rahasia dan berhasil keluar dari belakang, kemudian Han Lojin memimpin mereka melarikan diri ke sebuah bukit. Mereka tiba di puncak bukit di mana terdapat sebuah gubuk atau pondok yang memang dipersiapkan oleh Han Lojin di tempat itu.
Terdapat dua buah kamar di pondok itu dan dua orang gadis yang masih pingsan itu lalu direbahkan di atas dipan kayu. Kemudian, Ang-hong-cu Tang Bun An atau Han Lojin menyuruh dua orang puteranya keluar dan diajak bicara di luar pondok.
"Hemmm, semua usaha kita telah gagal. Entah siapa yang membocorkan rahasiaku sehingga pasukan pemerintah menyerbu. Ho-han-pang telah hancur, akan tetapi masih untung kita bertiga dapat menyelamatkan diri ke sini."
"Tapi ayah," kata Tang Cun Sek, kini menyebut ayah dan agaknya hal ini tidak ditolak oleh Ang-hong-cu, "kenapa kita berhenti di sini? Tempat ini tidak terlalu jauh dari markas Ho-han-pang. Bagaimana kalau mereka mengejar ke sinii"
"Benar sekali," kata pula Tang Gun. "Sebaiknya kalau kita berlari terus sehingga mereka kehilangan jejak kita."
Si Kumbang Merah tersenyum. "Jangan kalian khawatir. Takkan ada seorangpun yang mengejar ke sini. Hanya mereka yang tahu akan jalan rahasia itulah yang dapat ke sini, sedangkan dari jalan lain, puncak bukit ini hampir tidak mungkin didatangi karena dikurung oleh jurang-jurang yang amat dalam. Takkan ada yang menduga bahwa kita berada di sini, kalau mereka itu datang dari jurusan lain. Jalan menuju ke bukit ini hanyalah melalui terowongan rahasia itu. Hal ini sudah kuselidiki lebih dulu."
Mendengar ini, dua orang pemuda itu merasa lega. "Tapi……. Sim Ki Liong si jahanam itu? Bagaimana kalau dia menjadi petunjuk jalan?" tanya pula Cun Sek, mendongkol ketika teringat akan sikap Sim Ki Liong yang berbalik memusuhi ayahnya. .
Si Kumbang Merah mengepal tinju. Diapun marah teringat akan peristiwa itu. "Si pengkhianat keparat!" katanya lirih. "Kelak pasti akan kuhancurkan kepala pengkhianat itu! Akan tetapi dia sendiripun tidak pernah memasuki lorong terowongan rahasia itu. Tidak ada yang tahu kecuali aku sendiri. Kita aman di sini."
"Kalau begitu, sekarang tiba saatnya ayah membuktikan bahwa ayah adalah seorang yang dapat menghargai jasa kami, dan juga seorang ayah yang baik. Kami berdua mohon agar ayah suka mengijinkan kami memperisteri dua orang gadis yang kami cintai itu, ayah. Aku ingin memperisteri Cia Kui Hong, dan adik Tang Gun ini ingin memperisteri Siangkoan Bi Lian."
"Benar sekali apa yang dikatakan oleh koko Cun Sek, ayah. Sudah sejak dulu aku mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, dan sekaranglah saatnya ayah memperkenankan aku memperisteri sumoi. Kuharap ayah tidak berkeberatan, sehingga tidak sia-sia sejak dahulu aku merindukan ayah kemudian bahkan membantu ayah dengan setia."
Sepasang mata itu mencorong seperti berapi, akan tetapi hanya sebentar saja, kemudian Ang-hong-cu tertawa bergelak sambil mengelus jenggotnya yang rapi. "Ha-ha-ha-ha! Ini namanya tidak punya anak susah, punya anak juga susah. Dengan adanya kalian sebagai anak-anakku, kalian rewel dan membikin pusing saja! Sebelum ada orang yang mengaku anakku, setiap ada gadis terjatuh ke dalam tanganku, kumiliki sendiri tanpa ada yang mengganggu. Sekarang, aku menawan dua orang gadis pilihan, dan kalian ribut hendak merenggut mereka dari tanganku. Kalau kuturuti permintaan kalian, habis untuk aku sendiri apa?"
Dua orang muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi tidak berani membantah. "Sekarang begini saja. Karena di sini hanya ada dua orang gadis, maka biar yang seorang kuberikan kepada kalian, yang lain untukku. Nah, kalian boleh bertanding mengadu kepandaian. Siapa yang menang, boleh memilih seorang di antara dua orang gadis itu. Yang kalah tidak usah banyak rewel lagi, dan gadis ke dua untuk aku. Nah, mulailah!"
Kembali dua orang muda itu saling pandang dengan alis berkerut, akan tetapi kini sinar mata mereka saling bertentangan. Tang Cun Sek lalu tersenyum menghadapi adik tirinya.
"Gun-te (adik Gun), engkau adalah adikku, maka sepatutnya kalau engkau mengalah sekali ini. Biar aku dulu yang menikah, kelak aku akan membantumu mencarikan seorang isteri."
"Tidak bisa begitu, twako!" bantah Tang Gun dengan alis berkerut. "Aku mencinta sumoi Siangkoan Bi Lian, maka aku akan mempertahankannya dengan taruhan nyawa. Engkau sajalah yang mengalah terhadap adikmu ini, toako, dan aku takkan pernah melupakan budimu ini."
"Mengalah dan melepaskan Cia Kui Hong? Tidak mungkin, Gun-te!"
"Akupun tidak mungkin dapat mengalah!"
"Hemm, mengapa kalian berdua begitu cerewet seperti perempuan-perempuan tua yang bawel? Hayo cepat mulai, atau kalau aku kehabisan sabar, dua-duanya akan kumiliki sendiri!"
Mendengar ucapan ayah mereka itu, Tang Cun Sek dan Tang Gun sudah meloncat ke bawah pohon. Tang Gun sudah mencabut pedang Kwan-im-kiam, sedangkan Tang Cun Sek mencabut sepasang Hok-mo Siang-kiam, yaitu pedang-pedang yang mereka rampas dari Bi Lian dan Kui Hong.
"Tidak boleh memakai senjata. Serahkan dulu pedang-pedang itu kepadaku!"
Seru Ang-hong-cu. "Maksudku hanya untuk mengadu kepandaian, bukan mengadu nyawa!"
Dua orang pemuda itu tidak berani membantah dan mereka melemparkan senjata itu kepada Ang-hong-cu yang menyambutnya dengan cekatan. Dia tidak menghendaki kematian dua orang puteranya itu, karena dia masih membutuhkan bantuan mereka. Namun, tentu saja di dalam hatinya, dia tidak rela menyerahkan dua orang gadis tawanan itu kepada mereka. Dua orang gadis itu amat lihai dan terlalu berbahaya. Harus dia sendiri yang menundukkan mereka atau kalau mereka berkeras, membunuh mereka. Dia tahu dengan pasti bahwa mereka itu tidak akan mau secara suka rela menjadi isteri kedua orang puteranya ini, dan kalau dipergunakan paksaan, tentu mereka makin tidak suka membantunya. Dia yang akan "menangani" mereka.
Kini Tang Cun Sek dan Tang Gun sudah saling berhadapan seperti dua orang jagoan yang hendak mengadu ilmu. Karena maklum bahwa kakak tirinya itu lihai sekali, Tang Gun tidak mau membuang waktu lagi.
"Lihat serangan!" bentaknya dan diapun sudah menggerakkan tubuhnya, menyerang dengan pukulan yang disertai loncatan seperti seekor ayam menerjang lawan. Karena maklum akan kelihaian lawan, maka begitu menyerang, Tang Gun sudah mempergunakan Ilmu Kim-ke Sin-kun yang dipelajarinya dari suhu dan subonya! Melihat serangan yang dahsyat ini, Tang Cun Sek terkejut bukan main. Diapun cepat melempar tubuh ke belakang, berjungkir balik sehingga terhindar dari serangan adik tirinya, kemudian membalas dengan memainkan ilmu silat andalan dari Cin-ling-pai, yaitu Thai-kek Sin-kun dengan pengerahan tenaga Thian-te Sin-ciang! Tang Gun yang tidak berani menyambut, mengelak dengan loncatan ke samping, membalik dan menyerang lagi. Gerakannya lihcah seperti seekor ayam jantan berkelahi, berloncatan ke sana-sini untuk mengelak, kedua lengannya seperti sayap ayam yang menyambar dari kanan-kiri, kakinya menendang-nendang dan gerakannya sukar diduga.
Terjadilah pertandingan yang amat menarik. Sebetulnya, ilmu silat yang dipelajari Tang Gun dari suhu dan subonya, yaitu Kim-ke Sin-kun, merupakan ilmu silat tinggi yang sukar dikalahkan. Namun sayang, belum lama Tang Gun mempelajarinya sehingga dia belum dapat menguasai benar ilmu itu. Andaikata dia sudah menguasai sepenuhnya, akan sukarlah bagi Tang Cun Sek untuk dapat mengalahkannya. Di lain pihak, Tang Cun Sek adalah murid Cin-ling-pai yang tadinya amat dikasihi kakek Cia Kong Liang dan kakek itu sendiri yang menggemblengnya sehingga dia menguasai ilmu-ilmu simpanan dari Cin-ling-pai dengan baik sekali. Maka, tentu saja tingkat kepandaian dan tenaganya masih menang setingkat dibandingkan Tang Gun dan setelah lewat tiga puluh jurus, nampaklah betapa Tang Gun mulai terdesak hebat dan pemuda ini hanya mampu mengelak atau menangkis saja, tidak diberi kesempatan lagi untuk membalas.
"Hyaaattt !" Sebuah tamparan dengan tenaga Thian-te Sin-ciang dari Tang Cun Sek menyentuh pundak Tang Gun. Biarpun yang terkena tamparan hanya pundak, namun rasa nyerinya sampai menembus ke jantung. Tang Gun terpelanting dan sebelum dia dapat bangkit kembali, Tang Cun Sek sudah menyusulkan serangan totokan dan Tang Gun roboh lemas tak sadarkan diri lagi.
"Bagus, coba kaulawan aku!" Tiba-tiba saja Ang-hong-cu Tang Bun An sudah menyerang Cun Sek dengan hebatnya. Cun Sek sama sekali tidak menyangka bahwa ayanya akan menyerangnya, maka saking kaget dan herannya, dia tidak sempat lagi menghindarkan dirinya dan dua buah totokan mengenai pundak dan dadanya. Dia mengeluh dan roboh tak sadar diri lagi, dalam keadaan tertotok.
Ang-hong-cu tertawa. "Ha-ha-ha, anak-anak nakal kalian! Ayah mana yang tidak ingin menyenangkan anaknya? Akan tetapi kalian juga harus menjadi anak-anak yang berbakti. Jangan khawatir, anak-anakku. Aku akan memberikan dua orang gadis itu kepada kalian, akan tetapi aku adalah Si Kumbang Merah penghisap kembang. Aku harus menghisap madu mereka dulu, baru akan kuserahkan mereka kepada kalian, ha-ha-ha!" sambil tertawa-tawa, Si Kumbang Merah mencengkeram punggung baju kedua orang pemuda yang pingsan itu mengangkat mereka seperti orang menjinjing dua ekor ayam saja dan menurunkan tubuh mereka di dalam pondok, di atas lantai. Kemudian dia menutupkan daun pintu pondok dan keluar lagi. Si Kumbang Merah ini memang suka akan segala yang indah-indah. Bukan hanya wanita cantik, akan tetapi dia suka pula akan kembang-kembang yang indah dan harum. Di sekeliling pondok di puncak bukit itupun penuh dengan tanaman bunga beraneka ragam dan warna. Dia duduk di tengah-tengah taman yang dibuatnya sendiri itu sambil melamun dan menikmati keindahan alam. Waktu itu, musim semi telah lewat dan musim bunga membuat semua tanaman di situ berbunga. Bunga-bunga ini menarik kumbang dan kupu-kupu yang beterbangan di sekitar tempat itu, hinggap dari satu ke lain bunga untuk menghisap madunya.
Ang-hong-cu Tang BunAn dengan sangat asyik memandang kupu-kupu yang bermain-main di antara bunga-bunga itu. Ketika ada seekor kumbang merah terbang dengan cepat, mendahului kupu-kupu yang banyak itu hinggap di kembang-kembang yang masih penuh madunya, dia memandang dengan hati tertarik. Pandang matanya membayangkan kegembiraan dan kebanggaan. Melihat kumbang merah menghisap madu kembang-kembang itu, diapun teringat akan semua pengalaman hidupnya. Sejak muda, diapun telah menghisap madu gados-gadis muda yang cantik, tak terhitung banyaknya. Si Kumbang Merah ini sama sekali tidak tahu betapa pada saat dia melamun itu, dua orang yang ditakutinya sedang melakukan pengejaran lewat terowongan rahasia!
Akhirnya, Hay Hay dan Han Siong tiba di ujung lorong rahasia di bawah tanah itu dan mereka merasa kagum melihat bahwa terowongan itu menembus ke sebuah lereng bukit yang dikepung jurang. Jalan satu-satunya menuju bukit itu hanyalah melalui terowongan rahasia tadi! Maka, merekapun tidak merasa ragu lagi. Sudah pasti Si Kumbang Merah yang mereka kejar itu berada di bukit ini. Merekapun lalu mendaki bukit itu dengan cepat namun hati-hati sekali karena maklum betapa licik dan berbahayanya lawan yang mereka kejar.
Ketika tiba di puncak, mereka melihat sebuah pondok. Nampaknya sunyi saja di sekitar tempat itu. Pondok itu seperti tidak ada penghuninya dan di sekeliling pondok terdapat taman bunga yang amat indah karena pada waktu itu, hampir semua tanaman berbunga. Dari tempat mereka mengintai saja sudah nampak banyak kupu-kupu beterbangan di antara bunga-bunga.
"Sebaiknya kita berpencar agar tidak terjebak keduanya. Engkau menuju pondok lewat depan dan aku lewat belakang, Han Siong. Akan tetapi berhati-hatilah. Orang itu penuh tipu muslihat."
Han Siong mengangguk dan mereka lalu berpencar. Hay Hay menyelinap di antara pohon-pohon, mengambil jalan memutar menuju ke arah belakang pondok, sedangkan Han Siong berindap-indap menghampiri pondok dari arah depan. Jantung dalam dada Hay Hay berdebar tegang ketika dia melihat Ang-hong-cu Tang Bun An duduk seorang diri di belakang pondok, di dalam taman bunga, dikelilingi bunga-bunga beraneka ragam dan warna! Orang yang dicari-carinya berada di tengah taman itu, seorang diri! Dia tidak ragu lagi walaupun kini orang itu tidak berjenggot dan berkumis. Wajahnya bersih dan tampan, namun itulah wajah Han Lojin! Seorang pria yang usianya kurang lebih lima puluh lima tahun, tampan dan gagah, dengan sinar mata penuh semangat, wajahnya berseri, mulutnya tersenyum dan hidungnya mancung. Dia yakin bahwa itulah wajah Ang-hong-cu yang sebenarnya! Wajah Han Lojin merupakan satu diantara wajah penyamarannya saja, walaupun wajah Han Lojin tidak berubah, hanya ditambah kumis dan jenggot.
Membayangkan nasib para gadis yang telah menjadi korban orang ini, terutama sekali Pek Eng dan Cia Ling, Hay Hay menjadi marah dan dia sudah hampir melompat keluar ketika dia menahan diri karena melihat pria itu tertawa-tawa seorang diri seperti orang yang miring otaknya.
Ang-hong-cu bangkit berdiri sambil tertawa, lalu dia memetik setangkai mawar merah yang baru mekar dan semerbak mengharum. Diciumnya mawar itu dan dia nampaknya menikmati keharuman mawar itu, mencium dengan mata terpejam. Kemudian, dia membuka mata, memandang bunga mawar yang tadi diciuminya itu, dan jari-jari tangannya memereteli kelopak bunga itu satu demi satu, menaburkannya di atas tanah, lalu membuang tangkainya. Dipetiknya bunga lain, diciuminya seperti tadi, penuh kasih sayang dan kemesraan seolah-olah hendak dihisap habis keharuman bunga itu, namun tak lama kemudian kembali jari-jari tangannya memereteli sampai habis.
Hay Hay yang mengintai, memandang dengan mata terbelalak dan dia menahan napas seperti terpesona. Dia melihat bunga-bunga itu seperti gadis-gadis yang menjadi korban Si Kumbang Merah, dihisap keharumannya lalu dirusak, dicampakkan begitu saja setelah keharumannya dihisap!
Setelah menghabiskan belasan batang kembang, Si Kumbang Merah lalu menangkap seekor kupu-kupu bersayap kuning kebiruan, indah sekali. Diamatinya kupu-kupu itu, wajahnya berseri, pandang matanya mengagumi keindahan sayap kupu-kupu, kemudian, jari tangan yang kejam itu memereteli sayap kupu-kupu. Kupu-kupu itu meronta-ronta sampai akhirnya semua sayapnya patah-patah dan habis dan tinggal tubuhnya menggeliat-geliat dan meronta-ronta di atas tanah. Si Kumbang Merah memandang ke arah kupu-kupu itu, ke arah kelopak bunga yang bertebaran di depan kakinya dan diapun tertawa-tawa. "Manusia berwatak iblis!"
Si Kumbang Merah terkejut mendengar seruan ini dan dia cepat membalikkan tubuhnya. Matanya terbelalak penuh keheranan ketika dia melihat bahwa yang menegurnya itu adalah Hay Hay!
"Kau……. ??!" serunya kaget karena sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa puteranya yang paling disegani ini dapat menyusulnya di situ.
"Ang-hong-cu, engkau manusia iblis! Engkau memperlakukan para gadis yang tidak berdosa seperti kembang-kembang itu, seperti kupu-kupu itu. Engkau memperkosa, mempermainkan wanita sesuka hatimu, kemudian engkau campakkan mereka dengan kejam! Engkau tidak patut hidup dipermukaan bumi ini, dan engkau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu yang busuk!"
"Hemmm, orang muda. Lupakah engkau bahwa engkau she Tang, bahwa engkau adalah putera Ang-hong-cu, puteraku? Engkau, seorang pendekar gagah perkasa dan budiman, apakah engkau hendak menjadi seorang yang durhaka, pengkhianat, membuat dosa menentang ayah kandung sendiri? Seorang pendekar harus berbakti kepada ayahnya!"
"Ang-hong-cu, engkau seorang penjahat besar, tidak perlu lagi memberi wejangan dan berkhotbah. Seorang gagah membela kebenaran dan keadilan, dan dalam membela kebenaran dan keadilan, hubungan keluarga tidak masuk hitungan! Biar ayah sendiri, kalau jahat dan melanggar kebenaran dan keadilan, harus kutentang!"
"Ha-ha-ha, Hay Hay anakku yang ganteng dan gagah! Coba katakan, kesalahan apa yang telah kulakukan? Kebenaran dan keadilan yang bagaimana yang telah kulanggar? Jangan melemparkan fitnah kepada ayah kandung sendiri!"
"Hemm, Ang-hong-cu. Sejak kapan engkau mengaku-aku anak kepadaku? Ibuku sendiri kauperkosa, kaupermainkan dan kemudian kaucampakkan begitu saja sampai ia membunuh diri. Dan masih banyak sekali wanita-wanita yang kaurusak hidupnya, gadis-gadis tidak berdosa, bahkan pendekar-pendekar wanita! Engkau manusia berwa tak iblis!"
"Ha-ha-ha, kaumaksudkan wanita-wanita itu? Hay Hay, engkau anak kecil tahu apa! Wanita itu seperti bunga, indah dan harum, sudah sepatutnya dikagumi dan dinikmati, dan seorang laki-laki, seperti engkau, sungguh tolol kalau sampai terjatuh oleh rayuan wanita dan bertekuk lutut kepadanya. Akhirnya engkau sendiri yang akan menderita, yang akan dikhianati cintamu, ditinggal menyeleweng dengan pria lain!"
"Tidak semua wanita seperti itu!"
"Tidak semua wanita? Ha-ha-ha, engkau memang masih hijau. Karena pengalaman maka aku tahu benar akan hal itu. Dari pada disakiti hati oleh wanita, dari pada dipermainkan oleh wanita, lebih baik aku yang mempermainkan mereka."
"Engkau memang jahat dan keji!"
"Dan engkau sungguh mengecewakan hatiku. Engkau gagah perkasa dan tampan, engkau pandai menundukkan hati wanita, akan tetapi engkau lemah, engkau munafik, engkau pura-pura alim!"
"Cukup! Aku tidak mau banyak bicara lagi denganmu!" Hay Hay membentak dengan hati panas dan sebal.
"Hay Hay, habis engkau mau apa?" "Aku akan menangkapmu! Ang-hong-cu, menyerahlah. Engkau harus mempertanggungjawabkan semua perbuatanmu!"
"Menyerah? Kepada anakku sendiri? Ha-ha-ha, anak baik, jangan dikira bahwa ayahmu ini selemah itu! Kalau aku tidak mau menyerah, habis engkau mau apa?"
"Terpaksa aku menggunakan kekerasan untuk menangkapmu!"
"Anak durhaka, engkau perlu dihajar. Majulah!" Tentu saja ini hanya merupakan gertakan yang membual karena sebenarnya di sudut hatinya, Ang-hong-cu Tang Bun An merasa jerih terhadap Hay Hay. Dahulu pernah dia menjadi pecundang, dikalahkan anaknya sendiri itu. Karena maklum akan kehebatan Hay Hay, maka Si Kumbang Merah telah mengeluarkan senjatanya yang ampuh, yaitu rantai baja dengan kedua ujung dipasangi sebuah pisau dan sebuah kaitan. Diputarnya rantai itu dan terdengarlah suara mendesing-desing dan nampak gulungan sjnar putih gemerlapan.
Hay Hay juga melepaskan pedang Hong-cu-kiam yang dapat digulung dan dipakai sebagai sabuk itu. Begitu pedang itu digerakkan, nampak sinar emas bergulung-gulung.
"Trangg! Cringgg……!!"Ketika beruntun pisau dan kaitan itu menyambar dahsyat, Hay Hay menyambut dengan tangkisan pedang Hong-cu-kiam sambil mengerahkan tenaga dengan maksud untuk membabat putus senjata lawan dengan pedang pusaka dari Cin-ling-pai itu. Pisau dan kaitan membalik, akan tetapi tidak sampai rusak. Hal ini menunjukkan bahwa senjata di tangan Si Kumbang Merah itupun terbuat dari baja yang kuat. Mereka segera bertanding dengan seru. Keduanya bertanding dengan hati-hati dan mengeluarkan semua simpanan ilmu mereka karena maklum bahwa lawan tidak boleh dipandang ringan, harus dihadapi dengan pengerahan tenaga sepenuhnya.
Kita tinggalkan dulu ayah dan anak yang sedang bertanding dengan hebatnya itu, dan mari kita menengok keadaan di dalam pondok. Karena tenggelam ke dalam lamunan ketika berada di taman tadi, Ang-hong-cu Tang Bun An lupa keadaan dua orang puteranya yang telah ditotok dan ditinggalkan di dalam pondok tadi. Selain lengah, juga dia memandang ringan mereka, mengira bahwa kedua orang pemuda itu sudah diberi pelajaran dan tentu tidak akan berani bertingkah.
Mula-mula Cun Sek yang terbebas dari totokan. Dia dapat bergerak dan mengomel panjang pendek. "Ayah jahat, tega dia menipu anak-anaknya sendiri……. !" omelnya dan dia lalu membebaskan totokan pada diri Tang Gun. Tang Gun yang dapat bergerak, segera hendak menyerangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar