02 Kisah Si Bangau Merah

Yo Han tertegun sejenak, kemudian sambil menahan isaknya, dia pun lari keluar dari rumah. Dia tidak tahu harus mengejar ke mana, akan tetapi dia tidak peduli dan dia membiarkan kedua kakinya yang berlari cepat itu membawa dirinya pergi keluar kota Ta-tung, entah ke mana!

Sin Hong dan Hong Li berlari cepat menuju ke tepi sungai, kemudian mereka mencari-cari, menyusuri sungai. Namun, usaha mereka tidak berhasil. Anak mereka lenyap tanpa meninggalkan jejak! Tentu saja mereka merasa gelisah sekali.

"Bocah sial itu harus diajak ke sini agar dia menunjukkan ke mana larinya penculik itu dan di mana peristiwa itu terjadi. Kau mencari dulu di sini, aku mau mengajak Yo Han ke sini!" kata Hong Li dan ia pun sudah meninggalkan suaminya, pulang ke rumah untuk mengajak Yo Han ke tepi sungai. Akan tetapi setelah tiba di rumah, ia tidak lagi melihat Yo Han! Dicari dan dipanggilnya murid itu, namun Yo Han tidak ada dan nyonya muda ini pun teringat akan teriakan Yo Han yang akan bertanggung jawab dan akan mencari Sian Li sampai dapat! Terpaksa Hong Li kembali lagi ke tepi sungai.

"Dia.... dia tidak ada di rumah....!" katanya.

Sin Hong mengangguk-angguk. "Sudah kuduga. Tentu dia sudah pergi untuk memenuhi janjinya tadi. Dan dia pasti tidak akan pernah datang kembali sebelum menemukan dan mengajak Sian Li pulang."

"Uhh, dia mau bisa apa?" Hong Li berseru, marah dan gelisah. "Bagaimana dia akan mampu mengejar penculik yang berilmu tinggi, apalagi merampas kembali anak kita?" Wanita itu mengeluh dan hampir menangis. "Sian Li.... ah, di mana kau....?"

"Mari kita cari lagi!" kata Sin Hong, tidak mau membiarkan isterinya dilanda kegelisahan dan kedukaan. Mereka lalu mencari-cari di sekitar daerah itu, mencari jejak, namun sia-sia belaka. Anak mereka lenyap tanpa meninggalkan jejak dan semua orang yang mereka jumpai dan mereka tanyai, tidak ada seorang pun yang melihat anak mereka atau wanita berpakaian serba merah seperti yang diceritakan Yo Han tadi.

Setelah hari larut malam dan mereka terpaksa pulang, sampai di rumah Hong Li menangis. Suaminya menghiburnya. "Tenangkan hatimu. Kurasa penculik itu tidak berniat mengganggu anak kita. Kalau wanita penculik itu musuh kita dan ingin membalas dendam, tentu ia sudah membunuh anak kita di waktu itu juga. Akan tetapi, ia membawanya pergi dan menurut keterangan Yo Han, ia bahkan bersikap baik, menangkapkan burung dan kupu-kupu untuk Sian Li."

Dihibur demikian, Hong Li menyusut air matanya dan memandang kepada suaminya. "Kaukira siapakah wanita berpakaian merah itu?"

Sin Hong menggeleng kepalanya. "Sudah kupikirkan dan kuingat-ingat, akan tetapi rasanya belum pernah aku mempunyai musuh seorang wanita berpakaian serba merah. Apalagi usianya baru sekitar tiga puluh tahun. Engkau tahu sendiri, tokoh wanita sesat di dunia kang-ouw yang pernah menjadi musuhku, bahkan yang tewas di tanganku, hanyalah Sin-kiam Mo-li. Tentu ia seorang tokoh baru dalam dunia kang-ouw, bahkan kita tidak tahu apakah ia termasuk tokoh sesat ataukah seorang pendekar yang merasa suka kepada anak kita."

"Tidak mungkin seorang pendekar wanita menculik anak orang!" Hong Li berkata. "Hem, terkutuk orang itu. Kalau sampai kutemukan ia, akan kuhancurkan kepalanya! Eh, jangan-jangan bekas isterimu yang melakukan itu...."

Sin Hong memandang isterinya. Dia tahu bahwa pertanyaan itu bukan terdorong oleh cemburu, melainkan oleh kegelisahan yang membuat jalan pikiran isterinya menjadi kacau. Dia menikah dengan Hong Li sebagai seorang duda, akan tetapi juga Hong Li seorang janda. Mereka telah mengetahui keadaan masing-masing, dan sudah saling menceritakan riwayat mereka dan nasib buruk mereka dalam pernikahan pertama itu.

"Tidak mungkin Bhe Siang Cun yang melakukannya," kata Sin Hong sambil manggeleng kepala. "Usianya sekarang baru kurang lebih dua puluh empat tahun. Juga ia tidak berpakaian merah. Pula, ia tidak akan berani melakukan hal itu. Ia bukan penjahat dan tidak ada alasan baginya untuk mengganggu kita. Tidak, dugaan itu menyimpang jauh. Coba kauingat-ingat, mungkin pernah engkau dahulu bermusuhan dengan seorang tokoh sesat yang berpakaian merah?"

Hong Li mengingat-ingat. Bekas suaminya jelas tak dapat dicurigai. Bekas suaminya itu, Thio Hui Kong, adalah putera seorang jaksa yang adil dan jujur. Juga tidak ada alasan bagi Thio Hui Kong untuk mengganggunya. Mereka telah bercerai. Tokoh jahat berpakaian merah? Wanita berpakaian merah rasanya belum pernah ia temui dalam semua pengalamannya sebagai seorang pendekar wanita. Pakaian merah?

Tiba-tiba ia meloncat berdiri. "Ahh....!" Ia teringat.

"Engkau ingat sesuatu?" Suaminya bertanya,

"Memang ada tokoh sesat berpakaian merah, akan tetapi bukan wanita. Kau ingat Ang I Mopang (Perkumpulan Iblis Baju Merah)? Tokoh yang terakhir, Ang I Siauw-mo (Iblis Kecil Baju Merah) tewas di tanganku!"

Sin Hong mengerutkan alisnya. "Hemmm.... Ang I Mopang? Bukankah duhulu sarangnya berada di luar kota Kun-ming, di Propinsi Hu-nan? Tapi, Ang I Mopang sudah hancur dan rasanya tidak ada tokohnya yang wanita dan yang lihai...."

"Betapapun juga, itu sudah merupakan suatu petunjuk. Daripada kita meraba-raba di dalam gelap. Aku akan pergi ke Kun-ming, menyelidiki mereka. Siapa tahu penculik itu datang dari sana. Ang I Mopang memang beralasan untuk memusuhiku dan mendendam kepadaku. Aku akan berangkat besok pagi-pagi!"

"Nanti dulu, Li-moi. Jangan tergesa-gesa. Kemungkinannya kecil saja, walaupun aku juga setuju kalau kita menyelidik ke sana. Akan tetapi kita tunggu dulu beberapa hari. Kita menanti kembalinya Yo Han. Siapa tahu dia berhasil...."

"Bocah sombong itu? Mana mungkin? Kalau kita berdua tidak berhasil, bagaimana anak tolol itu akan berhasil? Dialah biangkeladinya sehingga anak kita diculik orang!"

"Li-moi, tenanglah dan di mana kebijaksanaanmu? Bagaimanapun juga, kita tidak dapat menyalahkan Yo Han. Andaikata dia telah menguasai ilmu silat, keppandaiannya itu pun belum matang. Apa artinya seorang anak berusia dua belas tahun menghadapi seorang penculik yang lihai? Andaikata Yo Han pernah latihan ilmu silat, tetap saja dia tidak akan mampu melindungi Sian Li."

"Akan tetapi, apa perlunya kita menunggu beberapa hari? Dia tidak akan berhasil, dan penculik itu akan semakin jauh...."

"Kita lihat saja, Li-moi. Lupakah engkau betapa banyak hal-hal aneh dilakukan Yo Han? Kita tunggu sampai tiga hari. Kalau dia belum pulang maka kita akan segera berangkat ke Kun-ming, menyelidiki ke sana. Bahkan kalau di sana pun kita gagal, kita terus akan melakukan pelacakan, akan kutanyakan kepada semua tokoh kang-ouw tentang seorang wanita yang berpakaian merah seperti yang digambarkan Yo Han tadi."

Akhirnya, dengan air mata berlinang di kedua matanya, Hong Li menyetujui keinginan suaminya. Akan tetapi, jelas bahwa semalam itu mereka tidak mampu tidur pulas.

***

"Tidak mau, aku ingin pulang.... aku ingin ayah ibu, aku ingin pulang....!" Anak itu merengek-rengek dan suara rengekannya keluar dari dalam kuil tua di lereng bukit yang sunyi itu.

Wanita berpakaian merah itu mengelus kepala Sian Li. "Sian Li, engkau bidadari kecil berpakaian merah yang manis, tidak patut kalau engkau menangis...."

"Aku tidak menangis!" Anak itu membantah. Dan memang tidak ada air mata keluar dari matanya. Ia hanya merengek, membanting kaki dan cemberut. "Aku ingin pulang, aku ingin tidur di kamarku sendiri, tidak di tempat jelek ini. Baunya tidak enak!"

"Bukankah engkau senang ikut denganku, Sian Li? Tadi engkau gembira sekali! Kenapa sekarang minta pulang?" Wanita itu mencoba untuk membujuk.

"Aku ingin ikut sebentar saja, bukan sampai malam. Aku ingin dekat Ayah dan Ibu. Mari antarkan aku pulang, Bibi."

"Hemm, baiklah. Nanti kuantar, sini duduk di pangkuan Bibi, sayang. Engkau anak baik, engkau anak manis, engkau bidadari kecil merah...."

Ketika wanita itu meraih Sian Li dan dipangkunya, jari tangannya menekan tengkuk dan anak itu pun terkulai, seketika pingsan atau tertidur. Wanita itu merebahkan Sian Li di atas lantai yang bertilamkan daun-daun kering, memandang wajah ,anak itu yang tertimpa sinar api unggun yang dibuatnya, dan ia pun tersenyum.

"Anak manis.... ah, pantas menjadi anakku atau muridku.... aku berbahagia sekali mendapatkanmu, sayang...."

Siapakah wanita berpakaian merah ini? Di daerah Propinsi Hu-nan, namanya sudah dikenal oleh seluruh dunia kang-ouw, terutama golongan sesatnya. Selama beberapa tahun ini, ia merupakan seorang tokoh kang-ouw yang baru muncul, namun namanya segera tersohor karena kelihaiannya.

Orang-orang di dunia persilatan mengenal nama julukannya saja, yaitu Ang I Moli (Iblis Wanita Baju Merah). Namanya yang tak pernah dikenal orang adalah Tee Kui Cu dan ia tidaklah semuda nampaknya. Usianya sudah empat puluh tahun! Ia memang cantik manis, ditambah pesolek dengan riasan muka yang tebal, maka nampak berusia tiga puluh tahun. Wajahnya selalu putih karena bedak, bibir dan pipinya merah karena yan-ci, dan alis mata, Juga bulu mata, hitam karena penghitam rambut.

Dugaan Kao Hong Li tentang Ang I Mopang yang hanya merupakan dugaan raba-raba itu memang tepat. Ada hubungan dekat sekali antara Ang I Moli Tee Kui Cu dengan Ang I Mopang, perkumpulan yang pernah dibasmi oleh Kao Hong Li dan para pendekar itu. Wanita berpakaian merah ini adalah adik dari mendiang Tee Kok, yang pernah menjadi ketua Ang I Mopang. Ketika Ang I Mopang terbasmi oleh para pendekar, Tee Kui Cu dapat lolos dan ia pun mencari guru-guru yang pandai. Ia berhasil menyusup dan menjadi tokoh Pek-lian-kauw di mana ia mempelajari banyak macam ilmu silat, ilmu tentang racun dan obat, juga mempelajari ilmu sihir yang dikuasai oleh para tokoh Pek-lian-kauw. Setelah merasa dirinya memperoleh ilmu yang cukup tinggi, ia meninggalkan Pek-lian-kauw dan ia pun kembali ke Kunming, mengumpulkan para bekas anggauta Ang I Mopang yang masih hidup, Ia lalu membangun tempat perkumpulan itu, dia mengangkat diri sendiri menjadi ketua!

Demikianlah riwayat singkat Ang I Moli Tee Kui Cu. Ia terkenal sebagai seorang ketua yang pandai menyenangkan hati para anak buahnya, memimpin kurang lebih lima puluh orang anggauta Ang I Mopang, dan hidup sebagai seorang ketua yang kaya. Dan dia pun suka sekali merantau, meninggalkan perkumpulan dalam pengurusan para pembantunya, dan ia sendiri berkelana sampal jauh, bukan hanya mencari pengalaman, melainkan juga untuk bertualang, mencari harta, mencari pria karena ia merupakan seorang wanita yang selalu haus oleh nafsu-nafsunya.

Dan pada pagi hari itu, tanpa sengaja ia melihat Sian Li. Melihat anak perempuan berusia empat tahun yang mungil dan manis itu, dan terutama sekali melihat anak itu mengenakan pakaian serba merah, warna kesukaannya dan bahkan warna yang menjadi lambang dari perkumpulannya, hatinya tertarik dan suka sekali. Ia lalu menculik Sian Li dengan niat mengambil anak perempuan itu sebagai anaknya dan juga muridnya.

Dengan sikap menyayang ia mengeluarkan selimut dan menyelimuti tubuh Sian Li yang sudah pulas atau pingsan oleh tekanan jarinya, pada jalan darah di tengkuk anak itu. Kemudian ia menambahkan kayu bakar pada api unggun yang dibuatnya di dalam kuil tua kosong itu, api unggun yang perlu sekali untuk mengusir nyamuk dan hawa dingin.

Tiba-tiba, pendengarannya yang tajam terlatih menangkap sesuatu dan ia pun melompat bangun. Sebagai seorang wanita yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, ia tabah sekali dan tidak tergesa mengeluarkan pedangnya sebelum diketahui benar siapa yang datang memasuki kuil pada waktu itu.

Sesosok bayangan muncul, memasuki ruang kuil di mana Ang I Moli berada. Bayangan itu tidak berindap-indap, melainkan langsung saja melangkah dengan langkah kaki berat menghampiri ruangan. Ketika bayangan itu muncul, ternyata dia adalah Yo Han yang memasuki ruangan dengan langkah gontai agak terhuyung karena kelelahan!

"Ahh, kiranya engkau....!" Ang I Moli berkata dengan hati lega, akah tetapi juga ia memandang heran. Bagaimana anak laki-laki ini dapat menyusulnya? Bagaimana dapat membayanginya dan tahu bahwa ia berada di kuil tua itu?

Yo Han sendiri tidak mengerti dan tidak mampu menjawab kalau pertanyaan itu diajukan kepadanya. Ketika dia lari meninggalkan rumah suhunya, dia tidak mempunyai tujuan. Dia tidak tahu ke mana harus mencari penculik Sian Li. Maka dia pun membiarkan dirinya terbawa oleh sepasang kakinya yang berlari. Dia tidak sadar lagi bahwa dia bukan berlari menuju ke tepi sungai di mana adiknya tadi diculik orang, bahkan dia lari keluar dari kota Ta-tung dengan arah yang berlawanan dengan tepi sungai itu! Dia berlari terus sampai akhirnya dia tiba di tepi sungai lagi, akan tetapi bukan di tempat tadi Sian Li diculik orang. Dan dia berlari terus, menyusuri sepanjang tepi sungai, ke atas. Setelah matahari naik tinggi, dia pun terguling ke atas lapangan rumput di tepi sungai dan langsung saja dia tertidur. Tubuhnya tidak kuat menahan karena dia berlari terus sejak tadi tanpa berhenti.

Setelah dia terbangun, matahari sudah condong ke barat. Dan begitu bangun, dia teringat bahwa dia harus mencari Sian Li. Dia bangkit lagi dan kembali kedua kakinya berlari, tanpa tujuan akan tetapi makin mendekati sebuah bukit yang berada jauh di depan. Dia tidak peduli ke mana kakinya membawa dirinya. Kesadarannya hanya satu, yakni bahwa dia harus menemukan kembali Sian Li dan yang teringat olehnya hanyalah bahwa kalau Tuhan menghendaki, dia pasti akan dapat mengajak Sian Li pulang! Keyakinan ini timbul sejak dia kecil, sejak dia dapat membaca dan mengenal akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan melalui bacaan.

Yang ada hanya kewaspadaan, yang ada hanya kepasrahan. Tidak ada aku yang waspada, tidak ada aku yang pasrah. Selama ada "aku", kewaspadaan dan kepasrahan itu hanyalah suatu cara untuk memperoleh sesuatu. Aku adalah ingatan, aku adalah nafsu dan aku selamanya berkeinginan, berpamrih. Kalau nafsu yang memegang kemudi, apa pun yang kita lakukan hanya merupakan cara untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan, dan karenanya mendatangkan pertentangan dan kesengsaraan. Senang susah bersilih ganti, puas kecewa saling berkejaran, rasa takut atau khawatir selalu membayangi hidup. Takut kehilangan, takut gagal, takut menderita takut sakit, takut mati. Gelisah menghantui pikiran. Kepasrahan yang wajar, bukan dibuat-buat oleh si-aku, bukan kepasrahan berpamrih, kepasrahan akan segala yang sudah, sedang dan akan terjadi, menyerah dengan tawakal sabar dan ikhlas terhadap kekuasaan Tuhan, berarti kembali kepada kodratnya.

Yo Han terus berjalan, kadang berlari mendaki bukit dan ketika dia tiba di lereng bukit, malam pun tiba. Dia melihat kuil tua itu, dan ketika dia menghampiri, dia melihat pula sinar api unggun dari dalam kuil. Dia memasuki ruangan itu dan.... dia melihat Sian Li dan wanita berpakaian merah. Sian Li sudah tidur berselimut, dan wanita berpakaian merah itu berdiri dan menatapnya dengan sinar mata tajam!

Sejenak mereka berpandangan dan wanita itu terkekeh geli. "Kiranya engkau? Bagaimana engkau dapat menyusulku ke sini? Dan mau apa engkau mengejar aku?"

Yo Han menarik napas panjang, terasa amat lega hatinya. Begitu dia dapat menemukan Sian Li, seolah dia baru bangun dari tidur yang penuh mimpi. Baru sekarang dia merasa betapa dingin dan lelah tubuhnya. Dengan kedua kaki lemas dia pun menjatuhkan diri, duduk di atas rumput kering, dekat api unggun.

Bibi yang baik, kenapa engkau melakukan ini? Apa yang kaulakukan ini sungguh tidak baik, menyengsarakan orang lain dan juga amat membahayakan diri Bibi sendiri," katanya lirih namun jelas dan dia memandang ke arah api unggun, di mana lidah-lidah api merah kuning menari-nari dan menjilat-jilat.

Ang I Moli juga duduk lagi bersila dekat api unggun, menatap wajah anak laki-laki itu dengan penuh keheranan dan keinginan tahu, juga kagum karena anak itu bersikap demikian tenang dan dewasa, bahkan begitu datang mengeluarkan ucapan lembut yang seperti menegur dan menggurui!

"Bocah aneh, apa maksud kata-katamu itu?" tanyanya, ingin sekali tahu selanjutnya apa yang akan dikatakan anak yang bersikap demikian tenang saja. Bagaimana ia tidak akan merasa heran melihat seorang anak belasan tahun berani menghadapinya setenang itu, padahal anak itu mengejar ia yang melarikan adiknya? Orang dewasa pun, bahkan orang yang memiliki kepandaian pun, akan gemetar kalau berhadapan dengannya. Akan tetapi anak ini tenang saja, bahkan menegurnya.

"Bibi, kenapa engkau melarikan adikku Sian Li ini? Itu namanya menculik, dan itu tidak baik sama sekali. Bibi membikin susah ayah ibu anak ini, juga menyengsarakan aku yang menerima teguran. Apakah Bibi sudah pikir baik-baik bahwa perbuatan Bibi ini sungguh keliru sekali?"

Tokoh kang-ouw yang di juluki Iblis Betina (Moli) itu bengong! Akan tetapi juga kagum akan keberanian anak ini, dan juga merasa geli. Alangkah lucunya kalau di situ hadir orang-orang kang-ouw mendengar ia ditegur dan diwejang oleh seorang anak laki-laki yang berusia paling banyak dua belas tahun! Ia menahan kegelian hati yang membuat ia ingin tertawa terpingkal-pingkal, lalu bertanya lagi,

"Dan apa yang kaumaksudkan dengan perbuatanku ini membahayakan diriku sendiri?"

"Bibi yang baik, engkau tidak tahu siapa anak yang kaularikan ini. Ayah dari ibunya kini mencari-carimu dan ke mana pun engkau pergi, akhirnya mereka akan dapat menemukanmu dan kalau sudah begitu, siapa berani menanggung keselematanmu?"

Ang I Moli tidak dapat menahan geli hatinya lagi. Ia tertawa terkekeh-kekeh sampai kedua matanya menjadi basah air mata. "Hi-hi-heh-heh-heh! Kau berani menggertak dan menakut-nakuti aku? Aku suka kepada Sian Li, aku mau mengambil sebagai anakku, sebagai muridku Aku tidak takut menghadapi siapapun juga. Lalu engkau menyusulku ke sini mau apa?"

"Bibi, untuk apa membawa Sian Li yang masih kecil ini? Hanya akan merepotkanmu saja. Ia manja, bengal dan bandel, tentu hanya akan membuat Bibi repot dan banyak jengkel. Kalau Bibi membutuhkan seorang yang dapat membantu Bibi dalam pekerjaan rumah tangga atau mau mengambil murid, biar kugantikan saja. Jangan Sian Li yang masih terlalu kecil. Saya akan mengerjakan apa saja yang Bibi perintahkan, sebagai pengganti Sian Li. Akan tetapi Sian Li harus dikembalikan kepada Suhu dan Subo."

"Oooo, jadi ayah ibu anak ini adalah suhu dan subomu? Sian Li bukan adikmu sendiri?"

"Ia adalah sumoi-ku (adik seperguruan), Bibi."

"Hemm, menurut engkau, kalau suhu dan subomu dapat mengejarku, aku berada dalam bahaya. Begitukah?" Ia tersenyum mengejek. Tentu saja, ia tidak takut akan ancaman orang tua anak perempuan yang diculiknya.

"Aku tidak menakut-nakutimu, Bibi. Suhu dan Subo, adalah dua orang yang memiliki kepandaian silat tinggi, merupakan suami isteri pendekar yang sakti!"

"Eh? Dan engkau murid mereka, menangkap kupu-kupu saja tidak becus? Hi-hi-hik!" Wanita itu tertawa geli. Yo Han tidak merasa malu, hanya memandang dengan sikap sungguh-sungguh.

"Aku tidak belajar silat dari mereka, melainkan kepandaian lain yang lebih berguna. Akan tetapi aku tidak berbohong. Mereka amat lihai, Bibi, dan engkau bukanlah tandingan mereka"

Ang I Moli menjadi marah bukan main. Ucapan terakhir itu menyinggung keangkuhannya dan dianggap merendahkan, bahkan menghina. Sekali bergerak, ia sudah berada di dekat Yo Han dan mencengkeram pundak anak itu. Yo Han merasa pundaknya nyeri, akan tetapi sedikit pun dia tidak mengeluh atau menggerakkan tubuhnya, seolah cengkeraman itu tidak terasa sama sekali.

"Bocah sombong! Sekali aku menggerakkan tangan ini, lehermu dapat kupatahkan dan nyawamu akan melayang!"

Wanita itu diam-diam merasa heran bukan main. Anak yang telah dicengkeram pundaknya itu sedikit pun tidak memperlihatkan rasa takut. Masih tenang-tenang saja seperti tidak terjadi apa-apa, bahkan suaranya pun masih tenang dan penuh teguran dan nasihat.

"Nyawaku berada di tangan Tuhan, Bibi. Engkau berhasil membunuhku atau tidak, kalau engkau tidak mengembalikan Sian Li, sama saja. Engkau akan mengalami kehancuran di tangan Suhu dan Subo. Sebaliknya kalau engkau mengembalikan Sian Li dan mau menerima aku sebagai gantinya, aku dapat minta kepada Suhu dan Subo untuk menghabiskan perkara penculikan Sian Li."

Ang I Moli yang sudah menjadi marah dan tersinggung, hendak menggunakan tangannya mencengkerem leher anak itu dan membunuhnya. Akan tetapi pada saat itu ketika tangannya mencengkeram pundak, ia merasakan sesuatu yang aneh. Ada getaran di dalam pundak itu, getaran yang lembut namun mengandung kekuatan dahsyat yang membuat ia merasa seluruh tubuhnya tergetar pula. Ia merasa heran lalu menggunakan jari-jari tangannya untuk memeriksa tubuh anak itu. Dirabanya leher, pundak, dada dan punggung dan ia semakin terheran-heran. Anak ini memiliki tulang yang kokoh kuat dan jalan darahnya demikian sempurna. Inilah seorang anak yang memiliki bakat yang luar biasa sekali. Belum tentu dalam sepuluh ribu orang anak menemukan seorang saja seperti ini! Tubuh yang agaknya memang khusus diciptakan untuk menjadi seorang ahli silat yang hebat. Dan wataknya demikian teguh, tenang dan penuh keberanian. Akan tetapi anak ini mengaku tidak mempelajari ilmu silat! Biarpun demikian, anak ini mengatakan bahwa suhu dan subonya adalah dua orang sakti! Kiranya bukan bualan kosong saja karena hanya orang orang sakti yang dapat memilih seorang murid dengan bentuk tulang, jalan darah dan sikap sehebat anak ini.

"Brrttt...!" Sekali menggerakkan kedua tangan, baju yang dipakai anak itu robek dan direnggutnya lepas dari badan. Kini Yo Han bertelanjang dada. Ang I Moli bukan hanya meraba-raba, kini juga melihat bentuk dada itu. Dan ia terpesona. Bukan main!

Ia tadi sudah memeriksa keadaan tubuh Sian Li. Memang seorang anak yang memiliki tubuh baik pula, bertulang baik berdarah bersih. Akan tetapi dibandingkan anak laki-laki ini, jauh bedanya, tidak ada artinya lagi!

"Anak yang aneh," katanya sambil tangannya masih meraba-raba dada dan punggung yang, telanjang itu. "Siapa namamu?"

"Aku she Yo, namaku Han."

"Yo Han...? Siapa orang tuamu?"

"Aku yatim piatu. Pengganti orang tuaku adalah Suhu dan Subo."

"Siapa sih suhu dan subomu yang kaupuji setinggi langit itu."

"Aku bukan sekedar memuji kosong atau membual, Bibi. Suhuku bernama Tan Sin Hong berjuluk Pendekar Bangau Putih dan Suboku bernama Kao Hong Li, cucu Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir."

Ang I Moli menelan ludah! Sungguh sama sekali tidak pernah disangkanya bahwa anak yang diculiknya adalah puteri dari suami isteri pendekar sakti itu! Tentu saja ia pernah mendengar akan nama mereka. Bahkan mereka adalah dua diantara para pendekar yang pernah membasmi Ang i Mopang! Mereka termasuk musuh-musuh lama dari kakaknya, dari Ang I Mopang. Akan tetapi ia pun tidak begitu tolol untuk memusuhi mereka. Biarpun ia sendiri belum pernah menguji sampai di mana kehebatan ilmu mereka, namun tentu saja jauh lebih aman untuk tidak mencari permusuhan baru dengan mereka.

Melihat wanita berpakaian merah itu diam saja, Yo Han melanjutkan. "Nah, engkau tahu bahwa aku bukan menggertak belaka. Tentu engkau pernah mendengar nama mereka. Sekarang, bagaimana kalau engkau mengembalikan Sian Li kepada mereka, Bibi?"

Ang I Moli mengamati wajah Yo Han dengan penuh perhatian. "Kalau aku mengembalikan Sian Li, engkau mau ikut bersamaku dan menjadi muridku?"

"Sudah kukatakan bahwa aku suka menggantikan Sian Li. Bagiku yang penting aku harus dapat mengajak Sian Li pulang ke rumah Suhu dan Subo. Setelah aku mengantar ia pulang, aku akan ikut bersamamu."

"Hemm, kaukira aku begitu goblok? Kalau aku membiarkan engkau mengajak ia pulang, tentu engkau tidak akan kembali kepadaku. Yang datang kepadaku tentu suami isteri itu untuk memusuhiku."

Yo Han mengerutkan alisnya, memandang kepada wanita itu. Ang I Moli terkejut. Sepasang mata anak itu mencorong seperti mata harimau di tempat gelap tertimpa sinar!

"Bibi, aku tidak sudi melanggar janjiku sendiri! Juga, hal itu akan membikin Suhu dan Subo marah kepadaku. Kami bukan orang-orang yang suka menyalahi janji."

"Baik, mari, sekarang juga kita bawa Sian Li kembali ke rumah orang tuanya."

Biarpun tubuhnya sudah terlalu penat untuk melakukan perjalanan lagi, namun Yo Han menyambut ajakan ini dengan gembira. "Baik, dan terima kasih, Bibi. Ternyata engkau bijaksana juga."

Ang I Moli memondong tubuh Sian Li. "Mari kau ikuti aku."

Melihat wanita itu lari keluar kuil, Yo Han cepat mengikutinya. Akan tetapi, Ang I Moli hendak menguji Yo Han, apakah benar anak ini tidak pandai ilmu silat. Ia. berlari cepat dan sebentar saja Yo Han tertinggal jauh.

"Bibi, jangan cepat-cepat. Aku akan sesat jalan. Tunggulah!"

Ang I Moli menanti, diam-diam merasa sangat heran. Kalau anak itu murid suami isteri pendekar yang namanya amat terkenal itu, bagaimana begitu lemah? Menangkap kupu-kupu saja tidak mampu, dan diajak berlari cepat sedikit saja sudah tertinggal jauh. Padahal, anak itu memiliki tubuh yang amat baik. Kelak ia akan menyelidiki hal itu. Ketika ia memeriksa tubuh Yo Han tadi, bukan saja ia mendapatkan kenyataan bahwa anak itu dapat menjadi seorang ahli silat yang hebat, juga mendapat kenyataan lain yang mengguncangkan hatinya. Anak itu memiliki darah yang bersih dan kalau ia dapat menghisap hawa murni dan darah anak laki-laki itu melalui hubungan badan, ia akan mendapatkan obat kuat dan obat awet muda yang amat ampuh!

Tidak lama mereka berjalan karena Ang I Moli membawa mereka ke tepi sungai, lalu ia mengeluarkan sebuah perahu yang tadinya ia sembunyikan di dalam semak belukar di tepi sungai.

"Kita naik perahu, agar dapat cepat tiba di Ta-tung," kata Ang I Moli dan ia menyeret perahu ke tepi sungai, dibantu oleh Yo Han. Tak lama kemudian, mereka pun sudah naik ke perahu yang meluncur cepat terbawa arus air sungai dan didayung pula oleh Yo Han, dikemudikan oleh dayung di tangan wanita pakaian merah itu. Sian Li masih pulas, rebah miring di dalam perahu.

Melalui air, perjalanan tentu saja tidak melelahkan, apalagi karena mereka mengikuti aliran air sungai, bahkan jauh lebih cepat dibandingkan perjalanan melalui darat. Maka, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali mereka sudah mendarat di tempat di mana kemarin Ang I Moli bertemu dengan Yo Han dan Sian Li.

Nah, bawalah ia pulang, dan kau cepat kembali ke sini. Kutunggu," kata Ang I Moli kepada Yo Han. Ia menotok punggung Sian Li dan anak ini pun sadar, seperti baru terbangun dari tidur.

Sian Li girang melihat Yo Han di situ dan Yo Han segera memondongnya, menatap wajah wanita itu dan berkata, "Engkau percaya kepadaku, Bibi?"

Ang I Moli tersenyum. "Tentu saja. Kalau engkau membohongiku sekali pun, engkau takkan dapat lolos dari tanganku!

"Aku takkan bohong!" kata Yo Han dan dia pun membawa Sian Li keluar dari perahu, lalu berjalan secepatnya menuju pulang. Hatinya merasa lega dan gembira bukan main karena dia telah berhasil membawa pulang Sian Li seperti telah dijanjikannya kepada suhu dan subonya. Dia telah bertanggung jawab atas kehilangan adiknya itu, dan kini dia telah memenuhi janji dan tanggung lawabnya.

***

Tan Sin Hong dan isterinya, Kao Hong Li, semalam tadi tidak dapat pulas sejenak pun dan pagi-pagi sekali mereka sudah bangun. Dengan wajah muram dan rambut kusut mereka duduk di beranda depan seperti orang-orang yang menantikan sesuatu. Memang mereka menanti pulangnya Yo Han, kalau mungkin bersama Sian Li yang diculik orang. Hong Li menganggap hal ini tidak mungkin, hanya harapan kosong belaka dan sia-sia. Akan tetapi suaminya berkeras hendak menanti kembalinya Yo Han sampai tiga hari!

"Yo Han...." Tiba-tiba Sin Hong berseru.

Hong Li yang sedang menunduk terkejut, mengangkat mukanya dan wajahnya seketika berseri, matanya bersinar-sinar, seperti matahari yang baru muncul dari balik awan hitam.

"Sian Li....!" Ia pun meloncat dan lari menyambut Yo Han yang datang memondong adiknya itu.

"Ibu....! Ayah....!" Sian Li bersorak girang dan ia merssa terheran-heren ketika ibunya merenggutnya dari pondongan Yo Han, mendekap dan menciuminya dengan kedua mata basah air mata!

"Ibu.... menangis? Tidak boleh menangis, Ibu tidak boleh cengeng dan lemah!" Sian Li menirukan kata-kata ayah dan ibunya kalau ia menangis. Ibunya yang masih basah kedua matanya itu tersenyum.

"Tidak, ibu tidak menangis. Ibu bergembira....!"

Sin Hong sudah menyambut Yo Han dan memegang tangan murid itu, menatapnya sejenak lalu berkata, "Mari masuk dan kita bicara di dalam."

Mereka duduk di ruangan dalam, mengelilingi meja. Sian Li dipangku oleh ibunya yang memeluknya seperti takut akan kehilangan lagi.

"Nah, ceritakan bagaimana engkau dapat mengajak pulang adikmu, Yo Han," kata Sin Hong. Hong Li memandang dengan penuh kagum, heran dan juga bersukur bahwa muridnya itu benar-benar telah mampu mengembalikan Sian Li kepadanya. Padahal ia sendiri dan suaminya sudah mencari-cari sampai sehari penuh tanpa hasil, bahkan tidak dapat menemukan jejak Sian Li dan penculiknya.

"Suhu dan Subo, ketika teecu pergi hendak mencari adik Sian Li, teecu segera berlari ke luar kota, melalui pintu gerbang selatan. Sehari kemarin teecu berlari dan berjalan terus dan pada malam hari tadi, teecu tiba di lereng sebuah bukit. Teecu melihat sebuah kuil dan ada sinar api unggun dari dalam kuil. Teecu memasuki kuil tua yang kosong itu dan di situlah teecu melihat Adik Sian Li tidur dijaga oleh wanita pakaian merah itu."

"Akan tetapi, Yo Han. Bagaimana engkau bisa tahu bahwa adikmu dibawa ke tempat itu oleh penculiknya?" Hong Li bertanya dengan heran.

"Teecu juga tidak tahu bagaimana Adik Sian Li bisa berada di dalam kuil itu, Subo...."

"Aku diajak naik perahu oleh Bibi baju merah. Ia baik sekali, Ibu. Kami menangkap ikan dan Bibi memasak ikan untukku. Enak sekali! Setelah turun dari perahu, kami berjalan-jalan ke lereng bukit dan memasuki kuil tua itu, Setelah malam menjadi gelap, aku ingin pulang, mengajaknya pulang dan.... dan.... aku lupa lagi, tertidur."

Sin Hong bertukar pandang dengan isterinya. Pantas usaha mereka mencari jejak gagal. Kiranya anak mereka dibawa naik perahu oleh penculiknya.

"Yo Han, kalau engkau tidak tahu bahwa Sian Li dibawa ke kuil tua itu, bagaimana engkau dapat langsung pergi ke sana?" Sin Hong mendesak, memandang tajam penuh selidik.

Yo Han menarik napas panjang dan menggeleng kepalanya. "Teecu tidak tahu Suhu. Teecu membiarkan kaki berjalan tanpa tujuan, ke mana saja untuk mencari adik Sian Li. Dan tahu-tahu teecu tiba di sana dan menemukan mereka."

"Tapi, bagaimana penculik itu membiarkan engkau mengajak Sian Li pulang? Bagaimana engkau dapat menundukkannya?" Hong Li bertanya, semakin heran dan merasa bulu tengkuknya meremang karena ia mulai merasa bahwa ada "sesuatu" yang ajaib telah terjadi pada diri muridnya itu.

Yo Han tersenyum memandang subonya, lalu memandang suhianya. "Teecu membujuknya untuk membiarkan teecu membawa adik Sian Li pulang. Ia tidak tahu bahwa adik Sian Li adalah puteri Suhu dan Subo. Teecu beritahu kepadanya dan mengatakan bahwa kalau ia tidak mengembalikan Sian Li, tentu Suhu dan Subo akan dapat menemukannya dan ia akan celaka. Teecu mengatakan bahwa kalau ia mau menyerahkan kembali Sian Li, teecu yang akan menggantikan adik Sian Li menjadi muridnya, menjadi pelayannya, dan ikut dengannya. Nah, ia setuju dan teecu membawa adik Sian Li, pulang. Akan tetapi teecu harus segera kembali kepadanya. Ia masih menunggu teecu di tepi sungai...."

"Yo Han! Engkau hendak ikut dengan penculik itu? Ah, aku tidak akan membiarkan! Menjadi murid seorang penculik jahat? Tidak boleh!" kata Hong Li marah. "Aku bahkan akan menghajar iblis itu!"

Kao Hong Li sudah meloncat dengan marah, akan tetapi gerakannya terhenti ketika terdengar Yo Han berseru, ,"Subo, jangan!"

"Hah? Iblis itu menculik anakku, kemudian menukarnya dengan engkau untuk dibawa pergi. Dan engkau melarang aku untuk menghajar iblis itu?"

"Maaf, Subo. Apakah Subo ingin melihat murid Subo menjadi seorang rendah yang melanggar janjinya sendiri, menjilat ludah yang sudah dikeluarkan dari mulut?"

"Ehhh....? Apa maksudmu?"

"Subo, bagaimanapun juga, teecu (murid) adalah murid Subo. Teecu sudah berjanji kepada wanita berpakaian merah itu bahwa setelah teecu mengantar Sian Li pulang, teecu akan kembali kepadanya dan menjadi muridnya, pergi ikut dengannya. Kalau teecu sudah berjanji, lalu sekarang teecu tidak kembali kepadanya, bahkan Subo akan menghajarnya, bukankah bererti teecu melanggar janji sendiri?"

"Tidak peduli akan janjimu itu! Engkau tidak perlu melanggar janji, engkau pergilah kepadanya. Akan tetapi aku tetap saja akan menemuinya dan menghajarnya!" kata Hong Li dengan marah.

"Subo!" kata pula Yo Han dan suaranya tegas. "Kenapa Subo hendak menghajar wanita itu? Kalau Subo melakukan itu, berarti Subo jahat!"

"Ehhh?" Hong Li terbelalak memandang kepada anak itu.

"Yo Han!" kata pula Sin Hong. "Subomu hendak menghajar penculik kenapa engkau katakan jahat?" Dia bertanya hanya karena ingin tahu isi hati anak itu yang amat dikaguminya sejak dia tadi mendengarkan kata-kata anak itu kepada isterinya.

"Suhu, wanita berpakaian merah itu memang benar tadinya hendak melarikan Sian Li, akan tetapi ia bersikap baik terhadap Sian Li, dan ia melarikannya, karena ingin mengambilnya sebagai murid. Ia sayang kepada Sian Li. Kemudian, teecu menemukannya dan teecu membujuk agar ia mengembalikan Sian Li. Dan ia sudah memperbolehkan Sian Li teecu bawa pulang. Teecu sendiri yang berjanji untuk ikut dengannya. Kalau sekarang Subo dan Suhu menghajarnya, bukankah itu sama sekali tidak benar?"

Sin Hong memberi isarat dengan pandang matanya kepada isterinya lalu menarik napas panjang dan berkata kepada muridnya itu. "Baiklah kalau begitu, Yo Han. Kami tentu saja tidak menghendaki engkau menjadi seorang yang melanggar janjimu sendiri. Engkau sudah yakin ingin menjadi murid wanita itu? Kalau engkau ingin memperoleh guru yang baik, tempat tinggal yang lain, kami sanggup mencarikannya yang amat baik untukmu."

Yo Han menggeleng kepalanya. "Tidak Suhu. Teecu akan ikut dengan wanita itu seperti telah teecu janjikan. Teecu akan berangkat sekarang juga agar ia tidak terlalu lama menunggu." Dia lalu pergi ke dalam kamarnya, mengambil buntalan pakaian yang memang telah, dia persiapkan semalam. Memang semalam dia sudah merencanakan untuk pergi meninggalkan rumah itu, akan tetapi karena hatinya terasa berat meninggalkan Sian Li, pagi itu ia ingin menyenangkan Sian Li dengan mengajaknya bermain-main di tepi sungai sebelum dia pergi.

Suami isteri itu juga merasa heran melihat demikian cepatnya Yo Han mengumpulkan pakaiannya karena sebentar saja anak itu sudah menghadap mereka kembali. Yo Han menjatuhkan diri berlutut di depan kedua orang gurunya.

"Suhu dan Subo, teecu menghaturkan terima kasih atas segala budi kebaikan yang telah dilimpahkan kepada teecu, terima kasih atas kasih sayang yang telah dicurahkan kepada teecu. Dan teecu mohon maaf apabila selama ini teecu melakukan banyak kesalahan dan membuat Suhu dan Subo menjadi kecewa. Teecu mohon diri, Suhu dan Subo" Suaranya tegas dan sikapnya tenang, sama sekali tidak nampak dia berduka, tidak hanyut oleh perasaan haru.

"Baiklah, Yo Han. Kalau memang ini kehendakmu. Dan berhati-hatilah engkau menjaga dirimu," kata Sin Hong.

"Setiap waktu kalau engkau menghendaki, kami akan menerimamu kembali dengan hati dan tangan terbuka, Yo Han," kata pula Kao Hong Li, dengan hati terharu. Terasa benar ia betapa ia menyayang murid itu seperti kepada adik atau anak sendiri.

"Terima kasih, Suhu dan Subo" Yo Han membalikkan tubuhnya dan hendak pergi.

"Suheng, aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang sejak tadi melihat dan mendengarkan saja tanpa mengerti benar apa yang mereka bicarakan, kini turun dari pangkuan ibunya dan berlari menghampiri Yo Han.

Yo Han memondong anak itu dan mencium kedua pipi dan dahinya, lalu menurunkannya kembali. "Sian Li, aku mau pergi dulu, engkau tidak boleh ikut. Engkau bersama ayah dan ibumu di sini. Kelak kita akan bertemu kembali, adikku." Dan dengan cepat Yo Han lari meninggalkan anak itu, tidak tega mendengar ratap tangisnya dan melihat wajahnya.

"Suheng! Aku ikut...., aku ikut....!" Anak itu merengek walaupun tidak menangis, dan terpaksa Sin Hong memondongnya karena anak itu hendak lari mengejar Yo Han.

"Hemm, aku mau melihat siapa iblis betina itu!" Hong Li sudah meloncat keluar dan Sin Hong yang memondong anaknya hanya menggeleng kepala, lalu melangkah keluar pula dengan Sian Li di pondongannya.

Yo Han berlari-lari menuju sungai. Dia tidak ingin wanita berpakaian merah itu mengira dia melanggar janji. Dan benar saja, ketika dia tiba di tepi sungai, wanita itu tidak lagi berada di dalam perahu, melainkan sudah duduk di tepi sungai dengan wajah tidak sabar. Perahunya berada di tepi sungai pula, agaknya sudah ditariknya ke darat.

Melihat Yo Han datang berlari membawa buntalan, wajah yang tadinya cemberut itu tersenyum. "Hemm, kusangka engkau membohongiku! Kiranya engkau datang pula!"

Yo Han juga cemberut ketika dia sudah berdiri di depan wanita itu. "Sudah kukatakan, aku bukan seorang yang suka melanggar janji. Aku harus berpamit dulu kepada Suhu dan Suboku, dan mengambil pakaianku ini."

"Andaikata engkau menipuku sekalipun engkau tidak akan terlepas dari tanganku Hayo kita berangkat!" kata Ang I Moli Tee Kui Cu.

"Tahan dulu...!" Bentakan merdu dan nyaring ini mengandung getaran dan wibawa yang amat kuat sehingga Ang I Moli terkejut sekali dan cepat ia membalikkan tubuh. Kiranya di depannya telah berdiri seorang wanita cantik dan gagah, berusia kurang lebih dua puluh enam tahun. Wajahnya bulat telur, matanya lebar dan indah jeli, sinarnya tajam menembus.

"Subo....!" Yo Han berseru melihat wanita cantik itu.

"Diam kau!" Kao Hong Li membentak muridnya, matanya tidak pernah melepaskan wajah wanita berpakaian merah. Ia belum pernah melihat wanita itu dan memperhatikannya dengan seksama. Wajah yang cantik itu putih oleh bantuan bedak tebal, nampak cantik seperti gambar oleh bantuan pemerah bibir dan pipi, dan penghitam alis. Pakaiannya yang serba merah ketat itu menempel tubuh yang ramping dan seksi, dengan pinggulnya yang bulat besar.

Mendengar Yo Han menyebut subo kepada wanita muda ini. Ang I Moli terkejut. Tak disangkanya subo dari anak itu masih demikian mudanya. Jadi inikah cucu dari Naga Sakti Gurun Pasir, pikirnya.

"Hemmm, siapakah engkau dan mengapa engkau menahan kami?" Ang I Moli bertanya, senyumnya mengandung ejekan dan memandang rendah.

"Aku Kao Hong Li, ibu dari anak perempuan yang kauculik!" jawab Hong Li, juga sikapnya tenang, akan tetapi sepasang mata yang tajam itu bersinar marah "Siapakah engkau ini iblis betina yang berani mencoba mencoba untuk menculik anakku kemudian membujuk murid kami untuk ikut denganmu? Jawab, dan jangan mati tanpa nama!" Sikap garang Kao Hong Li sedikit banyak menguncupkan hati Ang I Moli. Ia seorang tokoh sesat yang tidak mengenal takut dan memandang rendah orang lain, akan tetapi ia teringat akan ancaman Yo Han tadi bahwa wanita ini adalah cucu Naga Sakti Gurun Pasir, bahkan suaminya adalah Si Bangau Putih yang namanya amat terkenal itu.

"Hemm, bocah sombong. Jangan mengira bahwa aku Ang I Moli takut mendengar gertakanmu." Ia membesarkan hatinya sendiri. "Aku tidak menculik, puterimu, hanya mengajaknya bermain-main. Dan tentang bocah ini, dia sendiri yang ingin ikut aku menjadi muridku. Kalau, tidak percaya tanya saja kepada anak itu."

"Subo, memang teecu sendiri yang ingin ikut dengan Bibi ini. Harap Subo jangan mengganggunya!"

Hong Li menarik napas panjang. Kalau sudah begitu, memang tidak ada alasan baginya untuk menghajar wanita berpakaian merah itu, apalagi membunuhnya. Anaknya sendiri tadi pun mengatakan bahwa wanita ini bersikap baik kepada Sian Li, dan kini Yo Han mengatakan bahwa memang dia sendiri yang ingin menjadi muridnya.

"Baiklah, aku tidak akan membunuhnya. Akan tetapi, setidaknya aku harus tahu apakah ia cukup pantas untuk menjadi gurumu, Yo Han. Aku tidak rela menyerahkan muridku dalam asuhan orang yang tidak berkepandaian, apalagi kalau orang itu pengecut. Kuharap saja engkau tidak terlalu pengecut untuk menolak tantanganku menguji ilmu kepandaianmu, Ang I Moli."

Kulit muka yang ditutup kulit tebal itu masih nampak berubah kemerahan. Tentu saja Ang I Moli marah sekali dikatakan bahwa ia seorang pengecut.

"Kao Hong Li, engkau bocah sombong. Kaukira aku takut kepadamu?"

"Bagus kalau tidak takut! Nah, kau sambutlah seranganku ini. Haiiittt!" Hong Li sudah menerjang maju setelah memberi peringatan, dan karena ia memang ingin menguji sampai di mana kelihaian wanita baju merah itu, begitu menyerang ia sudah memainkan jurus dari ilmu silat Sin-liong Ciang-hoat (Ilmu Silat Naga Sakti) yang amat dahsyat, apalagi karena dalam memainkan ilmu silat ini ia menggunakan tenaga Hui-yang Sin-kang (Tenaga Sakti Inti Api) dari ibunya. Hong Li telah menggabung dua ilmu yang hebat itu. Sin-liong Ciang-hoat adalah ilmu yang berasal dari Istana Gurun Pasir, sedangkan tenaga Hui-yang Sin-kang adalah ilmu yang berasal dari Istana Pulau Es, yang ia pelajari dari ayah dan ibunya.

"Wuuuuttt.... plak! Plak!" Tubuh Ang I Moli terhuyung ke belakang dan ia terkejut bukan main. Ketika tadi ia menangkis sampai beberapa kali, lengannya bertemu dengan hawa panas yang luar biasa kuatnya sehingga kalau ia tidak membiarkan dirinya mundur, tentu ia akan celaka. Sebagai seorang tokoh sesat yang telah mengangkat diri menjadi seorang pangcu (ketua) tentu saja Ang I Moli merasa penasaran sekali. Ia lalu membalas dengan serangan ampuh. Setelah mengerahkan tenaga dalam yang telah dilatihnya dari para pimpinan Pek-lian-kauw, ia mengeluarkan suara melengking dan ketika dua tangannya menyerang, dari kedua telapak tangan itu mengepul uap atau asap hitam dan angin pukulannya membawa asap hitam itu menyambar ke arah muka Kao Hong Li.

Pendekar wanita ini mengenal pukulan beracun yang ampuh, maka ia pun melangkah mundur dan mengerahkan tenaga sin-kang mendorong dengan kedua tangan terbuka pula. Dua tenaga dahsyat bertemu di udara dan akibatnya, asap hitam itu membalik dan Ang I Moli kini merasakan hawa yang amat dingin sehingga kembali ia terkejut. Itulah tenaga Swat-im Sin-kang (Tenaga Inti Salju), juga ilmu yang berasal dari Istana Pulau Es! Ang I Moli terpaksa mundur kembali dan kemarahannya memuncak. Dua kali mengadu tenaga itu membuat ia sadar bahwa lawannya memang lihai bukan main. Dalam hal tenaga sin-kang, jelas ia kalah kuat.

"Manusia sombong, kausambut pedangku!" bentaknya, lalu mulutnya berkemak-kemik dan ia berseru sambil membuat gerakan seperti melontarkan sesuatu ke udara, "Pedang terbangku menyambar lehermu!"

Kao Hong Li terbelalak ketika ia melihat sinar terang dan bayangan sebatang pedang meluncur dari udara ke arah dirinya! Padahal ia tidak melihat wanita itu mencabut pedang. Inilah ilmu sihir, pikirnya dan ia pun cepat mencabut pedangnya dan melindungi dirinya dengan putaran pedang.

"Hentikan perkelahian! Hentikan....!" terdengar Yo Han berseru dan begitu anak ini melangkah ke depan, sinar pedang itu pun lenyap secara tiba-tiba dan Hong Li mendapat kenyataan bahwa ia tadi "bertempur" melawan bayang-bayang. Sementara itu, Ang I Moli juga terkejut karena tiba-tiba pengaruh sihirnya lenyap begitu saja. Pada saat itu, ia melihat pula munculnya seorang laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun yang memiliki sinar mata lembut namun mencorong memondong anak perempuan baju merah tadi. Tahulah ia bahwa tentu laki-laki gagah perkasa ini ayah Sian Li yang berjuluk Si Bangau Putih. Ang I Moli menduga bahwa tentu pendekar ini yang melenyapkan pengaruh sihirnya, maka ia menjadi semakin jerih.

Memang tadinya ia merasa suka sekali kepada Sian Li, kemudian melihat bakat yang luar biasa pada diri Yo Han, ia pun rela menukarkan Sian Li yang suka rewel dan tidak mau ikut dengan suka rela itu dengan Yo Han yang suka ikut dengannya. Akan tetapi melihat betapa suami isteri yang amat lihai itu kini berada di depannya dan ia tahu bahwa melawan mereka berdua sama dengan mencari penyakit, Ang I Moli lalu meloncat ke arah perahunya sambil memaki Yo Han,

"Anak pengkhianat!" Ia mendorong perahunya ke air, kemudian perahu itu diluncurkannya ke tengah sungai.

"Tunggu kau, iblis betina!" Hong Li yang masih marah itu berteriak dan kini ia pun sudah mengamangkan pedangnya. Akan tetapi Yo Han cepat berdiri di depan subonya.

"Subo, harap jangan kejar dan serang lagi! Ia adalah guruku yang baru!" Setelah berkata demikian, Yo Han lalu meloncat ke air, dan berenang mengejar perahu itu. "Bibi.... eh, Subo (Ibu Guru), tunggulah aku....!"

Melihat ini, Ang I Moli memandang heran. Anak itu ternyata sama sekali bukan pengkhianat, bukan pelanggar janji! Ia pun terkekeh senang dan menahan perahunya. Ketika Yo Han telah tiba di pinggir perahu, ia mengulurkan tangan dan menarik anak itu naik ke dalam perahunya.

"Anak baik, ternyata engkau setia kepadaku. Hi-hik, aku senang sekali!"

Dari pantai, Hong Li masih mengamankan pedangnya. "Yo Han, kembali ke sini engkau! Engkau akan rusak dan celaka kalau engkau ikut dengan perempuan iblis itu!"

"Subo, maafkan teecu. Teecu sudah berjanji kepada Bibi ini, dan pula, teecu harus meninggalkan Suhu dan Subo, teecu harus meninggalkan.... adik Sian Li. Bukankah itu yang Subo kehendaki? Teecu harus dipisahkan dari adik Sian Li. Nah, setelah sekarang teecu menentukan jalan sendiri, kenapa Subo hendak menghalangi? Sudahlah, Subo, maafkan teecu dan selamat tinggal." Yo Han lalu mengambil dayung dan mendayung perahu itu.

Hong Li masih penasaran dan hendak mengejar, akan tetapi ada sentuhan lembut tangan suaminya padalengannya. Ia menoleh dan melihat suaminya tersenyum dan menggeleng kepalanya.

"Suheng aku ikut....!" Tiba-tiba Sian Li yang melihat Yo Han mendayung perahu, berteriak dan meronta dalam pondongan ayahnya. Hong Li menyimpan kembali pedangnya dan memondong puterinya.

"Jangan ikut, Sian Li. Suhengmu sedang pergi menuntut ilmu. Kelak engkau akan bertemu kembali dengan dia." Ia memeluk anaknya dan menciuminya, menghibur sehingga Sian Li tidak berteriak-teriak lagi.

Suami isteri itu berdiri di tepi sungai dan mengikuti perahu yang menjauh itu dengan pandang mata mereka.

"Aku tetap khawatir," bisik Hong Li. "Wanita itu jelas tokoh sesat. Julukannya Ang I Moli. Aku khawatir Yo Han akan menjadi tersesat kelak."

Suaminya menggeleng kepala. "Jangan khawatir. Yo Han bukanlah anak yang berbakat jahat. Aku melihat hal yang aneh lagi tadi. Ketika engkau diserang dengan sihir, kulihat engkau terkejut dan wanita itu berdiri mengacungkan tangan dan berkemak-kemik, ada sinar menyambar ke arahmu...."

"Memang benar. Aku pun terkejut akan tetapi tiba-tiba sinar itu menghilang."

"Itulah! Begitu Yo Han melompat ke depan dan menghentikan perkelahian, sinar itu lenyap dan kulihat wanita berpakaian merah itu terkejut dan ketakutan. Aku menduga bahwa kekuatan sihirnya itu punah dan lenyap oleh teriakan Yo Han! Nah, karena itu, biarkanlah dia pergi. Aku yakin dia tidak akan dapat terseret ke dalam jalan sesat."

Mereka lalu pulang membawa Sian Li yang sudah tidur di dalam pondongan ibunya. Berbagai perasaan mengaduk hati kedua orang suami isteri itu. Ada perasaan menyesal dan mereka merasa kehilangan Yo Han, ada pula perasaan lega karena kini puteri mereka dapat dipisahkan dari Yo Han tanpa mereka harus memaksa Yo Han keluar dari rumah mereka, ada pula perasaan khawatir akan nasib Yo Han yang dibawa pergi seorang tokoh sesat.

Segala macam perasaan duka, khawatir dan sebagainya tidak terbawa datang bersama peristiwa yang terjadi menimpa diri kita, melainkan timbul sebagai akibat dari cara kita menerima dan menghadapi segala peristiwa itu. Pikiran yang penuh dengan ingatan pengalaman masa lalu membentuk sebuah sumber dalam diri, sumber berupa bayangan tentang diri pribadi yang disebut aku, dan dari sumber inilah segala kegiatan hidup terdorong. Karena si-aku ini diciptakan pikiran yang bergelimang nafsu daya rendah, maka segala kegiatan, segala perbuatan pun selalu didasari kepentingan si-aku. Kalau sang aku dirugikan, timbullah kecewa, timbullah iba diri dan duka. Kalau sang aku terancam dirugikan, timbullah rasa takut dan khawatir. Si-aku ini selalu menghendaki jaminan keamanan menghendaki kesenangan dan menghindari kesusahan. Si-aku ini mendatangkan penilaian baik buruk, tentu saja didasari untung-rugi bagi diri sendiri. Baik buruk timbul karena adanya penilaian, dan penilaian adalah pilihan si-aku, karenanya penilaian selalu didasari nafsu daya rendah yang selalu mementingkan diri sendiri. Kalau sesuatu menguntungkan, maka dinilai baik, sebaliknya kalau merugikan, dinilai buruk.

Sebagai contoh, kita mengambil hujan. Baik atau burukkah hujan turun? Hujan adalah suatu kewajaran, suatu kenyataan dan setiap kenyataan adalah wajar karena hal itu sudah menjadi kodrat, menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Hujan baru disebut baik atau buruk kalau sudah ada penilaian. Yang menilai adalah kita, didasari nafsu daya rendah yang mengaku diri sebagai sang-aku. Bagi orang yang membutuhkan air hujan, maka hujan di sambut dengan gembira dan dianggap baik, karena menguntungkan, misalnya bagi para petani yang sedang membutuhkan air untuk sawah ladangnya. Sebaliknya, bagi mereka yang merasa dirugikan dengan turunnya hujan, maka hujan itu tentu saja dianggap buruk! Padahal, hujan tetap hujan, wajar, tidak baik tidak buruk. Demikian pula dengan segala macam peristiwa atau segala macam yang kita hadapi. Selalu kita nilai, tanpa kita sadari penilaian itu berdasarkan nafsu mementingkan diri sendiri. Kalau ada seseorang berbuat menguntungkan kepada kita, kita menilai dia sebagai orang baik, sebaliknya kalau merugikan, kita menilainya sebagai orang jahat. Jelas bahwa penilaian adalah suatu hal yang pada hakekatnya menyimpanq dari kebenaran. Yang kita nilai baik belum tentu baik bagi orang lain, dan sebaliknya.

Penilaian mendatangkan reaksi, mempengaruhi sikap dan perbuatan kita selanjutnya. Dan perbuatan yang didasari hasil penilaian ini jelas tidak sehat. Dapatkah kita menghadapi segala sesuatu tanpa menilai? Melainkan menghadapi seperti apa adanya. Kalau tindakan kita tidak lagi dipengaruhi hasil penilaian, maka tindakan itu terjadi dengan spontan dipimpin kebijaksanaan.

Permainan pikiran yang mengingat masa lalu dan membayangkan masa depan hanya mendatangkan duka dan khawatir, seperti yang pada saat itu dialami oleh Tan Sin Hong dan isterinya, Kao Hong Li.

***

"Jangan bohong kau!" Ang I Moli membentak. Yo Han yang berdiri di depannya memandang dengan sinar mata marah. "Subo sudah berulang kali kukatakan bahwa aku tidak pernah dan tidak akan mau berbohong!" jawabnya dengan tegas.

Mereka berada di dalam sebuah ruangan kuil tua di lereng bukit. Kuil ini belum rusak benar. Baru setahun ditinggalkan penghuninya, yaitu seorang pertapa tosu dan agaknya tidak ada yang mau mengurus kuil yang berada di tempat terpencil ini. Hanya kuil yang berada di daerah pedusunan yang makmurlah dapat berkembang dengan baik. Banyak pengunjung datang bersembahyang dan banyak dana pula datang membanjir sehingga berlebihan untuk pembiayaan kuil. Akan tetapi sebuah kuil tua di lereng bukit yang sunyi? Jauh dari dusun jauh dari masyarakat? Siapa yang mau hidup sengsara dan serba kekurangan di situ? Kuil itu kini kosong dan dalam perjalanannya pulang, ketika melewati tempat ini dan kemalaman, Ang I Moli mengajak Yo Han untuk melewatkan malam di tempat sunyi itu.

Wanita itu masih terkenang akan kelihaian Kao Hong Li. Wanita cucu Naga Sakti Gurun Pasir itu demikian lihainya, dan suaminya, Si Bangau Putih, tentu lebih lihai pula. Ia sendiri yang ditakuti banyak orang di dunia kang-ouw, kini merasa ngeri kalau membayangkan bahaya maut yang mengancamnya ketika ia berhadapan dengan suami isteri pendekar itu. Kalau suhu dan subonya sedemikian saktinya, tentu muridnya juga telah mewarisi ilmu-ilmu yang tinggi, demikian pendapatnya. Oleh karena itu, ketika ia bertanya kepada Yo Han tentang ilmu silat, berapa banyak ilmu kedua orang gurunya yang telah dikuasainya, Yo Han menjawab bahwa dia tidak pandai ilmu silat dan tentu saja Ang I Moli menduga dia berbohong.

"Bagaimana mungkin, sebagai murid suami isteri yang lihai itu engkau tidak menguasai sedikit pun ilmu silat? Sudah berapa lama engkau menjadi murid mereka, Yo Han?"

"Sudah lima tahun, Subo."

"Hemm, apalagi sudah begitu lama. Bagaimana mungkin engkau tidak pandai ilmu silat? Bukankah engkau menerima pelajaran ilmu silat dari mereka?"

"Aku tidak pernah berlatih, Subo. Aku tidak suka ilmu silat."

Wanita cantik itu terbelalak, lalu ia memandang penuh perhatian kepada Yo Han dengan alis berkerut. "Engkau tidak suka ilmu silat?" Ang I Moli tertawa terkekeh-kekeh karena merasa geli hatinya. "Kao Hong Li dan Tan Sin Hong merupakan sepasang suami isteri pendekar yang sakti, dan murid tunggalnya tidak pandai dan tidak suka ilmu silat?" Ia tertawa-tawa lagi sampai keluar air matanya."Habis, apa saja yang kau pelajari dari mereka selama lima tahun itu?"

"Subo, kenapa Subo mentertawakan hal itu? Aku memang tidak suka ilmu silat, dan yang kupelajari dari Suhu dan Suboku itu adalah ilmu membaca dan menulis, membuat sajak, bernyanyi dan meniup suling, pengetahuan tentang kebudayaan dan filsafat hidup, mempelajari kitab-kitab sejarah kuno...." Dia terpaksa berhenti bicara karena Ang I Moli sudah tertawa lagi terkekeh-kekeh. Yo Han hanya berdiri memandang dengan alis berkerut dan mata bersinar-sinar marah.

Setelah menghentikan tawanya, wanita itu mengusap air mata dari kedua matanya, lalu memandang kepada pemuda remaja itu. "Anak baik, aku mengambilmu sebagai murid dan aku akan mengajarkan ilmu silat pula kepadamu. Bagaimana?"

Yo Han menggeleng kepalanya. "Percuma saja, Subo. Aku tidak akan menolak segala yang kauajarkan kepadaku, akan tetapi aku tidak akan suka berlatih silat sehingga semua pengertian ilmu silat yang kauberikan kepadaku tidak akan ada gunanya."

Ang I Moli teringat sesuatu. "Yo Han, kalau engkau memang sama sekali tidak pandai ilmu silat, kenapa engkau begini tabah dan berani? Padahal engkau tidak memiliki kemampuan untuk membela diri apabila diserang lawan. Bagaimana engkau menjadi begini berani?"

"Aku tidak suka akan kekerasan, kenapa mesti takut, Subo? Orang yang tidak melakukan kejahatan, tidak merugikan orang lain, tidak membenci orang lain, kenapa mesti takut? Aku tidak pernah takut, Subo, karena tidak pernah membenci orang lain."

"Yo Han, kalau engkau tidak mau belajar ilmu silat dariku, lalu kenapa engkau mau ikut dengan aku?" Wanita itu akhirnya bertanya heran.

"Subo lupa. Bukan aku yang ingin ikut Subo, melainkan Subo yang mengajakku dan aku ikut Subo sebagai penukaran atas diri Sian Li."

Wanita itu menarik napas panjang, menggeleng-geleng kepala dan memandang dengan heran. Sungguh seorang anak laki-laki yang aneh sekali. Begitu tabah, sedikit pun tak mengenal takut, begitu teguh memegang janji, sikapnya demikian gagah perkasa seperti seorang pendekar tulen, akan tetapi, sedikit pun tidak pandai ilmu silat bahkan tidak suka ilmu silat! Akan tetapi, melihat wajah yang tampan gagah itu ia teringat akan keadaan tubuh pemuda remaja itu dan wajah Ang I Moli berseri, mulutnya tersenyum dan pandang matanya menjadi genit sekali.

"Tidak suka berlatih silat pun. tidak mengapalah, Yo Han, asal engkau mentaati semua perintahku menuruti semua permintaanku." Ia lalu menggapai. "Engkau duduklah di sini, dekat aku, Yo Han,"

Tanpa prasangka buruk, Yo Han mendekat, lalu duduk di atas lantai yang tadi sudah dia bersihkan dan diberi tilam rumput kering yang dicarinya di ruangan belakang kuil tua itu, sebagai persiapan tempat mereka nanti tidur melewatkan malam. Akan tetapi, suaranya tegas ketika dia berkata,

"Subo, aku akan selalu mentaati perintahmu selama perintah itu tidak menyimpang dari kebenaran. Kalau Subo memerintahkan aku melakukan hal yang tidak benar, maaf, terpaksa akan kutolak!"

"Hi-hik, tidak ada yang tidak benar, muridku yang baik. Engkau tahu, aku amat sayang padamu, Yo Han. Engkau anak yang amat baik, dan aku senang sekali mempunyai murid seperti engkau." Wanita itu memegang tangan Yo Han dan membelai tangan itu. Merasa betapa jari-jari tangan yang berkulit halus itu dengan lembut membelai tangannya, kemudian bagaikan laba-laba jari-jari tangan itu merayap naik di sepanjang lengannya, Yo Han merasa geli dan juga aneh. Jantungnya berdebar tegang dan dengan gerakan lembut dia pun menarik lengannya yang dibelai itu.

"Subo, apakah Subo tidak lapar?" Tiba tiba dia bertanya dan pertanyaan itu sudah cukup untuk membuyarkan gairah yang mulai membayang di dalam benak Ang I Moli. Ia pun terkekeh genit.

"Hi-hik, bilang saja perutmu lapar, sayang. Nah, buka buntalanku itu, di situ masih ada roti kering dan daging kering, juga seguci arak."

Mendapatkan kesempatan untuk melepaskan diri dari belaian gurunya yang baru itu, Yo Han lalu bangkit dan mengambil buntalan pakaian gurunya, dan mengeluarkan bungkusan roti dan daging kering, juga seguci arak yang baunya keras sekali. Dia menaruh semua itu di depan Ang I Moli dan ketika merasakan betapa roti dan daging kering itu keras dan dingin, dia pun berkata,

"Subo, aku hendak mencari kayu bakar dan air."

"Eh? Untuk apa? Makanan sudah ada, minuman juga sudah ada."

"Akan tetapi roti dan daging itu keras dan dingin, Subo. Kalau dipanaskan dengan uap air tentu akan menjadi hangat dan lunak. Juga aku lebih suka minum air daripada arak. Ini aku membawa panci untuk masak air, Subo," katanya sambil mengeluarkan sebuah panci dari dalam buntalan pakaiannya. Ang I Moli memandang dan tersenyum. Ia semakin tertarik kepada Yo Han dan ia harus bersikap manis untuk menundukkan hati perjaka remaja itu. Pemuda ini tidak mau menjadi muridnya dalam arti yang sesungguhnya. Maka ia harus dapat memanfaatkan pemuda itu bagi kesenangan dan keuntungan dirinya sendiri. Seorang perjaka remaja yang memiliki tubuh sebaik itu akan menguntungkan sekali bagi kewanitaannya. Akan membuat ia awet muda dan kuat, juga hawa murni di tubuh muda itu akan dapat dihisapnya dan dapat menambah kekuatan tenaga dalam di tubuhnya. Selain itu, cita-citanya untuk menguasai sebuah ilmu rahasia yang selama ini ditunda-tundanya, kini akan dapat diraihnya dengan mudah! Untuk dapat menguasai ilmu rahasia itu, ia harus dapat menghisap darah murni selosin orang perjaka yang memiliki darah yang bersih dan badan yang sempurna. Kini ia telah mendapatkan Yo Han dan anak ini sudah lebih dari cukup, bahkan lebih kuat dibandingkan selosin orang pemuda remaja biasa!

"Baiklah, engkau boleh pergi mencari air dan kayu bakar. Akan tetapi cepat kembali. Hari telah sore dan sebentar lagi akan gelap," katanya halus dan ramah.

"Baik, Subo." Yo Han berlari keluar dari kuil itu. Dia tidak tahu bahwa Ang I Moli membayanginya dari jauh. Wanita ini tidak ingin kehilangan Yo Han, maka begitu anak itu berlari keluar, ia pun mempergunakan ilmu kepandaiannya dan mengikutinya tanpa diketahui oleh Yo Han. Bagi seorang seperti Ang I Moli Tee Kui Cu, tidak mungkin ada orang di dunia ini yang benar-benar jujur dan setia dan dapat dipercaya sepenuhnya! Sejak kecil wanita ini hidup di dalam lingkungan dunia hitam, berkecimpung di dalam kesesatan, di dalam suatu masyarakat di mana kata jujur dan setia sudah tidak dikenal lagi, di mana segala cara dihalalkan demi keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu, ia pun tidak dapat percaya sepenuhnya kepada Yo Han. Ia tidak ingin kehilangan Yo Han yang baginya kini menjadi amat penting. Ia takut kehilangan pemuda itu, takut pemuda itu melarikan diri atau dilindungi orang lain. Juga ia ingin menguji sampai di mana pemuda itu dapat mempertahankan kejujuran dan kesetiaannya.

Ang I Moli tidak tahu bahwa sesungguhnya ia telah menemukan seorang pemuda yang luar biasa, yang berbeda dengan pemuda-pemuda lain. Di dalam batin Yo Han belum pernah terdapat pamrih yang bermacam-macam, bahkan dia tidak mengenal itu. Dia menghadapi segala sesuatu yang terjadi sebagai apa adanya, tidak pernah dia membuat gagasan atau rekaan macam-macam. Dia hanya melihat kenyataan yang ada untuk dihadapi secara spontan, tidak pernah membuat rencana dan akal demi kepentingan diri sendiri. Dia melihat kenyataan bahwa suhu dan subonya tidak menghendaki dia di rumah mereka, dengan alasan agar puteri mereka tidak sampat kelak meniru sikap dan pendiriannya. Dia tahu bahwa demi kebaikan keluarga suhunya, dia harus menyingkir, menjauhkan diri dari mereka. Karena itulah dia mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan mereka yang sesungguhnya amat dia sayang. Kemudian, dia telah berjanji kepada Ang I Moli untuk mengikuti wanita itu sebagai muridnya, karena dia harus menyelamatkan Sian Li. Janjinya itu akan dipegangnya dengan teguh. Dia tidak akan melarikan diri karena dia pun sama sekali tidak pernah merasa takut kepada Ang I Moli. Dia belum mengenal benar orang macam apa adanya Ang I Moli, gurunya yang baru itu.

Bukan main senang dan lega rasa hati Ang I Moli yang membayangi Yo Han, ketika melihat bahwa sedikit pun anak itu tidak memperlihatkan sikap ingin melarikan diri. Dia mengumpulkan kayu bakar, kemudian menemukan sumber air dan mengisi pancinya penuh air, setelah itu dia kembali ke kuil tanpa ragu-ragu. Ketika Yo Han memasuki kuil, Ang I Moli tentu saja sudah lebih dahulu berada di tempat semula, duduk bersila sambil tersenyum manis.

"Aih, cepat juga engkau mendapatkan air dan mengumpulkan kayu kering, Yo Han," pujinya, kemudian ia membantu muridnya membuat api unggun dan memasak air di panci.

Setelah roti dan daging kering dipanasi dengan uap air, mereka lalu makan roti dan daging yang sudah menjadi lunak dan juga hangat itu yang memang terasa jauh lebih enak daripada kalaµ dimakan keras dan dingin. Dengan gembira sekali Ang I Moli makan roti dan daging kering minum arak, sedangkan Yo Han hanya minum air yang sudah dimatangkan.

Setelah makan kenyang, mereka duduk di dekat api unggun. Sementara itu, malam telah tiba dan api unggun itu amat menolong mereka mengusir nyamuk dan hawa dingin. Setelah duduk termenung di dekat api unggun, Yo Han mengeluh dan sambil mengangkat muka memandang wajah subonya yang sejak tadi memperhatikannya tanpa bicara, dia berkata, "Subo, sekarang aku merasa betapa aku kehilangan kitab-kitab itu. Biasanya, di waktu malam begini aku tentu membaca kitab. Akan tetapi sekarang, kitab-kitab itu jauh di rumah Suhu dan Subo, dan di sini aku tidak dapat membaca apa-apa."

Wanita itu tersenyum. "Jangan kau khawatir, Yo Han. Setelah tiba di rumah, aku akan mencarikan kitab bacaan untukmu."

"Subo mempunyai kitab-kitab bacaan?" Yo Han memandang dengan sinar mata gembira

"Akan kucarikan untukmu. Apa sih sukarnya mencari kitab-kitab, itu? Akan kucarikan sebanyaknya untukmu. Aku sayang kepadamu Yo Han, dan kuharap engkau pun sayang kepadaku dan akan menuruti semua keinginanku."

"Subo baik kepadaku, mengapa aku tidak sayang? Dan tentu saja aku akan menuruti semua keinginan Subo. Subo, bolehkah aku tidur dulu? Perjalanan hari ini yang tidak melalui air lagi, berjalan kaki sehari penuh, amat melelahkan badan dan aku ingin tidur." Yo Han lalu merebahkan dirinya miring di sudut ruangan itu, di seberang api unggun, terpisah dari subonya.

Ang I Moli tersenyum. "Yo Han, jangan lupa lagi. Apa yang harus kau lakukan sebelum tidur?"

Yo Han juga tersenyum, lalu bangkit dan membawa air ke bagian belakang kuil untuk membersihkan mulutnya. Pada malam pertama mereka melakukan perjalanan, masih berperahu, subonya yang baru ini telah memberi sebuah pelajaran tentang kebersihan kepadanya, yaitu keharusan membersihkan mulut sewaktu akan tidur.

"Lihat gigiku ini," demikian kata subonya sambil memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih dan rapi. "Belum ada sebuah pun yang rusak atau tanggal, padahal banyak orang seusiaku sudah hampir kehabisan giginya. Inilah hasil menjaga kebersihan. Bukan saja hasilnya gigi menjadi bersih dan utuh, juga kesehatanku menjadi baik karena hampir semua penyakit datangnya lewat mulut. Dan cara membersihkan mulut dan gigi yang paling baik adalah membersihkannya setiap kali hendak tidur. Hal ini harus menjadi kebiasaanmu sejak malam ini, Yo Han!" Demikianlah Ang I Moli memberi pelajaran tentang kesehatan dan kalau dia terlupa, seperti pada malam ini, Ang I Moli selalu memperingatkannya. Pelajaran kesehatan yang agaknya amat sederhana ini sesungguhnya menguntungkan sekali dan amat baiknya bagi Yo Han. Biasanya orang meremehkannya. Padahal, kebiasaan membersihkan mulut di waktu hendak tidur merupakan satu di antara usaha penjagaan kesehatan yang paling baik dan paling mudah!

Tak lama kemudian, Yo Han sudah tidur pulas di atas rumput kering. Dia tidak tahu bahwa sejak tadi Ang I Moli sudah berpindah tempat di dekatnya dan kini wanita itu duduk bersila di sebelahnya, tiada hentinya mengamati wajahnya yang tidur nyenyak, di bawah sinar api unggun yang membuat wajahnya menjadi kemerahan.

Aku harus mulai sekarang juga, pikir wanita itu. Lebih cepat ia dapat menguasai Yo Han, lebih baik. Dengan lembut tangannya meraba wajah pemuda itu, membelai dagu dan leher, lalu membelai semua tubuh Yo Han. Pemuda remaja itu menggeliat dalam tidurnya dan Ang I Moli menarik tangannya. Anak ini amat luar biasa, pikirnya sambil menahan gairah yang sudah mulai membakar dirinya. Mungkin saja dia akan meholak keras, bahkan melawan dan tidak mau menyerah biar diancam bagaimanapun juga. Keberaniannya memang luar biasa. Kalau terjadi hal seperti itu, tentu amat merugikan dirinya. Kalau ia menggunakan paksaan, anak ini akan dapat mati sebelum ia memperoleh hasil yang memuaskan. Ia harus dapat menghisap kemurnian anak ini sedikit demi sedikit, tidak terasa oleh Yo Han. Ia akan memberi makanan dan minuman yang mengandung obat penguat badan dan akhirnya, semua hawa murni dan darah murni itu akan berpindah ke tubuhnya tanpa diketahui oleh pemuda remaja itu, atau kelak diketahui kalau sudah terlambat dan pemuda yang kehabisan darah dan hawa murni itu akan tewas pula. Dan ia akan mampu melatih diri dengan ilmu rahasia itu! Ia akan menjadi seorang yang sukar dicari tandingnya! Ia akan dapat merajai dunia persilatan dengan ilmunya itu.

Kembali ia mengamati wajah Yo Han yang masih tidur nyenyak. Ah, mengapa ia begitu bodoh? Kalau membujuk anak ini, agaknya ia akan gagal total. Anak ini bukan seorang anak yang mudah dibodohi atau dibujuk halus, atau pun yang mudah ditundukkan dengan ancaman atau siksaan. Padahal, ia menghendaki agar dia menyerahkan diri dengan suka rela! Dengan demikian maka hasilnya akan lebih baik lagi bagi dirinya. Dan satu-satunya jalan adalah menggunakan kekuatan sihirnya! Mengapa ia lupa akan kepandaiannya itu? Ia pernah mempelajari ilmu sihir dari Pek-lian-kauw dan ilmu sihirnya sudah lebih dari kuat untuk mempengaruhi seorang bocah! Orang dewasa pun kalau tidak memiliki sin-kang yang kuat akan mudah ia tundukkan dengan kekuatan sihirnya. Apalagi pemuda remaja yang lemah ini!

Ang I Moli yang duduk bersila menghadapi Yo Han itu lalu membuat guratan-guratan dengan telunjuk kanannya, kemudian mulutnya berkemak-kemik, matanya terpejam. Ia membaca semacam mantram untuk mulai mempergunakan ilmu sihirnya untuk menyihir dan menguasai semangat Yo Han yang masih tidur nyenyak. Setelah membaca mantram, ia lalu membuka kedua matanya yang mengeluarkan sinar aneh menatap wajah Yo Han, juga kedua tangannya kini digerakkan dengan aneh, jari tangannya terbuka seperti cakar, dan jari-jari tangan itu bergerak-gerak, kedua tangan itu diputar-putar sekitar kepala dan tubuh Yo Han. Kembali mulutnya berkemak-kemik, kini mengeluarkan bisikan yang mendesis-desis.

"Yo Han, engkau sudah berada dalam kekuasaanku, seluruh semangat dan kemauanmu tunduk kepadaku. Kalau nanti engkau kusuruh bangun, engkau akan tunduk dan menyerah kepadaku penuh kepasrahan, engkau akan menganggap aku sebagai wanita paling cantik yang kaukasihi, engkau akan dibakar gairah berahi dan engkau akan menuruti segala kehendakku dengan gembira. Kemauanmu akan lemah dan lembut seperti domba, gairah berahimu akan bangkit setangkas harimau, engkau akan selalu berusaha untuk menyenangkan hatiku, dengan mentaati semua perintahku, hanya aku satu-satunya orang yang kaukasihi, kautaati...." Ia lalu menutup bisikan mendesis itu dengan tiupan dari mulutnya ke arah muka Yo Han tiga kali.

"Yo Han.... Yo Han.... Yo Han.... bangunlah engkau, sayang!" Ia mengguncang pundak pemuda itu, menggugahnya.

Yo Han adalah seorang anak yang memiliki kepekaan luar biasa. Sejak kecil, di waktu dia tidur, kalau ada sesuatu yang tidak wajar, sedikit suara saja sudah cukup menggugahnya dari tidur pulas. Begitu Ang I Moli menyentuh pundaknya dia pun terbangun, membuka kedua matanya, akan tetapi tidak seperti biasanya, dia tidak segera bangkit duduk, melainkan memandang ke depan kosong, seperti orang melamun seperti melihat sesuatu yang amat menarik hati.

Dan memang dia merasa melihat sesuatu yang amat aneh. Dia merasa seolah kaki tangannya terbelenggu, suaranya lenyap menjadi gagu, dan dirinya hanyut oleh gelombang samudera, semakin ke tengah dalam keadaan tidak berdaya sama sekali. Kemudian, dia merasa ada kekuatan yang menariknya ke tepi, bahkan dia seperti menunggang gelombang, makin dekat ke tepi, lalu kaki tangannya yang seperti terbelenggu itu terlepas bebas, mulutnya dapat bersuara lagi. Dia berenang sekuat tenaga ke tepi, dan berhasil mendarat di pantai.

"Apa.... apa yang terjadi padaku? Ya Tuhan, apa yang terjadi....?" suara ini pun seperti keluar dengan sendirinya, dari balik perasaan hatinya yang diliputi keheranan. Dan begitu dia menyebut nama Tuhan. Semua itu pun lenyap dan seperti orang bangkit dari mimpi buruk, dia kini duduk dan melihat bahwa di depannya duduk Ang I Moli yang bersila.

Melihat pemuda remaja itu telah bangun duduk, Ang I Moli tersenyum manis merasa yakin bahwa sihirnya telah mengena dan telah menguasai anak itu, walaupun ketika Yo Han menyebut Tuhan tadi hatinya merasa amat tidak enak.

"Yo Han, engkau sayang padaku, bukan?" Ia menguji.

Yo Han memandang wajah subonya dengan heran, lalu menjawab lirih, "Tentu saja aku sayang padamu, Subo. Kenapa Subo menanyakan hal itu dan membangunkan aku?"

"Hemm, anak tampan. Aku ingin engkau membuktikan kasih sayangmu padaku Nah, kesinilah, Yo Han, peluklah aku, ciumlah aku," katanya dengan senyum memikat dan nada suara memerintah.

Akan tetapi, kini terjadi hal yang mengejutkan dan mengherankan hatinya! Anak itu tidak bergerak menuruti perintahnya, bahkan memandang kepadanya dengan alis berkerut dan mata bersinar marah!

"Subo, apa artinya ini? Subo menyuruh aku melakukan sesuatu yang tidak patut!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar